Sudah dua hari Zein dan Sofia berada di desa. Kakek Zein terlihat semakin akrab dengan gadis muda itu. Bahkan Anindya yang mengurus makanan untuknya. Kakek Zein sangat suka dengan makanan yang dimasak oleh Anindya. Walaupun hanya masakan sederhana tapi terasa pas di lidahnya. Ia teringat dengan masakan yang dibuat istrinya dulu.
Ia juga sepertinya merasa betah tinggal disana. Karena udaranya yang masih segar belum tercemari oleh apapun. Suasananya juga sangat tenang. Rasanya ia ingin sekali menetap disana.
Adrian belum terlihat menghubunginya sejak ia tiba disini. Saat ini pasti ia sudah tahu keberadaan kakeknya dan hanya membiarkannya saja. Tapi tetap dalam pantauannya. Ia punya "mata" yang selalu mengawasi kemanapun kakeknya pergi. Sofia.
Ya. Wanita itu selalu melaporkan apapun yang dilakukan kakeknya padanya. Seperti hari ini saat ia dan Anindya beserta neneknya bermain di pantai. Anindya sengaja tidak masuk kerja hari ini karena ingin seharian menghabiskan wakti bersama neneknya. Entah kenapa ia ingin sekali melakukannya.
Sepasang kakek dan nenek itu duduk diatas kursi sambil memandangi Anindya yang sedang asyik membuat istana pasir bersama Ayu, anaknya ibu Sari. Sofia juga ikut bermain bersama mereka.
Tak lama kemudian terdengar suara dering ponsel dari dalam saku celana panjang yang dikenakan kakek Zein. Ia lalu merogoh sakunya dan mengeluarkan ponsel itu.
Sebuah panggilan telepon dari cucu tertua kesayangannya. Adrian.
"Kakek! Sepertinya kakek betah tinggal disana? Apa kakek ingin sekalian menetap di sana?" tanyanya dengan nada kesal.
"Iya. Sepertinya begitu. Apa kau bisa mencarikan rumah untuk kakek tempati nanti disini?" tanyanya sambil bercanda.
"Kakek! Lusa aku akan kembali. Aku mau melihat kakek sudah berada dirumah sebelum aku kembali. Atau jika tidak kakek pasti tahu dengan apa yang akan aku lakukan, kan?" Adrian tampak serius dengan ucapannya.
"Lakukan saja apapun yang mau kau lakukan. Tapi kakek masih merasa sangat betah disini." bantahnya.
"Kakek!" serunya dengan nada kesal.
"Iya. Iya. Kakek akan pulang besok sore!" akhirnya ia menyerah karena sejujurnya ia takut terjadi sesuatu pada Anindya dan neneknya jika ia tetap membantah cucunya itu.
"Bagus jika kakek paham. Baiklah! bersenang-senanglah. Tapi jangan ikut terjun kedalam air ya. Bermain pasir saja." pesannya.
"Iya. Kakek akan membuatkan istana pasir untukmu."
"Baiklah. Aku menyayangimu kakek. Jaga diri kakek baik-baik." pesannya.
Itulah yang disukai Zein dari cucunya. Dibalik sikap dingin dan tertutup cucunya, ia sangat menyayangi kakeknya itu.
Zein terlihat mengakhiri pembicaraan dengan cucunya.
"Apa cucumu yang menelepon?" tanya Kirana.
"Iya. Dia menyuruhku pulang besok. Rasanya aku tidak ingin meninggalkan tempat ini. Pantas saja kau betah berada disini." jelasnya.
"Iya. Tempat ini banyak menyimpan kenangan indah bagiku. Disini aku bertemu dan hidup bersama suamiku. Lalu melahirkan Arini. Dan membesarkannya disini. Lalu Arini menikah dan hidup bersama suaminya di kota. Jika aku tidak salah ingat, dia seumuran dengan Anindya ketika menikah. Banyak hal yang terjadi di sini." jelasnya sambil menatap kearah cucunya yang sedang asyik membuat istana pasir.
"Benarkah! Ehm... Kirana aku jadi berpikir tentang sesuatu."
"Apa yang kau pikirkan?" tanyanya.
"Jika kau setuju aku ingin menikahkan Anindya dengan Adrian, cucu tertuaku." Jawabnya.
"Kenapa kau tiba-tiba berpikir seperti itu?"
"Aku ini juga sudah tua. Kapanpun Tuhan juga bisa memanggilku. Jika hanya mengandalkan ku, aku takut jika nantinya dia juga harus kehilanganku dan hidup sendirian. Jika dia menikah dengan Adrian, setidaknya Adrian akan menggantikanku untuk menjaganya." jelasnya.
"Apa mungkin cucumu akan menerima pernikahan ini begitu saja?" tanyanya.
"Jika dilihat dari sifat cucuku. Mungkin akan butuh sedikit usaha yang keras untuk membujuknya. Tapi aku yakin jika dia akan setuju dengan keputusanku."
"Kenapa kau bisa sangat yakin?" tanyanya.
"Ehm.. karena hanya aku yang bisa membujuknya." jawabnya.
"Mungkin kau bisa membujuknya, tapi apa kau juga bisa membujuk Anindya untuk menikah?"
Zein seketika merasa ragu.
"Mau kuberitahu bagaimana cara membujuknya?" tanyanya.
Zein seketika tersenyum.
____________
Disaat beberapa orang sedang bersantai menikmati hari mereka, ada beberapa orang yang tampak sangat sibuk membunuh waktu dengan setumpuk pekerjaan mereka. Seperti yang terlihat hari ini.
"Aku mau kalian menyelesaikan semua kekacauan ini hari ini juga. Jika tidak kalian tidak perlu datang kemari lagi besok. mengerti?" bentaknya sambil melempar tumpukan berkas dihadapannya kepada dua pegawai yang memiliki jabatan tinggi dihotelnya itu.
"I..iya tuan! Kami mengerti." ucap mereka gelagapan sambil memunguti kertas-kertas yang berhamburan di lantai.
Mereka berdua segera pamit untuk pergi dari hadapan atasannya yang sedang marah itu.
"Selalu saja membuatku pusing." keluhnya sambil memijat dahinya lalu menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi kerjanya.
Terdengar ketukan dari arah luar. Lalu seorang wanita cantik yang tinggi semampai masuk ke dalam ruangan setelah diberi izin oleh pemilik ruangan itu. Ia tampak gugup.
"Ini kopinya tuan. Dan juga ini laporan keuangan kita untuk satu tahun terakhir ini." Dia meletakkannya dengan gugup diatas meja."
Adrian mengambil cangkir kopinya dan sedikit meminumnya. Ia tampak mengernyitkan dahinya saat mulai merasai kopinya.
"Apa kau tidak bisa membuat kopi dengan benar." bentaknya lalu meletakkan kembali cangkir itu dengan kasar.
Wanita itu tampaknya sudah terbiasa dengan amarah bosnya yang suka meledak-ledak. Ia meminta maaf dengan sopan lalu keluar dari ruangan setelah mendapat perintah dari atasannya itu untuk memanggil Romi, asisten pribadinya.
"Apa tidak ada seorangpun yang bisa bekerja dengan benar."
Tak lama kemudian Romi masuk keruangannya. Ia menyerahkan beberapa berkas yang perlu ditandatangani oleh atasannya itu.
"Siapkan penerbanganku besok lusa. Dan pastikan kakek dan ibu Sofia sudah kembali kerumah besok sore. Kau mengerti kan?" perintahnya sambil menandatangani berkas-berkas itu.
"Baik tuan. Saya mengerti." sahutnya.
Ia juga keluar dari ruangan itu sesudah menyelesaikan urusannya.
"Adrian kembali menyandarkan tubuhnya di kursinya. Ia tiba-tiba teringat sesuatu. Ia lalu berdiri dan memandangi dinding kaca dibelakangnya yang menampakkan pemandangan kota Lombok yang indah sambil memasukkan kedua tangannya kedalam saku celananya. Tapi tentu saja bukan itu yang sedang ada dipikirannya.
Seorang bayangan wanita tiba-tiba terlintas dalam pikirannya. Wanita yang dulu pernah masuk kedalam hatinya. Wanita yang pernah sangat dicintainya, tapi malah dengan tega meninggalkannya disaat ia sangat membutuhkannya.
Wanita yang membuatnya seketika menutup rapat pintu hatinya untuk wanita lain. Dia benar-benar membuatnya kecewa akan penolakannya.
Flashback on
"Aku ingin menikah denganmu? Apakah kau bersedia menghabiskan sisa hidupmu bersamaku?" tanya Adrian sambil berlutut dengan satu kakinya.
Ia memegang sebuah cincin berlian ditangan kanannya. Ia mempersembahkannya untuk wanita yang sangat dicintainya itu.
Tapi wanita itu seketika merasa ragu. Ia lalu berkata padanya.
"Maafkan aku Adrian. Aku tidak bisa menikah denganmu saat ini. Kau tahu kan jika aku baru saja memulai karir modelling ku. Jika aku menikah denganmu, maka hal itu akan mempengaruhi karirku nanti." tolaknya.
Adrian lalu tertawa melihatnya. "Apa kau sedang bercanda denganku?" tanyanya seakan tak percaya dengan penolakan wanita itu.
"Maafkan aku Adrian. Kita pasti akan menikah. Tapi tidak sekarang. Kau bersedia menungguku kan?" tanyanya tanpa rasa bersalah sedikitpun.
Adrian lalu beranjak dari posisinya. Ia berdiri tepat dihadapan wanita itu.
"Sampai kapan aku harus menunggumu? Apa waktu tiga tahun yang kita habiskan bersama masih belum cukup untukmu? Apa kau perlu lebih banyak waktu lagi. Sekarang aku ingin kau membuat sebuah pilihan. Aku atau karirmu?" tanyanya sinis.
"Aku mencintaimu Adrian. Tapi aku juga membutuhkan karirku. Kau masih mau menungguku kan?" tanyanya.
"Menunggu sampai kapan? Sampai kau sukses? Atau sampai kau merasa jenuh dengan karirmu?" tanyanya balik.
"Adrian. Jangan memberikanku pilihan yang sulit." ucapnya lirih sambil menangis.
"Sulit? Apa sebegitu sulitnya untuk hidup bersamaku?"
"Adrian. Kumohon." Wanita itu memeluknya.
Adrian tersenyum tipis. "Baiklah! Kau bisa melanjutkan karirmu dengan tenang." ucapnya.
Wanita itu seketika melepaskan pelukannya. Ia tersenyum senang setelah mendengarnya.
"Benarkah?"
"Iya. kau boleh melanjutkan karirmu tanpa aku. Mulai hari ini hubungan kita sudah berakhir." Adrian seketika langsung pergi dari sana.
Ia melemparkan cincin yang sedari tadi digenggamamnya ke sembarang arah. Ia pergi dengan membawa kekecewaan besar dihatinya.
Ia bahkan tidak memperdulikan wanita yang memanggil-manggil namanya dengan penuh harap
Flashback off
-Adrian
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Aisha Wijayanto
suka visualnya thor😍
2020-11-22
0
Kastinah
keren visualnya
2020-11-21
0
Mada Clara
wuih. pas. banget pemeran adriannya
2020-10-23
3