Gadis manis berusia 20 tahun. Ia tinggal di sebuah perkampungan kecil di pinggiran kota. Ia tinggal bersama neneknya, Kirana. Ibunya sudah meninggal saat ia masih berusia 10 tahun. Sementara ayahnya pergi begitu saja meninggalkan ia dan ibunya.
Andini hanya lulusan sekolah menengah atas. Ia tidak kuliah karena tidak ada biaya. Sehari-hari ia hanya ikut membantu Bu Sari berjualan ikan dipasar. Bu Sari sudah seperti saudara baginya dan neneknya. Perkampungan mereka sangat dekat dengan pantai. Sebagian besar warga disana menjadikan pantai sebagai mata pencaharian utama sebagai nelayan. Suami Bu Sari juga seorang nelayan. Mereka punya seorang putri yang usianya jauh lebih muda dari Anindya. Namanya Ayu, dia masih duduk di kelas lima sekolah dasar.
Hari ini seperti biasa, Anindya sibuk membantu Bu Sari berjualan. Banyak ikan segar yang didapatkan suaminya kemarin malam. Ikan-ikan ini sebelumnya sudah disortir terlebih dahulu berdasarkan jenisnya dan ukurannya.
Sejak pagi buta , kondisi pasar sudah sangat ramai. Anindya setiap harinya bangun jam empat pagi lalu segera ke pasar bersama Bu Sari. Sementara neneknya masih tidur. Ia selalu kembali kerumah saat neneknya bangun. Nenek Kirana punya riwayat penyakit diabetes. Sehingga dia tidak bisa lagi bekerja terlalu berat.
Anindya selalu pulang pukul setengah tujuh untuk mengurus nenek nya. Terkadang Bu Sari yang mengingatkannya. Bu Sari juga memberikannya beberapa ikan segar untuk diolahnya. Wanita itu sudah menganggap Anindya sebagai putrinya sendiri. Ia selalu tidak tega melihat Anindya harus berusaha keras untuk sekedar menyambung hidupnya juga neneknya. Padahal biasanya gadis seusianya seharusnya masih mengejar mimpi dan cita-citanya.
Sebelum pulang kerumah, Anindya membeli beberapa bahan untuk masakannya nanti. Saat semua sudah lengkap, ia segera kembali ke rumah.
Tapi ditengah perjalanan pulang, ia berpapasan dengan seorang pria.
"Kak Rayhan kau mau kemana?" tanyanya pada pria itu.
"Aku baru saja ingin menemuimu dipasar. Tapi malah bertemu disini." jelas Rayhan.
Rayhan adalah salah satu temannya. Sehari-hari ia membantu ayahnya mengurus toko material milik ayahnya. Usianya lima tahun lebih tua darinya. Sehingga ia selalu menganggapnya sebagai kakaknya. Namun yang dirasakan Rayhan justru sebaliknya. Ia diam-diam memendam perasaan suka pada gadis manis itu.
"Ada apa?" tanyanya lagi.
"Aku ingin pamit padamu."
"Pamit. Memangnya kau akan pergi kemana?" tanyanya bingung.
"Aku diterima bekerja di salah satu hotel terkenal di kota sebagai manajer." ucapnya.
"Oh ya. Wah selamat ya. Aku turut senang untuk kakak." ucapnya.
"Iya. Terima kasih. Apa kau tidak keberatan jika aku pergi?" tanyanya sedikit berharap.
"Kenapa aku harus keberatan. Aku malah senang jika kau bisa sukses dan berhasil membuktikan kemampuanmu pada ayahmu." jelasnya Anindya sambil menepuk pundaknya.
"Begitu ya." ucapnya sedikit kecewa.
Gadis itu begitu polos. Ia bahkan tidak bisa menyadari kesedihan pria itu yang akan pergi jauh darinya.
"Baiklah. Jika begitu. Aku pamit ya." pamitnya.
"Iya. Hati-hati ya. Semoga kau sukses disana. Jika sudah sukses nanti jangan lupakan aku ya." pesannya.
"Aku tidak akan pernah mungkin melupakanmu." ucapnya. Karena kau adalah cinta pertamaku. batinnya.
"Kau akan tetap disini menungguku kan?" tanya Rayhan memastikan sebelum ia pergi.
"Tentu saja. Memangnya aku akan pergi kemana. Rumahku kan disini. Kau ini ada-ada saja." jelasnya.
Entah apa dia paham dengan maksud Rayhan atau tidak.
Pria itu pergi dengan membawa harapan. Bahwa suatu hari ia akan kembali membawa kesuksesannya lalu menikahi gadis yang dicintainya itu.
__________
"Nenek. Ayo bangun. Sarapannya sudah siap." ucap Anindya sambil membangunkan neneknya.
Entah kenapa akhir-akhir ini neneknya semakin hari semakin suka tidur. Biasanya Anindya bahkan tidak perlu membangunkannya. Karena wanita baya itu sudah bangun dan duduk manis di kursi goyang favoritnya sambil menyulam saat dirinya kembali dari pasar. Menyulam adalah satu-satunya kegiatan yang diizinkan oleh Anindya untuk dilakukannya.
Nenek Kirana bangun dengan perlahan.. Anindya tampak membantunya duduk. Anindya lalu memapah nenek Kirana ke kamar mandi untuk membantunya membersihkan tubuh.
Setelah selesai mandi dan berpakaian, ia membantu untuk mendudukkan neneknya dikursi meja makan.
Ia selalu menyiapkan sarapan khusus untuk neneknya, dikarenakan riwayat penyakit diabetes nya. Anindya bahkan sampai menanyakan pada dokter tentang makanan apa saja yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi oleh neneknya.
Neneknya terlihat sangat menikmati masakan cucunya yang manis itu. Anindya juga ikut sarapan bersamanya.
"Anin." panggilnya.
"Iya nek. Ada apa?" tanyanya.
"Ehm... jika nenek pergi apa kau akan baik-baik saja?" tanyanya balik membuat Anindya bingung.
"Memangnya nenek mau pergi kemana?" tanya gadis itu lagi.
"Tidak. Seandainya nenek tiba-tiba pergi. Apa kau akan baik-baik saja?"
"Nenek ini bicara apa. Aku tidak mengerti. Pagi-pagi sudah bicara sembarangan. Ayo selesaikan sarapan nenek. Aku mau kembali ke pasar." perintahnya.
Nenek Kirana hanya tersenyum. lalu melanjutkan sarapannya. Terbesit sedikit kecemasan dihatinya pada cucunya.
Anindya hanya memiliki dirinya sekarang. Bagaimana jika Tuhan juga memanggilnya suatu hari nanti. Bagaimana dengan cucunya itu.
____________
Siang hari sepulang dari pasar, Anindya biasanya selalu menemani neneknya dirumah. Ia juga mengistirahatkan sejenak tubuhnya yang sudah lelah karena sejak pagi buta ia sudah melakukan aktivitas fisik yang berat dipasar. Rasanya sangat melegakan bisa meluruskan kakinya di atas kasur tipis miliknya yang ia gelar diruang tamu. Rumah itu sangat kecil. Hanya ada satu kamar disana dengan ranjang kecil yang dipakai neneknya. Anindya terbiasa tidur di ruang tamu setiap harinya.
Ia masih sangat muda. Tapi begitu banyak kesusahan yang harus ditanggungnya. Ia terkadang merindukan ibunya yang telah pergi sepuluh tahun yang lalu karena sakit.
Tapi karena neneknya, ia bisa melalui semuanya dengan mudah. Ia tidak tahu bagaimana hidupnya kelak tanpa adanya nenek Kirana disampingnya.
Anindya terlelap dalam tidurnya. Rasanya lelap sekali.
________
Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Anindya sudah mandi dan mengganti pakaiannya tadi yang sudah bau amis. Ia mengurus neneknya terlebih dahulu sebelum pergi kerumah Bu Sari untuk membantunya menyortir hasil tangkapan suaminya malam nanti.
Setelah selesai mempersiapkan hidangan untuk makan malam dan mengurus neneknya. Anindya pamit untuk pergi kerumah Bu Sari sebentar.
Tapi sebelum ia pergi, tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu rumahnya.
Ia pun segera membuka pintu. Terlihat seorang pria tua bertongkat dan seorang ibu paruh baya berdiri didepan pintu rumahnya.
"Maaf. Apa benar ini rumah nyonya Kirana?" tanya pria tua itu.
"Iya benar. Tuan dan nyonya ini siapa ya?" tanya Anindya heran.
Pria tua itu hendak menjawab tapi langsung disela oleh neneknya.
"Zein. Apa itu kau?" tanya nenek Kirana yang terlihat kesusahan menghampiri mereka.
Anindya dengan cepat memapah tubuh neneknya. Membantunya untuk berdiri.
"Iya ini aku." jawabnya pria tua itu sambil tersenyum.
Sementara Anindya terlihat bingung apa hubungan antara neneknya dengan pria tua itu.
-Anindya
___________
Ini up untuk hari ini. Semoga suka ya. Yang suka dengan cerita boleh kasih like dan komen nya ya. Terima segala kritik dan saran juga. Biar lebih semangat up lagi.
Terima kasih 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
[💝¹³_ALi💫¹⁶JaFar²⁰*💝
♥️♥️
2021-08-28
1
Eldesa
sejauh ini ceritanya bagus..aku suka,nggak lebay👍
2021-03-27
0
Elfana arisandi
so far, aq begitu menikmati.. lanjutkan👍
2020-12-19
0