"Bagaimana keadaannya tuan Sam?" tanya Sofia saat melihat pria berkacamata itu selesai memeriksa Anindya yang sedang terbaring di atas ranjang karena tak sadarkan diri.
Adrian yang merebahkan tubuh kurusnya di sana. Karena wanita itu pingsan di pelukannya. Saat itu mereka bertiga sedang berada didalam kamar Anindya. Adrian tampak bersandar di dinding sambil bersedekap tangan di atas perut ratanya. Ia hanya tampak memperhatikannya dari jauh tanpa berniat untuk mendekati wanita yang terbaring itu. Dan tentu saja dengan tatapan tajamnya.
Ia bahkan sepertinya tidak begitu tertarik untuk sekedar menanyakan kondisi wanita itu. Ia hanya menjadi pendengar yang baik saja di sana.
"Dia terkena gejala stress ringan. Kondisinya cukup labil saat ini. Sepertinya dia juga kurang mendapatkan istirahat dan asupan nutrisi yang cukup sehingga menyebabkan tubuhnya melemah hingga akhirnya ia tak sadarkan diri." jelasnya.
"Benarkah? Apa kita sebaiknya membawanya ke rumah sakit? Dia memang tidak bisa tidur beberapa hari belakangan ini. Makannya juga tidak teratur. Bahkan dua hari yang lalu ia sama sekali tidak memasukkan sesuap nasi pun kedalam mulutnya." Jelasnya cemas.
"Kenapa bisa seperti itu?" tanya Samuel penasaran.
"Dia baru saja kehilangan neneknya beberapa hari yang lalu. Dan itu membuatnya sangat terpukul. Hingga menyebabkannya sulit untuk makan maupun tidur."
Samuel hanya mengangguk mengerti. Ia tidak mungkin menanyakan hal yang lebih jauh lagi mengenai wanita muda yang ada dihadapannya itu.
"Baiklah jika seperti itu kondisinya. Saat dia sadar nanti paksa dia untuk makan sesuatu. Perut yang kosong bisa menyebabkan asam lambungnya menjadi naik. Jadi pastikan dia untuk mengkonsumsi makanan yang sehat. Aku akan meresepkan beberapa obat dan vitamin untuknya. Berikan padanya nanti setelah makan. Aku juga akan meresepkan obat penenang untuknya agar ia bisa mendapatkan kualitas tidur yang cukup." jelasnya panjang lebar sambil menuliskan resep di atas kertas dan memberikannya pada Sofia untuk segera ditebus.
"Baik tuan." ucapnya sambil menganggukkan kepalanya.
Samuel segera izin pamit karena ia masih ada pekerjaan setelah ini. Sofia mengantarkannya pergi keluar sekalian menyuruh seseorang untuk menebus obat untuk Anindya.
Adrian masih tidak bergeming dari tempatnya. Ia hanya diam sambil memperhatikan wanita itu dengan tajam. Ia tampak sedang berpikir. Akhirnya ia merasa jengah dan berniat untuk pergi dari kamar itu.
Saat hendak melangkahkan kakinya keluar, ia mendengar suara seorang wanita dari arah belakang hingga menghentikan langkahnya.
"Jangan......." Anindya terdengar seperti sedang melarang seseorang.
Adrian seketika membalikkan tubuhnya karena berpikir bahwa wanita itu sedang berbicara dengannya. Tapi ia salah. Wanita itu masih memejamkan matanya. Tangan kanannya terangkat keatas seperti sedang berusaha untuk menghentikan seseorang. Entah apa yang membuat Adrian tergerak untuk mendekati wanita itu.
"Jangan pergi! Ibu! nenek! Jangan pergi! Jangan tinggalkan Anin seorang diri disini. Anin takut! Tolong bawa Anin serta bersama kalian. Anin tidak punya siapapun lagi. Anin tidak ingin berpisah dengan ibu dan nenek. Anin takut... takut... tolong bawa Anin pergi." Ia mengigau sambil menangis. Terlihat jelas butiran air mata yang terjatuh dari kedua sudut matanya yang terpejam rapat.
Adrian seketika merasa iba dengan wanita itu. Ia duduk ditepi ranjang di samping wanita itu. Ia semula tampak ragu untuk menyentuh tangan kanan wanita itu yang terangkat keatas. Namun akhirnya ia menyentuhnya dan menurunkan tangannya.
Ia kembali teringat akan masa lalunya. Ia juga pernah merasakan kehilangan orang-orang yang dicintainya secara tiba-tiba. Dan itu terjadi saat usianya yang masih sangat muda. Namun benar apa yang dikatakan kakeknya, setidaknya ia jauh lebih beruntung dari wanita muda dihadapannya itu. Ia tidak sebatang kara hidup di dunia ini. Ia masih memiliki kakek dan adik yang sangat disayanginya. Sementara wanita ini hidup sendirian di kota yang benar-benar asing baginya. Apakah tubuh kurusnya itu mampu untuk bertahan ditengah kerasnya kehidupan yang sedang menantinya didepan sana?
Anindya masih terus menangis dalam tidurnya. Adrian tergerak untuk menenangkannya. Tanpa sadar ia mengusap lembut kepalanya. Seperti seorang ayah yang sedang menenangkan anaknya yang bermimpi buruk. Ia juga memperhatikan wajahnya dengan seksama. Matanya terlihat sembab. Wajahnya yang putih kini terlihat pucat. Tidak ada rona merah sedikitpun terhias diwajahnya. Ia tampak begitu polos.
Sepertinya usapan dikepalanya berhasil memenangkan wanita itu. Ia sudah berhenti menangis. Kini yang terdengar hanya desah nafasnya yang naik turun dengan teratur. Pertanda jika dirinya sudah berhasil masuk ke alam mimpinya. Adrian menghapus sisa-sisa butiran air mata di pipinya. Entah apa yang membuatnya lunak seperti itu.
Biasanya ia tak mau repot-repot mengurusi seseorang seperti ini. Ia hanya perduli dengan kakek dan adiknya saja. Apalagi dengan seorang wanita. Selama ini biasanya ia selalu menjauhi setiap wanita yang ingin mendekatinya. Mereka seperti kuman penyakit yang harus dihindari sejauh mungkin. Tapi kini, ia malah dengan seenaknya menyentuh wanita itu. Seperti tidak ada rasa jijik ketika berdekatan dengan wanita itu.
Karena merasa wanita itu sudah tenang, ia memutuskan untuk keluar dari kamar dan meninggalkan wanita itu. Ia berpapasan dengan Sofia didepan pintu. Sepertinya wanita itu sudah sedari tadi berada di sana. Tapi ia sengaja tidak masuk kedalam dan hanya mengawasi dari balik dinding.
Adrian sepertinya mengetahui hal itu. Ia segera berkata sesuatu pada Sofia. "Jangan beritahu kakek mengenai keadaannya saat ini Beritahu besok saja jika kakek sudah bangun." pesannya.
"Baik tuan. Saya mengerti." sahutnya.
"Juga jangan beritahu siapapun apa yang kulakukan didalam sana." perintahnya sambil menatap wanita paruh baya itu dengan tatapan tajamnya.
"Iya tuan. Saya akan menutup mulut saya rapat-rapat." ucapnya sambil tersenyum.
Ia lalu pergi berlalu dari sana tanpa pamit pada Sofia. Sofia tampak tersenyum begitu pria itu pergi.
Sepertinya tuan muda bereaksi terhadap Anindya. Semoga saja apa yang diharapkan tuan besar bisa terjadi. batinnya.
______________
Ketika matahari masih malu-malu untuk beranjak dari peraduannya, Anindya tampak membuka matanya perlahan setelah mendapatkan kesadaran penuh. Saat ini langit masih tampak sedikit gelap diluar sana.
Anindya perlahan beranjak dari ranjangnya untuk duduk. Tapi kepalanya masih terasa berat. Perutnya sudah mulai mengeluarkan bunyi pertanda harus segera diisi. Ia ingat jika sejak neneknya meninggal, ia tidak pernah makan dengan benar. Tak lama kemudian ia berhasil menyenderkan tubuhnya di atas ranjang.
"Anda sudah bangun, nona?" ucap seorang wanita kepadanya sambil membawa nampan yang cukup besar ditangannya.
Sepertinya ia adalah salah satu pelayan di rumah ini, terlihat dari seragam maid berwarna hitam putih yang melekat ditubuhnya yang agak berisi. Nampan itu berisi semangkuk bubur hangat, susu putih, salad buah dan sepiring obat untuk diminum setelah makan.
Anindya merasa canggung karena seumur hidupnya ia tak pernah dilayani seperti itu. Wanita itu meletakkan nampan itu di atas meja samping ranjangnya.
"Nona Sofia berpesan jika anda harus menghabiskan sarapan anda. Setelah itu anda juga harus meminum obat anda." perintahnya.
"Obat? Memangnya aku sakit apa?" tanya Anindya heran.
"Kemarin malam anda pingsan nona. Apa anda tidak ingat? Dokter menyuruh Anda untuk meminum obat ini setelah selesai makan." jelasnya.
Anindya tampak seperti sedang mengingat-ingat kejadian kemarin malam. Tapi sepertinya ia tidak bisa mengingatnya. Pelayan itu mohon izin untuk pergi setelah selesai dengan urusannya. Anindya mengucapkan terima kasih padanya.
Ditatapnya nampan berisi makanan itu lekat-lekat. Sebenarnya ia masih tak berselera untuk makan. Tapi tidak mungkin ia mengabaikannya. Ia juga harus menjaga dirinya sendiri mulai saat ini. Ia tak ingin terus menerus merepotkan orang lain.
Ia mengalihkan nampan itu dari atas meja ke pangkuannya. Ia menyiapkan sesendok bubur kedalam mulutnya. Mengunyahnya perlahan. Mulutnya terasa pahit hingga tak bisa sepenuhnya merasai kenikmatan makanan yang sedang disantapnya.
Entah kenapa air matanya kembali terjatuh dari kedua sudut matanya. Rasanya sungguh menyedihkan saat mengingat kondisinya saat ini. Ia yang sebatang kara harus terdampar di kota asing yang sama sekali tak pernah terbesit dibenaknya untuk berada disini.
Apakah ia sanggup bertahan? Ia tampak pasrah dengan keadaan. Yang ia tahu bahwa saat ini ia hanya harus mengikuti arus yang membawanya entah kemana.
________________
*
*
*
*
*
*
**Hai reader tersayang. Makasih ya buat yang udah baca karyaku ini. Terima kasih juga untuk like dan komen yang diberikan. Semoga tetap setia ngikutin ceritanya.
Ini adalah novel keduaku setelah "my beloved wife". Ceritanya sebenarnya berkaitan satu sama lain. Yang sudah baca novel pertamaku pasti sedikit familiar dengan para tokoh-tokohnya. 😊🌼
Jangan lupa ikutin terus ya. Tambahin ke list favorit biar g ketinggalan up selanjutnya. Jangan lupa juga sertakan like, komen, dan votenya ya.
Terima kasih banyak 🙏🙏
salam sayang dariku.
-thiea 🌼**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Mazz Jayoezz
sejauh ini ceritany msih bngs.
2023-02-14
0
[💝¹³_ALi💫¹⁶JaFar²⁰*💝
💞💞💞💞
2021-08-28
0
kim nara
ahhh sukaa bngtt aku sm ceritanya,,, lope uu thorrrr dan semangat yaaaaaaaaaaa❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤🧡❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤
2021-06-11
2