18. Mengusik Hati

Sejak Dijah menggagalkan Tini bermesraan dengan Gatot, kekesalan Tini pada Dijah memuncak. Ia mengamati gerak-gerik Dijah setiap hari. Karena kecintaannya pada Gatot sedang meluap tak terbendung, Tini berencana membalas tetangganya.

Pagi yang mendung, Tini biasa bangun lebih lama. Tetes air masih terlihat memercik genangan di halaman, saat Tini baru saja selesai mandi dan menenteng ember berisi air ke depan pintu kamar Dijah. Ia merasa jahat, tapi hatinya kesal. Dijah adalah penghuni baru yang lancang kepadanya. Karena Dijah, Gatot tak jadi menginap karena segan mendengar seruan Dijah.

Seraya terkikik geli dan tersenyum jahat, Tini meletakkan ember tepat di depan pintu kamar Dijah. Ia lalu masuk ke kamarnya dan menutup pintu. Ia membayangkan wanita yang melirik Gatot akan jatuh tersungkur atau setidaknya tersandung ember itu.

Dengan telinga ditajamkan, Tini berdiam di kamarnya. Dan yang ditunggunya pun tiba. Ia mendengar pintu kamar tetangganya mengayun terbuka. Beberapa saat lamanya, Tini tak mendengar apa pun. Ia penasaran, tapi masih menahan diri untuk keluar.

“Tin! Tin!” panggil Mak Robin.

Merasa memang perlu keluar, Tini langsung membuka pintu dan menjengukkan kepalanya ke pintu kamar Mak Robin, “Manggil aku?” Ekor matanya melirik depan pintu kamar Dijah. Ia mencari-cari embernya. Ember itu hilang.

“Kau jagalah dulu si Robin. Aku mau mandi,” pinta Mak Robin, berjalan ke arah Tini dan menyerahkan anaknya.

Pakaian Tini pagi itu sangat seksi. Ia keluar dan duduk di depan kursi teras sambil memangku Robin. Walau rautnya penasaran akan keberadaan embernya, Tini duduk di kursi plastik sambil menepuk-nepuk paha Robin yang kembali terlelap.

Anak perempuan Bu Nani keluar kamar. Tak sengaja, Tini langsung bersitatap dengan wanita itu.

“Setiap hari kalo ngeliatin orang nggak ada sopannya,” ujar anak Bu Nani.

Bu Nani melongokkan kepalanya keluar kamar dan menatap Tini. “Bukan cuma ngeliat orang aja yang nggak sopan. Pakaiannya juga kayak gitu. Orang sekali ngeliat aja, pasti udah tau siapa yang nggak bener.” Bu Nani tak mengatakan itu pada Tini. Tapi, berbicara pada anaknya dengan suara keras.

Merasa tak senang dengan yang dikatakan tetangganya, Tini mulai mengeraskan rahang. Ibu dan anak ternyata sama saja, pikirnya.

“Kalian ngomong sama siapa? Aku? Ngomongnya ngeliat ke sini! Jangan nggak jelas gitu. Beraninya, kok, nyindir-nyindir. Aku nggak ada ganggu kalian, tapi setiap hari kayaknya nggak puas cari masalah. Kalau nggak suka liat muka aku, jangan tinggal di sini.” Kemurkaan Tini yang bertumpuk-tumpuk kepada para tetangganya akhirnya tumpah ruah. Ia menggendong Robin dan berdiri mendatangi pintu kamar Bu Nani.

“Kamu yang pindah dari sini. Kamu, kan, termasuk penghuni baru. Harusnya lebih tau diri. Kerjaan kamu itu udah nggak bener. Pakai acara bawa laki-laki ke kamar. Bikin kos-kosan ini namanya jadi jelek. Cari aja sana tempat tinggal yang lebih bebas. Jadi nggak bikin seluruh penghuni dapet cap yang sama!” sergah Bu Nani.

Wajah Tini merah padam. Ia berdiri menggendong Robin dan menghadapi ibu-anak yang sedang mencercanya.

“Urusannya sama kamu apa? Hinaan kamu itu, sudah berapa lama dipendam? Kayaknya dendam banget. Apa pun kerjaanku, urusannya sama kamu apa? Kenapa ngeributin urusan satu kos-kosan? Kenapa nggak nyalon jadi presiden aja? Biar bisa ngurus satu negara. Nanggung!” umpat Tini. Karena umpatannya barusan, Robin menggeliat di gendongan, lalu membuka mata.

Tini mulai berkeringat, karena menggendong Robin yang tubuhnya lumayan tegap. Karena bocah laki-laki itu terbangun, ia mengubah posisi gendongannya. Namun, ia belum beranjak dari depan pintu kamar.

“Carikan dia kerja yang bener. Coba tanya restoran di tempat kamu. Siapa tau ada lowongan.” Bu Nani berbicara pada anak perempuannya. “Mungkin aja dia nggak bisa nyari sendiri kerjaan yang lebih baik.” Saat mengucapkan kata ‘dia’ Bu Nani menunjuk Tini dengan mulutnya.

“Restoran tempatku lagi nggak ada lowongan. Kayaknya juga nggak cocok untuk dia,” sahut anak Bu Nani.

Mata Tini memerah. Sudah berkaca-kaca. Perkataan ibu dan anak di depannya sangat menyakitkan. Terkadang, yang menambah beban memang bukan masalah yang sedang dihadapi, tapi penghakiman dari orang sekeliling. Tak apa kalau merasa dirinya paling benar. Yang aneh itu, merasa semua orang lebih buruk. Air mata Tini meleleh.

“Bu Tini,” panggil Robin, mengusap pipi Tini.

“Aku denger dari tadi berisik banget,” ucap suara perempuan dari balik tubuh Tini.

Tini memutar tubuh, lalu memandang Dijah yang rambutnya digulung handuk. Tangan kiri wanita itu membawa sebuah ember yang berisi peralatan mandi, sabun colek, beserta sikat pakaian. Itu adalah ember yang diletakkannya di depan pintu untuk menjebak Dijah.

“Siapa kamu? Ikut-ikutan. Kamu juga tiap hari pulangnya malem terus. Kerjaan kamu apa? Sama kayak dia? Orang nggak bener yang nggak mau dinasehati. Masih muda, harusnya denger kalau orang tua ngasi nasehat.” Bu Nani beralih untuk mencerca Dijah yang baru tiba di depan pintu kamarnya.

“Iya. Kerjaanku juga belum bener. Masih di café remang-remang, nganter minuman. Ngelewatin meja Mbak ini.” Dijah menunjuk wajah anak Bu Nani. “Mbak ini susunya lagi diremes-remes sama bapak-bapak. Aku nggak mungkin salah liat. Aku udah hapal muka tamu di café itu. Bapak yang ngeremes susu kemarin, tamu negeri Jiran, kan? Orangnya pelit. Jangan mau!” kata Dijah sambil membetulkan handuk di kepalanya.

“Masih sama-sama numpang dan bayar di tempat orang. Enggak usah saling ngusir. Meski Mbak ini—” Dijah menepuk pundak Tini—“bawa cowoknya ke kamar, itu hak dia. Tubuhnya sendiri. Kalau nggak berisik, aku nggak masalah. Walau tingkahnya begini, Mbak Tini ini baik. Aku liat setiap pagi, dia mau jagain anak tetangganya. Hidupnya nggak mikirin diri sendiri aja, kok.”

Tangis Tini terhenti. Ia tak tahu harus senang atau sedih mendengar ucapan tetangganya barusan. Tapi, yang jelas ia tak berani mengakui bahwa ember yang berada di tangan Dijah adalah miliknya. Ia hanya menoleh memandang Dijah yang sedang mengulurkan tangan pada Robin.

Bu Nani memucat dan menatap tajam anaknya. Anak perempuannya terlihat salah tingkah.

“Oh, iya. Baru inget! Nama tamunya Pak Sukdev. Hati-hati, Mbak. Katanya Pak Sukdev suka nyoba dari belakang. Si Mami pernah. Mataharinya sakit sampe seminggu. Jijik aku,” kata Dijah. Wanita itu lalu mengangkat ember ke depan Tini.

“Ini ember kamu, ya? Enggak dipake? Buat aku aja, ya. Lumayan ini, aku nggak ada ember buat bilas pakaian.” Dijah tersenyum-senyum memandang ember oranye di tangannya.

Tini mengangguk. “Iya, buat kamu aja." Tini lalu berbalik dan menggandeng Dijah pergi dari depan pintu kamar Bu Nani.

“Kamu malem kerja di café?” tanya Tini pada Dijah.

“Iya. Di café remang-remang komplek pertokoan seberang mall. Kenapa?” tanya Dijah.

“Itu, kan, malem. Kalau pagi, kamu ke mana?” tanya Tini, penasaran dengan ritme hidup tetangganya.

“Kalau pagi aku mulung di tempat pembuangan sampah. Agak siangan, aku jemput anakku sekolah. Kadang aku langsung ke rumah. Kenapa? Kamu lagi butuh kerjaan? Di café lumayan, dapetnya lima puluh ribu. Tapi kamu bakal kurang tidur,” ujar Dijah.

“Kamu mulung?” tanya Tini. Dijah duduk di kursi plastik, lalu membuka handuk di kepalanya. Wanita itu mengangguk.

“Enggak kerja di tempat lain? Lebih lumayan,” ucap Tini.

“Tapi, harus ngikutin jam kerja, kan? Aku nggak bisa. Kalau pagi aku mau jemput anakku sekolah. Bapakku nggak bisa diharap,” tukas Dijah tertawa kecil.

Tini terdiam. Wanita yang datang dengan wajah babak belur beberapa waktu yang lalu, bisa tertawa menceritakan soal bapaknya yang tak bisa diharapkan. Pekerjaannya memulung sampah, tapi wanita itu mengatakannya dengan sangat santai.

Selama ini, Tini tak pernah merasa terusik hatinya akan kehadiran seseorang. Pagi itu, Dijah menyenggol sisi dirinya yang paling dalam.

Dan ternyata, perkataan Dijah tak hanya mengusik hatinya. Tapi juga keluarga Bu Nani. Terbukti, beberapa hari kemudian, keluarga itu mengosongkan kamar di seberang.

To Be Continued

Terpopuler

Comments

Myue89

Myue89

Pantes Tini usil tiap Bara nginep kandang ayam. Balas budi ternyata wkwk

2023-12-22

5

Yuliana Purnomo

Yuliana Purnomo

skak mat,,by nani

2023-12-20

0

Ummi Khai

Ummi Khai

nah kan, bu Nani oh bu Nani ternyata anakmu gak lebih baik dari Tini. kalo ngomong udah kayak paling bener aja buu 🙄
gemes pgn tak cubit ginjalnya 😣

2023-06-24

0

lihat semua
Episodes
1 1. Calon Legenda
2 2. Terpincang-pincang
3 3. Kutangkap Kau Dengan Desah
4 4. Harusnya Tanpa Air Mata
5 5. Pak Paijo
6 6. Terciptanya Legenda Desa Cokro
7 7. Perkenalan Kandang Ayam
8 8. Awal Dunia Malam
9 9. Ratapan Berbalut Senyum
10 10. Hidup Di Antara Hitam Dan Putih
11 11. Pembuktian Diri
12 12. Musuh Baru
13 13. Namaku Tini Suketi
14 14. Berita Dari Posyandu
15 15. Awal Mula Terlena
16 16. Awal Kisah Itu
17 17. Perang Dingin
18 18. Mengusik Hati
19 19. Penghuni Satunya
20 20. Tentang Asti
21 21. Penghuni Baru Dengan Speaker
22 22. Calon Legenda Kos-kosan
23 23. Percakapan Tini dan Boy
24 24. Mengukuhkan Sejarah
25 25. Awalnya Persahabatan
26 26. Pengalaman Pertama Dan Terakhir
27 27. Pelajaran Hari Itu
28 28. Titik Balik Kandang Ayam
29 29. Refleksi Hidup
30 30. Kunjungan Sahabat
31 31. Tentang Agus Soang
32 32. Ternyata, Laki-laki itu.
33 33. Pilihan Pertama
34 34. Pilihan Kedua
35 35. Pilihan Ketiga (1)
36 36. Pilihan Ketiga (2)
37 37. Ngalor-Ngidul Pertemuan
38 38. Peran Budhe Tini
39 39. Persekutuan
40 40. Minggu Pagi
41 41. Tak Perlu Taktik
42 42. Kebiasaan Baru Tini
43 43. Efek Puasa Rokok (1)
44 44. Efek Puasa Rokok (2)
45 45. Sore Pertama
46 46. Tini Sebenarnya
47 47. Kebimbangan Tini
48 48. Usaha Untuk Bertahan
49 49. Tini Baik-baik Saja
50 50. Hari Melelahkan
51 51. Hati Nurani Tini (1)
52 52. Hati Nurani Tini (2)
53 53. Obrolan Pria
54 54. Gombal Halus Tini
55 55. Harinya Tini
56 56. Ujian Mental Tini
57 57. Hari Mengeluh
58 58. Kebimbangan Tini
59 59. Mulai Serius
60 60. Dugaan Tini
61 61. Ternyata Wibi
62 62. Melangkah Maju
63 63. Perpisahan
64 64. Katanya Rahasia
65 65. Training Hari Pertama
66 66. Menyerap Ilmu
67 67. Dari Yang Paling Ahli
68 68. Idola Pertama Tini
69 69. Rangkuman Tini
70 70. Penghilang Lelah Tini
71 71. Kumpul Keluarga Kandang Ayam
72 72. Riuh Makan Malam
73 73. Tini Melayang
74 74. Bagi-bagi Rejeki
75 75. Dandanan Tini
76 76. Percakapan Serius
77 77. Calon-calon Ipar
78 78. Terbacanya Taktik Tini
79 79. Hebohnya Hari Tini
80 80. Awal Perjalanan Dimulai
81 81. Renungan Perjalanan
82 82. Keluarga Calon Mertua (1)
83 83. Keluarga Calon Mertua (2)
84 84. Pesona Surabaya dan Kamu
85 85. Jatuh Cinta Yang Sebenarnya
86 86. Pamitan
87 87. Desa Cokro (1)
88 88. Desa Cokro (2)
89 89. Desa Cokro (3)
90 90. Desa Cokro (4)
91 91. Bersama Keluarga Baru
92 92. Menjamu Tamu
93 93. Rencana Pamer
94 94. Mendampingi Bapak
95 95. Saatnya Serius
96 96. Obrolan Tengah Malam
97 97. Perpisahan Sementara
98 98. Obrolan Dalam Perjalanan
99 99. Mematangkan Rencana
100 100. Banyak Rencana
101 101. Tugas yang Sesungguhnya
102 102. Meningkatkan Kualitas Diri
103 103. Kunjungan Profesional Tini
104 104. Nostalgia Versi Tini
105 105. Keberhasilan Pertama
106 106. Rapat Darurat
107 107. Hasil Keputusan Rapat
108 108. Ide Brilian Tini
109 109. Harap-harap Cemas
110 110. Akhirnya Milik Tini
111 111. Kartu Undangan
112 112. Keterkejutan
113 113. Orang-orang Penting Bagi Tini
114 114. Pengobat Rindu
115 115. Hari Halal Tini Wibi (1)
116 116. Hari Halal Tini Wibi (2)
117 117. Hari Halal Tini Wibi (3)
118 118. Tamu Yang Ditunggu
119 119. Dayat Unjuk Gigi
120 120. Pertemuan Para Tamu
121 121. Akhir Pesta Tini
122 122. Tak Sabar
123 123. Setelah Senampan Hidangan
124 124. Teman Saling Mengisi
125 125. Pagi Pertama
126 126. Tetangga Misterius
127 127. Kesan Pesan Tini
128 128. Rangkuman Obrolan
129 129. Hidup Tini Sekarang
130 130. Perpisahan Selalu Ada
131 131. Melangkah Bersama
132 132. Makan Layaknya Keluarga Besar
133 133. Wisuda Evi
134 134. Makan Siang Kelulusan
135 135. Bapak Mengantar Dayat
136 136. Sekilas Kehidupan Baru Dayat
137 137. Keresahan Hidup Lainnya
138 138. Asti Mengantarkan Kartu Undangan
139 139. Masih Dengan Kekhawatiran
140 140. Sebuah Kabar
141 141. Di Balik Cerita
142 142. Pelukan Bahagia
143 143. Kebahagiaan Pada Waktunya
144 144. Sempurna Buat Masing-masing
145 145. Rangkuman Kebahagiaan
146 146. Sekilas Masa Depan
147 147. Akhir Kisah Tini Suketi
Episodes

Updated 147 Episodes

1
1. Calon Legenda
2
2. Terpincang-pincang
3
3. Kutangkap Kau Dengan Desah
4
4. Harusnya Tanpa Air Mata
5
5. Pak Paijo
6
6. Terciptanya Legenda Desa Cokro
7
7. Perkenalan Kandang Ayam
8
8. Awal Dunia Malam
9
9. Ratapan Berbalut Senyum
10
10. Hidup Di Antara Hitam Dan Putih
11
11. Pembuktian Diri
12
12. Musuh Baru
13
13. Namaku Tini Suketi
14
14. Berita Dari Posyandu
15
15. Awal Mula Terlena
16
16. Awal Kisah Itu
17
17. Perang Dingin
18
18. Mengusik Hati
19
19. Penghuni Satunya
20
20. Tentang Asti
21
21. Penghuni Baru Dengan Speaker
22
22. Calon Legenda Kos-kosan
23
23. Percakapan Tini dan Boy
24
24. Mengukuhkan Sejarah
25
25. Awalnya Persahabatan
26
26. Pengalaman Pertama Dan Terakhir
27
27. Pelajaran Hari Itu
28
28. Titik Balik Kandang Ayam
29
29. Refleksi Hidup
30
30. Kunjungan Sahabat
31
31. Tentang Agus Soang
32
32. Ternyata, Laki-laki itu.
33
33. Pilihan Pertama
34
34. Pilihan Kedua
35
35. Pilihan Ketiga (1)
36
36. Pilihan Ketiga (2)
37
37. Ngalor-Ngidul Pertemuan
38
38. Peran Budhe Tini
39
39. Persekutuan
40
40. Minggu Pagi
41
41. Tak Perlu Taktik
42
42. Kebiasaan Baru Tini
43
43. Efek Puasa Rokok (1)
44
44. Efek Puasa Rokok (2)
45
45. Sore Pertama
46
46. Tini Sebenarnya
47
47. Kebimbangan Tini
48
48. Usaha Untuk Bertahan
49
49. Tini Baik-baik Saja
50
50. Hari Melelahkan
51
51. Hati Nurani Tini (1)
52
52. Hati Nurani Tini (2)
53
53. Obrolan Pria
54
54. Gombal Halus Tini
55
55. Harinya Tini
56
56. Ujian Mental Tini
57
57. Hari Mengeluh
58
58. Kebimbangan Tini
59
59. Mulai Serius
60
60. Dugaan Tini
61
61. Ternyata Wibi
62
62. Melangkah Maju
63
63. Perpisahan
64
64. Katanya Rahasia
65
65. Training Hari Pertama
66
66. Menyerap Ilmu
67
67. Dari Yang Paling Ahli
68
68. Idola Pertama Tini
69
69. Rangkuman Tini
70
70. Penghilang Lelah Tini
71
71. Kumpul Keluarga Kandang Ayam
72
72. Riuh Makan Malam
73
73. Tini Melayang
74
74. Bagi-bagi Rejeki
75
75. Dandanan Tini
76
76. Percakapan Serius
77
77. Calon-calon Ipar
78
78. Terbacanya Taktik Tini
79
79. Hebohnya Hari Tini
80
80. Awal Perjalanan Dimulai
81
81. Renungan Perjalanan
82
82. Keluarga Calon Mertua (1)
83
83. Keluarga Calon Mertua (2)
84
84. Pesona Surabaya dan Kamu
85
85. Jatuh Cinta Yang Sebenarnya
86
86. Pamitan
87
87. Desa Cokro (1)
88
88. Desa Cokro (2)
89
89. Desa Cokro (3)
90
90. Desa Cokro (4)
91
91. Bersama Keluarga Baru
92
92. Menjamu Tamu
93
93. Rencana Pamer
94
94. Mendampingi Bapak
95
95. Saatnya Serius
96
96. Obrolan Tengah Malam
97
97. Perpisahan Sementara
98
98. Obrolan Dalam Perjalanan
99
99. Mematangkan Rencana
100
100. Banyak Rencana
101
101. Tugas yang Sesungguhnya
102
102. Meningkatkan Kualitas Diri
103
103. Kunjungan Profesional Tini
104
104. Nostalgia Versi Tini
105
105. Keberhasilan Pertama
106
106. Rapat Darurat
107
107. Hasil Keputusan Rapat
108
108. Ide Brilian Tini
109
109. Harap-harap Cemas
110
110. Akhirnya Milik Tini
111
111. Kartu Undangan
112
112. Keterkejutan
113
113. Orang-orang Penting Bagi Tini
114
114. Pengobat Rindu
115
115. Hari Halal Tini Wibi (1)
116
116. Hari Halal Tini Wibi (2)
117
117. Hari Halal Tini Wibi (3)
118
118. Tamu Yang Ditunggu
119
119. Dayat Unjuk Gigi
120
120. Pertemuan Para Tamu
121
121. Akhir Pesta Tini
122
122. Tak Sabar
123
123. Setelah Senampan Hidangan
124
124. Teman Saling Mengisi
125
125. Pagi Pertama
126
126. Tetangga Misterius
127
127. Kesan Pesan Tini
128
128. Rangkuman Obrolan
129
129. Hidup Tini Sekarang
130
130. Perpisahan Selalu Ada
131
131. Melangkah Bersama
132
132. Makan Layaknya Keluarga Besar
133
133. Wisuda Evi
134
134. Makan Siang Kelulusan
135
135. Bapak Mengantar Dayat
136
136. Sekilas Kehidupan Baru Dayat
137
137. Keresahan Hidup Lainnya
138
138. Asti Mengantarkan Kartu Undangan
139
139. Masih Dengan Kekhawatiran
140
140. Sebuah Kabar
141
141. Di Balik Cerita
142
142. Pelukan Bahagia
143
143. Kebahagiaan Pada Waktunya
144
144. Sempurna Buat Masing-masing
145
145. Rangkuman Kebahagiaan
146
146. Sekilas Masa Depan
147
147. Akhir Kisah Tini Suketi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!