20. Tentang Asti

Dijah mengisi piring dengan nasi putih, selembar telur dadar dan tumisan kacang panjang bercampur tempe ke atas piring. Sambil menutup pintu dengan asal, ia bergegas kembali ke kamar Asti.

Tini muncul kembali di ambang pintu Asti sambil memegang segelas besar teh manis hangat yang baru saja dibuatnya.

“Sudah berapa hari kamu sakit? Sudah ada minum obat?” tanya Dijah, duduk di tepi ranjang dengan piring di tangannya.

“Belum, Mbak. Kepalaku terlalu pusing. Jadi, aku tidur dulu. Mbak siapa? Namanya ....” Asti bangkit dari berbaringnya.

“Aku Tini, penunggu kos-kosan ini. Udah lumayan lama di sini. Tapi, lebih lama lagi ibu-ibu di seberang kamar kamu ini. Saking lamanya, kemungkinan besar dia lahir dan dibesarkan di sini,” ujar Tini.

“Apa kau bilang? Kupatahkan leher kau nanti, Tini!” maki Mak Robin. Wanita itu baru muncul dengan sepapan obat demam. “Kelen bawa makan-minum, nggak ada yang bawa obat, kan?” tanya Mak Robin.

Asti duduk bersandar ke dinding. Wajahnya pucat.

“Makan dulu, Asti ... atau minum dulu tehnya. Sini, Tin!” panggil Dijah pada Tini.

“Mbak yang ini namanya Dijah. Dia juga sudah lumayan lama di sini, tapi jarang keliatan kalau siang.” Tini duduk di lantai bersandar ke dinding menghadap Dijah yang sedang menyendok makanan ke mulut Asti.

“Aku makan sendiri aja, Mbak. Enggak enak, aku ngerepotin,” kata Asti. Ia mengambil piring dari tangan Dijah dan mulai menyendokkan nasi ke mulutnya.

“Kau masih kuliah, ya, Asti?” tanya Mak Robin.

“Iya—” Asti terdiam karena tidak tahu harus memanggil apa kepada Mak Robin.

“Panggil Mak Robin aja. Mamak si Robin,” kata Tini.

“Iya. Aku anak kuliahan. Aku baru pindah dari kos-kosan di deket kampus. Tapi di sana harganya mahal. Aku mau bantu bapakku meringankan biaya. Ibuku baru meninggal. Bapak nebus ibu dari rumah sakit keluar banyak uang,” ujar Asti. Air matanya meleleh sambil ia menyuapkan nasi ke mulut.

Dijah hanya diam tak menjawab. Sedangkan Tini, bangkit dan menarik lengan Dijah untuk menggantikan posisi di tepi tempat tidur.

“Ya, udah. Kalau mau cerita, kami semua dengerin. Cerita aja, biar lebih lega.” Tini mengusap-usap bahu Asti.

“Aku anak paling besar—”

“Sama,” potong Tini.

“Ibuku sakit parah dan lama di rumah sakit, Mbak ....”

“Sama juga,” kata Tini.

“Aku punya dua adik. Mereka semua masih sekolah,” kata Asti, mengusap air matanya.

“Sebenernya nggak enak mau motong. Tapi itu juga sama,” ujar Tini.

“Bapakku itu mandor pabrik—”

“Untuk yang ini nggak sama. Meski aku kepinginnya sama,” sahut Tini.

“Gak bisa diam dulu mulut kau? Tadi kau suruh dia cerita biar tenang. Tapi dia cakap kau potong terus!” sergah Mak Robin.

“Ya, aku cuma bilang sama. Semua manusia kalau merasa senasib itu pasti bisa cepet akrab,” cetus Tini.

Dijah hanya diam memandang Asti yang memakan sedikit lauk yang dimasaknya tadi. Dua butir telur yang didadarnya untuk makan siang dan malam. Yang baru dimakan Asti harusnya untuk makan malam. Tapi, berbagi sedikit tak akan membuatnya bertambah miskin. Dia memang sudah miskin, pikirnya.

Asti memasukkan suapan terakhir ke mulutnya.

“Masakan Mbak Dijah enak,” kata Asti. “Aku udah lama nggak makan masakan rumahan. Biasanya beli,” sambungnya lagi.

“Laper ternyata, bukan sakit.” Tini mengambil piring kosong dari tangan Asti.

“Sakit juga, Tin. Badannya panas,” kata Dijah. Ia mengambil cangkir teh dan menyerahkannya pada Asti. “Minum selagi hangat. Biar kamu keringetan,” pinta Dijah.

Asti menuruti perkataan ketiga tetua lantai satu yang menjamu dan menerimanya layak keluarga. Wajahnya yang tadi pucat, mulai bersemu merah seiring dengan dahinya yang berkeringat.

“Kemarin, waktu aku nyampe di sini, Mbak Tini nggak keliatan. Mbak Dijah juga,” tukas Asti.

“Aku pasti lagi kerja. Dijah juga kerjanya malem,” sahut Tini.

“Kerja di mana, Mbak? Rambutnya warna gitu? Apa enggak ditegur kantornya?” tanya Asti.

“Aku berkantor di sebuah karaoke. Karaokenya itu ada di hotel. Siapa yang mau negur aku? Yang ada mereka yang bisa keteguran, kalau negur aku.” Tini mengambil gelas kosong dari tangan Asti.

“Kerjanya gimana Mbak? Memang harus malam?” tanya Asti dengan polosnya.

Tini mengatupkan mulutnya. Sesudah memiliki tetangga yang sangat pintar mengungkapkan isi pikirannya seperti Bu Nani, ternyata memiliki tetangga polos pun cukup melelahkan.

Tini menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya. “Karaoke tempatku itu memang khusus malam. Sekarang aku jadi pemandu lagu. Jadi, tamu karaoke itu bukan hanya mencari perempuan untuk di anu-anuin. Tapi, ada juga yang memesan wanita untuk menjadi penyemarak dalam ruangan. Nyanyi, joget, yang kayak gitu. Sejak pohon uangku tumbang, aku udah nggak mau lagi megang-megang burung. Makanya aku harus mewarnai rambutku kayak gini. Biar di gelapnya ruangan kibasan rambutku akan selalu terlihat.”

“Kerja malam, ya, Mbak ....” Asti menerima sebutir obat yang baru disobekkan Mak Robin dari kemasannya.

“Iya, dia kerja malam. Dijah juga kerja malam. Makanya orang ini berdua seringkali dibilang loonte.” Mak Robin kembali ke ambang pintu untuk melihat Robin di halaman. Lalu, ia kembali melanjutkan ucapannya.

“Kemarin, anak lantai dua ada lagi yang kudengar nyanyi lagu yang sama. Lagu Bento si Iwan Fals, diganti liriknya. Pas kata Bento itu, diganti dengan kata loonte. Awalnya aku nggak merhatiin, tapi setiap kelen pulang malam, atau baru bangun pagi, dia lewat sini pasti dinyanyikannya. Tapi, aku nggak tau pasti. Untuk si Tini atau si Dijah.” Mak Robin menatap Tini dan Dijah bergantian.

“Ya, ampun. Apa aku ada musuh lagi? Padahal aku belum jadi artis beneran, tapi musuhku berserakan di mana-mana. Apa para perempuan di lantai dua itu iri ngeliat aku punya cowok ganteng?” Tini mengatakan itu dengan setengah melamun.

“Kalo alasannya si Gatot, aku nggak percaya, Tini. Besok-besoklah aku perhatikan lagi, ya. Aku juga penasaran siapa yang dimaksudkannya itu. Nanti kalo udah pasti, aku kasih tau sama kelen.” Mak Robin kembali memandang Tini dan Dijah bergantian.

“Kamu ini udah kayak kompor, Mak. Jangan-jangan ini dulunya musuh kamu juga. Kamu sedang memanfaatkan kami berdua untuk menyingkirkan musuh-musuhmu di sini. Ngaku kamu,” tuduh Tini menatap Mak Robin.

“Muncung kau itu, Tini. Kalo si Robin ini belum ngerti, udah kuputarkan dari dulu kepala si Nani itu. Karena udah pandelah muncung si Robin mengadu makanya aku jaga kelakuan,” sergah Mak Robin pada Tini.

Mendengarkan percakapan antara Tini dan Mak Robin membuat Asti tertawa. Sedangkan Dijah hanya mengulas senyum tipis, tapi raut wajahnya sedang berpikir.

“Yang nyanyi itu perempuan umur 20-an, ya, Mak? Rambutnya ikal diwarnai kuning?” Dijah memandang Mak Robin.

Asti dan Tini terdiam memandang wajah Dijah. Mak Robin mengangguk mengiyakan pertanyaan wanita itu.

“Iya. Kok tau kau? Berarti nyindir kau, ya? Lagu itu untuk kau?” tanya Mak Robin memastikan.

Dijah mengangguk.

“Kenapa pula? Kayaknya santai aja hidup kau selama ini. Di sini pun kau jarang,” tukas Mak Robin. Ia memang bingung, soalnya Dijah selalu terlihat santai. Jarang sekali wanita itu membicarakan sesuatu yang menyangkut urusan pribadinya.

“Cowoknya perempuan itu sering godain aku. Aku sebenarnya nggak peduli. Tapi cowoknya ini sampai ngikutin aku naik motor. Aku nggak suka. Sampai aku berantem di tepi jalan sama cowoknya. Terus dia ngeliat. Aku di kata ngerebut cowoknya dia. Padahal cowoknya udah pernah aku lempar batu, ternyata nggak jera juga. Sekarang ceweknya malah kayak gitu. Biarin aja, Mak. Aku belum terganggu,” ucap Dijah dengan wajah datar.

To Be Continued

Terpopuler

Comments

ardan

ardan

puaraahhh tebakannya tini, benerjuga tuh wkwkwk 😅

2024-04-18

0

ardan

ardan

ceriwis kau tin, simak aja dulu bentaran, knapa juga nimpalin mulu hehe 🤣

2024-04-18

0

Fitria Ningsih

Fitria Ningsih

kumat...kumat wkwk

2024-03-25

0

lihat semua
Episodes
1 1. Calon Legenda
2 2. Terpincang-pincang
3 3. Kutangkap Kau Dengan Desah
4 4. Harusnya Tanpa Air Mata
5 5. Pak Paijo
6 6. Terciptanya Legenda Desa Cokro
7 7. Perkenalan Kandang Ayam
8 8. Awal Dunia Malam
9 9. Ratapan Berbalut Senyum
10 10. Hidup Di Antara Hitam Dan Putih
11 11. Pembuktian Diri
12 12. Musuh Baru
13 13. Namaku Tini Suketi
14 14. Berita Dari Posyandu
15 15. Awal Mula Terlena
16 16. Awal Kisah Itu
17 17. Perang Dingin
18 18. Mengusik Hati
19 19. Penghuni Satunya
20 20. Tentang Asti
21 21. Penghuni Baru Dengan Speaker
22 22. Calon Legenda Kos-kosan
23 23. Percakapan Tini dan Boy
24 24. Mengukuhkan Sejarah
25 25. Awalnya Persahabatan
26 26. Pengalaman Pertama Dan Terakhir
27 27. Pelajaran Hari Itu
28 28. Titik Balik Kandang Ayam
29 29. Refleksi Hidup
30 30. Kunjungan Sahabat
31 31. Tentang Agus Soang
32 32. Ternyata, Laki-laki itu.
33 33. Pilihan Pertama
34 34. Pilihan Kedua
35 35. Pilihan Ketiga (1)
36 36. Pilihan Ketiga (2)
37 37. Ngalor-Ngidul Pertemuan
38 38. Peran Budhe Tini
39 39. Persekutuan
40 40. Minggu Pagi
41 41. Tak Perlu Taktik
42 42. Kebiasaan Baru Tini
43 43. Efek Puasa Rokok (1)
44 44. Efek Puasa Rokok (2)
45 45. Sore Pertama
46 46. Tini Sebenarnya
47 47. Kebimbangan Tini
48 48. Usaha Untuk Bertahan
49 49. Tini Baik-baik Saja
50 50. Hari Melelahkan
51 51. Hati Nurani Tini (1)
52 52. Hati Nurani Tini (2)
53 53. Obrolan Pria
54 54. Gombal Halus Tini
55 55. Harinya Tini
56 56. Ujian Mental Tini
57 57. Hari Mengeluh
58 58. Kebimbangan Tini
59 59. Mulai Serius
60 60. Dugaan Tini
61 61. Ternyata Wibi
62 62. Melangkah Maju
63 63. Perpisahan
64 64. Katanya Rahasia
65 65. Training Hari Pertama
66 66. Menyerap Ilmu
67 67. Dari Yang Paling Ahli
68 68. Idola Pertama Tini
69 69. Rangkuman Tini
70 70. Penghilang Lelah Tini
71 71. Kumpul Keluarga Kandang Ayam
72 72. Riuh Makan Malam
73 73. Tini Melayang
74 74. Bagi-bagi Rejeki
75 75. Dandanan Tini
76 76. Percakapan Serius
77 77. Calon-calon Ipar
78 78. Terbacanya Taktik Tini
79 79. Hebohnya Hari Tini
80 80. Awal Perjalanan Dimulai
81 81. Renungan Perjalanan
82 82. Keluarga Calon Mertua (1)
83 83. Keluarga Calon Mertua (2)
84 84. Pesona Surabaya dan Kamu
85 85. Jatuh Cinta Yang Sebenarnya
86 86. Pamitan
87 87. Desa Cokro (1)
88 88. Desa Cokro (2)
89 89. Desa Cokro (3)
90 90. Desa Cokro (4)
91 91. Bersama Keluarga Baru
92 92. Menjamu Tamu
93 93. Rencana Pamer
94 94. Mendampingi Bapak
95 95. Saatnya Serius
96 96. Obrolan Tengah Malam
97 97. Perpisahan Sementara
98 98. Obrolan Dalam Perjalanan
99 99. Mematangkan Rencana
100 100. Banyak Rencana
101 101. Tugas yang Sesungguhnya
102 102. Meningkatkan Kualitas Diri
103 103. Kunjungan Profesional Tini
104 104. Nostalgia Versi Tini
105 105. Keberhasilan Pertama
106 106. Rapat Darurat
107 107. Hasil Keputusan Rapat
108 108. Ide Brilian Tini
109 109. Harap-harap Cemas
110 110. Akhirnya Milik Tini
111 111. Kartu Undangan
112 112. Keterkejutan
113 113. Orang-orang Penting Bagi Tini
114 114. Pengobat Rindu
115 115. Hari Halal Tini Wibi (1)
116 116. Hari Halal Tini Wibi (2)
117 117. Hari Halal Tini Wibi (3)
118 118. Tamu Yang Ditunggu
119 119. Dayat Unjuk Gigi
120 120. Pertemuan Para Tamu
121 121. Akhir Pesta Tini
122 122. Tak Sabar
123 123. Setelah Senampan Hidangan
124 124. Teman Saling Mengisi
125 125. Pagi Pertama
126 126. Tetangga Misterius
127 127. Kesan Pesan Tini
128 128. Rangkuman Obrolan
129 129. Hidup Tini Sekarang
130 130. Perpisahan Selalu Ada
131 131. Melangkah Bersama
132 132. Makan Layaknya Keluarga Besar
133 133. Wisuda Evi
134 134. Makan Siang Kelulusan
135 135. Bapak Mengantar Dayat
136 136. Sekilas Kehidupan Baru Dayat
137 137. Keresahan Hidup Lainnya
138 138. Asti Mengantarkan Kartu Undangan
139 139. Masih Dengan Kekhawatiran
140 140. Sebuah Kabar
141 141. Di Balik Cerita
142 142. Pelukan Bahagia
143 143. Kebahagiaan Pada Waktunya
144 144. Sempurna Buat Masing-masing
145 145. Rangkuman Kebahagiaan
146 146. Sekilas Masa Depan
147 147. Akhir Kisah Tini Suketi
Episodes

Updated 147 Episodes

1
1. Calon Legenda
2
2. Terpincang-pincang
3
3. Kutangkap Kau Dengan Desah
4
4. Harusnya Tanpa Air Mata
5
5. Pak Paijo
6
6. Terciptanya Legenda Desa Cokro
7
7. Perkenalan Kandang Ayam
8
8. Awal Dunia Malam
9
9. Ratapan Berbalut Senyum
10
10. Hidup Di Antara Hitam Dan Putih
11
11. Pembuktian Diri
12
12. Musuh Baru
13
13. Namaku Tini Suketi
14
14. Berita Dari Posyandu
15
15. Awal Mula Terlena
16
16. Awal Kisah Itu
17
17. Perang Dingin
18
18. Mengusik Hati
19
19. Penghuni Satunya
20
20. Tentang Asti
21
21. Penghuni Baru Dengan Speaker
22
22. Calon Legenda Kos-kosan
23
23. Percakapan Tini dan Boy
24
24. Mengukuhkan Sejarah
25
25. Awalnya Persahabatan
26
26. Pengalaman Pertama Dan Terakhir
27
27. Pelajaran Hari Itu
28
28. Titik Balik Kandang Ayam
29
29. Refleksi Hidup
30
30. Kunjungan Sahabat
31
31. Tentang Agus Soang
32
32. Ternyata, Laki-laki itu.
33
33. Pilihan Pertama
34
34. Pilihan Kedua
35
35. Pilihan Ketiga (1)
36
36. Pilihan Ketiga (2)
37
37. Ngalor-Ngidul Pertemuan
38
38. Peran Budhe Tini
39
39. Persekutuan
40
40. Minggu Pagi
41
41. Tak Perlu Taktik
42
42. Kebiasaan Baru Tini
43
43. Efek Puasa Rokok (1)
44
44. Efek Puasa Rokok (2)
45
45. Sore Pertama
46
46. Tini Sebenarnya
47
47. Kebimbangan Tini
48
48. Usaha Untuk Bertahan
49
49. Tini Baik-baik Saja
50
50. Hari Melelahkan
51
51. Hati Nurani Tini (1)
52
52. Hati Nurani Tini (2)
53
53. Obrolan Pria
54
54. Gombal Halus Tini
55
55. Harinya Tini
56
56. Ujian Mental Tini
57
57. Hari Mengeluh
58
58. Kebimbangan Tini
59
59. Mulai Serius
60
60. Dugaan Tini
61
61. Ternyata Wibi
62
62. Melangkah Maju
63
63. Perpisahan
64
64. Katanya Rahasia
65
65. Training Hari Pertama
66
66. Menyerap Ilmu
67
67. Dari Yang Paling Ahli
68
68. Idola Pertama Tini
69
69. Rangkuman Tini
70
70. Penghilang Lelah Tini
71
71. Kumpul Keluarga Kandang Ayam
72
72. Riuh Makan Malam
73
73. Tini Melayang
74
74. Bagi-bagi Rejeki
75
75. Dandanan Tini
76
76. Percakapan Serius
77
77. Calon-calon Ipar
78
78. Terbacanya Taktik Tini
79
79. Hebohnya Hari Tini
80
80. Awal Perjalanan Dimulai
81
81. Renungan Perjalanan
82
82. Keluarga Calon Mertua (1)
83
83. Keluarga Calon Mertua (2)
84
84. Pesona Surabaya dan Kamu
85
85. Jatuh Cinta Yang Sebenarnya
86
86. Pamitan
87
87. Desa Cokro (1)
88
88. Desa Cokro (2)
89
89. Desa Cokro (3)
90
90. Desa Cokro (4)
91
91. Bersama Keluarga Baru
92
92. Menjamu Tamu
93
93. Rencana Pamer
94
94. Mendampingi Bapak
95
95. Saatnya Serius
96
96. Obrolan Tengah Malam
97
97. Perpisahan Sementara
98
98. Obrolan Dalam Perjalanan
99
99. Mematangkan Rencana
100
100. Banyak Rencana
101
101. Tugas yang Sesungguhnya
102
102. Meningkatkan Kualitas Diri
103
103. Kunjungan Profesional Tini
104
104. Nostalgia Versi Tini
105
105. Keberhasilan Pertama
106
106. Rapat Darurat
107
107. Hasil Keputusan Rapat
108
108. Ide Brilian Tini
109
109. Harap-harap Cemas
110
110. Akhirnya Milik Tini
111
111. Kartu Undangan
112
112. Keterkejutan
113
113. Orang-orang Penting Bagi Tini
114
114. Pengobat Rindu
115
115. Hari Halal Tini Wibi (1)
116
116. Hari Halal Tini Wibi (2)
117
117. Hari Halal Tini Wibi (3)
118
118. Tamu Yang Ditunggu
119
119. Dayat Unjuk Gigi
120
120. Pertemuan Para Tamu
121
121. Akhir Pesta Tini
122
122. Tak Sabar
123
123. Setelah Senampan Hidangan
124
124. Teman Saling Mengisi
125
125. Pagi Pertama
126
126. Tetangga Misterius
127
127. Kesan Pesan Tini
128
128. Rangkuman Obrolan
129
129. Hidup Tini Sekarang
130
130. Perpisahan Selalu Ada
131
131. Melangkah Bersama
132
132. Makan Layaknya Keluarga Besar
133
133. Wisuda Evi
134
134. Makan Siang Kelulusan
135
135. Bapak Mengantar Dayat
136
136. Sekilas Kehidupan Baru Dayat
137
137. Keresahan Hidup Lainnya
138
138. Asti Mengantarkan Kartu Undangan
139
139. Masih Dengan Kekhawatiran
140
140. Sebuah Kabar
141
141. Di Balik Cerita
142
142. Pelukan Bahagia
143
143. Kebahagiaan Pada Waktunya
144
144. Sempurna Buat Masing-masing
145
145. Rangkuman Kebahagiaan
146
146. Sekilas Masa Depan
147
147. Akhir Kisah Tini Suketi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!