9. Ratapan Berbalut Senyum

Tini masih berdiri mematung di depan ruang akuarium. Pandangannya bersitatap dengan Warni. Ia menelan ludahnya cepat-cepat. Banyak sekali pertanyaan berjejalan di dalam kepalanya. Soal Pak Alie, soal Warni yang terlihat akan pergi dari tempat itu meninggalkannya.

Tini memandang amplop cokelat di tangan Warni yang terlihat sangat tebal. Apa saja yang dilakukan wanita itu selama ini, sampai-sampai orang asing mau memberinya uang sebanyak itu?

“Katanya harus hidup bener, Mbak.” Tini masih memandang amplop cokelat.

Warni terkekeh-kekeh. “Kayak hidup si Alie udah bener aja,” sahut Warni. “Aku mau pulang, Tin. Kayaknya aku nggak balik ke sini lagi. Inget, kamu jangan belagak kayak anak baru. Kamu harus lebih ngegas kalau ngomong. Bisa?” tanya Warni.

Tentu saja Warni yang baru bertemu dengan Tini dua kali, tak mengetahui soal tabiat Tini yang terbiasa berbicara keras. Tini hanya menjaga kelakuannya di depan orang baru. Ia khawatir salah bicara lagi. Tapi, jika memang tempat itu mengharuskannya berkelakuan demikian, ia yakin bisa. Apa susahnya berbicara keras dan lantang pada orang lain. Ia hanya tinggal menjadi dirinya sendiri.

“Pak Alie masih punya keluarga? Kenapa mainnya ke tempat kayak gini?” tanya Tini.

“Karena kalau main ke playground, dia kuatir dikira bocah. Ya, menurut kamu kenapa? Pak Alie itu istrinya udah meninggal. Anaknya semua kaya dan jarang jenguk dia di rumah. Yang perempuan tadi, asistennya. Pak Alie ini, pengusaha kelapa sawit. Berminyak pokoknya,” tukas Warni. “Kamu pinter-pinter ngambil hatinya dia. Dia nggak pelit. Pegang susu sebentar, aku dikasi satu juta. Itu masih dia yang megang. Kalau kamu yang megang ditambah satu lagu romantis, kamu bisa dapet tiga juta satu malam.”

“Wah, ada paket bundling juga ternyata.” Tini mengangguk-angguk.

“Ya, sudah. Liat itu,” Warni menunjuk Pak Alie yang masih terlihat di lorong. “Kita sudah ngobrol lama, dia baru nyampe sana.” Warni terkikik geli.

“Ringkih,” gumam Tini.

“Makanya, kamu lembutin. Jangan dibentak, nanti meninggal sakit jantung.” Warni kembali tertawa. “Aku balik dulu, Tin. Good luck. Kamu nanti pasti jago dandan. Kalau ada ketemu laki-laki pakai jas yang badannya gemuk, liat badge namanya. Itu Pak Binsar. Manager operasional di sini. Dia nggak genit karena udah jeleh liat perempuan. Ya, udah. Sana!” seru Warni. Ia lalu memutar tubuhnya dan melambai pada Tini.

Itu adalah kali terakhir Tini bertemu dengan Warni. Wanita itu kembali ke kampung halamannya, dan tak pernah muncul lagi di kos kandang ayam. Pesan-pesan dari Warni menjadi acuan buat Tini di tempat itu. Dan ucapan wanita itu terbukti saat Tini mempraktekkannya.

Malam pertama Tini bekerja di karaoke itu, ia langsung menuju ruangan tempat Pak Alie menghilang. Tini sedikit lega karena melihat asisten pria itu tak ikut masuk ke dalam. Ia tak bisa membayangkan bagaimana seorang perempuan bisa tega melihat perempuan lain menjual jasa esek-esek di bawah tatapannya. Tini merasa akan risi sekali.

“Bisa nyanyi?” tanya Pak Alie.

“Bisa, tapi lagu dangdut. Apa Bapak suka?” tanya Tini. Ia duduk di sofa dengan jarak setengah meter dari Pak Alie.

“Suka—suka, deket sini. Jangan jauh-jauh.” Pak Alie memanggil Tini dengan gerakan tangannya seperti memanggil bocah.

Tini menggeser duduknya agar lebih mendekat. Ia baru akan menarik napas, tiba-tiba tangan Pak Alie memencet dadanya kiri-kanan sekilas.

“Asli ternyata. Bagus ini,” kata Pak Alie. Seperti dokter bedah plastik yang baru saja sukses memasangkan implan di dada pasiennya. Raut Pak Alie terlihat biasa saja.

Tini membeku, lalu menunduk memandang dadanya yang baru saja ternoda diremat oleh seorang lelaki uzur beraroma minyak rambut. Teringat akan perkataan Warni, ia lalu mengambil remote yang tergeletak di atas meja. Menekan semua tombol untuk mempelajari semua fungsinya.

Seorang pelayan masuk mengantarkan minuman dan menyusunnya di atas meja. Tini masih pura-pura sibuk. Bertemu dengan pria muda di dalam ruangan gelap, saat sedang bersama pria tua, bukan cita-cita Tini. Apalagi pelayan yang mengantar minuman itu bertubuh bagus dan wajahnya lumayan ganteng.

Akhirnya, setelah menekan semua tombol remote ke arah televisi, Tini menemukan satu lagu yang dianggapnya paling pas untuk suasana hatinya malam itu. Musik mengalun, dan Tini mengisi gelas tinggi langsing dengan sebuah botol yang ada di sana. Sebelum menuangkan minuman ke gelas, ia sedikit heran dengan mulut botol yang disumbat dengan irisan jeruk nipis.

“Caranya begini,” kata Pak Alie tiba-tiba. Ternyata pria tua itu memperhatikan kebingungan Tini. “Ini namanya Corona Beer. Rasanya agak pait makanya dikasi jeruk untuk diperaskan. Kamu nyanyi,” tutur Pak Alie yang mengambil gelas kosong dari tangan Tini. Pria itu mengibaskan tangannya, meminta Tini bernyanyi.

Lalu dengan sigap, Tini kembali mengambil mic dan memencet tombol play pada remote. Musik mengalun dan Tini mendekatkan mic ke dekat mulutnya. Ia memajukan sedikit letak duduknya menghadap layar televisi besar. Dari ekor matanya, ia melihat kalau Pak Alie tengah bersandar menyesap bir dan ikut menatap layar televisi dengan santai.

Tini mulai bernyanyi.

Kowe lunga ninggalke aku ning kene

(Engkau pergi meninggalkanku di sini)

Wis kebacut ambyar, ambyar kaya ngene

(Sudah terlanjur hancur, hancur seperti ini)

Manise janjimu jebule mung ana lambe

(Manisnya janjimu ternyata di bibir saja)

Wis kebacut ambyar, ambyar koyo ngene

(Sudah terlanjur hancur, hancur begini)

Ning apa kowe tega nyiksa aku kaya ngene

(Tapi apa kau tega menyiksaku seperti ini)

Sapa sing ra gela

(Siapa yang tak kecewa)

en digawe kuciwa

(Jika dibikin kecewa)

Ambyar

(Hancur)

(Ambyar – Didi Kempot)

Kalau hanya soal bernyanyi, buat Tini bukan hal yang terlalu baru. Dia termasuk sosok yang rajin berinvestasi amplop dan sebuah lagu di setiap resepsi tetangga, ataupun teman-temannya. Dalam seminggu saja, kadang ia bisa mendatangi resepsi di dua tempat. Dengan harapan sederhana, jika suatu saat ia nanti menggelar resepsi pernikahannya, orang-orang juga bakal meringankan langkah untuk datang.

Tini bisa bernyanyi, tapi bekalnya dari desa hanyalah lagu-lagu dangdut. Ia belum familiar dengan lagu pop dan lagu barat yang menjadi lagu wajib saat berada di ruang karaoke.

Suaranya memang tidak terlalu bagus, tapi masih aman didengar oleh manusia. Pak Alie menikmati tembang Tini yang dinyanyikannya dari hati paling dalam. Meski dengan nada riang, lagu itu keluar dari bibir Tini benar-benar menyayat hati. Tak sadar, air matanya meleleh ke pipi.

Tini merasa menjadi manusia paling menyedihkan. Dikhianati kekasih dan sahabatnya, jauh dari keluarga, dan yang paling parah, kehabisan uang hingga harus berakhir di tempat karaoke bersama seorang kakek tua.

Rupanya Pak Alie mengamati kemuraman yang dibawa Tini ke ruangan itu.

“Putus cinta?” tanya laki-laki tua itu langsung.

Tini hanya diam, menoleh pada Pak Alie.

“Yang kemarin sudah nggak bisa dirubah lagi. Urusi yang hari ini aja. Kamu ngapain sedih? Orang yang di sana belum tentu menyesal menyakiti kamu. Saya yang kaya, kalau mati mungkin cuma diingat seminggu sama anak-cucu. Selebihnya mereka hidup seperti biasa. Jadi, nikmati hidup untuk hari ini. Kalau sudah masuk peti, saya nggak bisa minum bir.” Pak Alie terkekeh-kekeh karena hal yang baru diucapkannya.

Tini mengernyit. Merasa sebal dengan orang tua yang sok tau dengan perasaan dan isi hatinya. Tapi, tak bisa ia pungkiri bahwa semua hal yang dikatakan pria tua di sebelahnya itu benar adanya.

Sedikit rasa senang karena Pak Alie tak macam-macam lagi setelah tadi memencet dadanya sekilas, Tini mengambil botol air mineral dan membukanya. Pak Alie ternyata masih waras, pikirnya. Tak terlalu gila dengan kemesuman. Namun, napasnya belum lagi habis dihelanya semua. Pak Alie tiba-tiba beringsut mendekatinya dan tangan pria itu meraba resleting celananya sendiri.

“Pegang-pegang aja. Nanti kamu saya kasi modal untuk mengawali hidup di kota. Inget, lho, kamu laper nggak akan ada yang ngasi makan.” Pria itu menurunkan bagian depan pakaian dalamnya. Dan seketika Tini menoleh untuk melihat benda yang mau dipamerkan pria itu.

Kulit tangan Pak Alie saja sudah keriput dan kisut. Saat memandang setumpuk kecil benda yang dinilai Tini lebih mirip jengger ayam Puput, ia malah memandang pria tua itu dengan iba.

Dengan menyingkirkan hati nurani dan mengenyampingkan rasa malu pada diri sendiri, Tini menahan untuk tak mengernyit jijik. Perlahan ia mulai menyentuh benda mungil yang tergantung mirip gantungan kunci itu.

To Be Continued

Terpopuler

Comments

DEWI ANTIKA

DEWI ANTIKA

ngakak gw

2024-03-30

0

Fitria Ningsih

Fitria Ningsih

wkwk jengger Puput wkwk

2024-03-24

0

Lulu Imaroh

Lulu Imaroh

geli bngt g sih🤣🤣

2024-03-14

0

lihat semua
Episodes
1 1. Calon Legenda
2 2. Terpincang-pincang
3 3. Kutangkap Kau Dengan Desah
4 4. Harusnya Tanpa Air Mata
5 5. Pak Paijo
6 6. Terciptanya Legenda Desa Cokro
7 7. Perkenalan Kandang Ayam
8 8. Awal Dunia Malam
9 9. Ratapan Berbalut Senyum
10 10. Hidup Di Antara Hitam Dan Putih
11 11. Pembuktian Diri
12 12. Musuh Baru
13 13. Namaku Tini Suketi
14 14. Berita Dari Posyandu
15 15. Awal Mula Terlena
16 16. Awal Kisah Itu
17 17. Perang Dingin
18 18. Mengusik Hati
19 19. Penghuni Satunya
20 20. Tentang Asti
21 21. Penghuni Baru Dengan Speaker
22 22. Calon Legenda Kos-kosan
23 23. Percakapan Tini dan Boy
24 24. Mengukuhkan Sejarah
25 25. Awalnya Persahabatan
26 26. Pengalaman Pertama Dan Terakhir
27 27. Pelajaran Hari Itu
28 28. Titik Balik Kandang Ayam
29 29. Refleksi Hidup
30 30. Kunjungan Sahabat
31 31. Tentang Agus Soang
32 32. Ternyata, Laki-laki itu.
33 33. Pilihan Pertama
34 34. Pilihan Kedua
35 35. Pilihan Ketiga (1)
36 36. Pilihan Ketiga (2)
37 37. Ngalor-Ngidul Pertemuan
38 38. Peran Budhe Tini
39 39. Persekutuan
40 40. Minggu Pagi
41 41. Tak Perlu Taktik
42 42. Kebiasaan Baru Tini
43 43. Efek Puasa Rokok (1)
44 44. Efek Puasa Rokok (2)
45 45. Sore Pertama
46 46. Tini Sebenarnya
47 47. Kebimbangan Tini
48 48. Usaha Untuk Bertahan
49 49. Tini Baik-baik Saja
50 50. Hari Melelahkan
51 51. Hati Nurani Tini (1)
52 52. Hati Nurani Tini (2)
53 53. Obrolan Pria
54 54. Gombal Halus Tini
55 55. Harinya Tini
56 56. Ujian Mental Tini
57 57. Hari Mengeluh
58 58. Kebimbangan Tini
59 59. Mulai Serius
60 60. Dugaan Tini
61 61. Ternyata Wibi
62 62. Melangkah Maju
63 63. Perpisahan
64 64. Katanya Rahasia
65 65. Training Hari Pertama
66 66. Menyerap Ilmu
67 67. Dari Yang Paling Ahli
68 68. Idola Pertama Tini
69 69. Rangkuman Tini
70 70. Penghilang Lelah Tini
71 71. Kumpul Keluarga Kandang Ayam
72 72. Riuh Makan Malam
73 73. Tini Melayang
74 74. Bagi-bagi Rejeki
75 75. Dandanan Tini
76 76. Percakapan Serius
77 77. Calon-calon Ipar
78 78. Terbacanya Taktik Tini
79 79. Hebohnya Hari Tini
80 80. Awal Perjalanan Dimulai
81 81. Renungan Perjalanan
82 82. Keluarga Calon Mertua (1)
83 83. Keluarga Calon Mertua (2)
84 84. Pesona Surabaya dan Kamu
85 85. Jatuh Cinta Yang Sebenarnya
86 86. Pamitan
87 87. Desa Cokro (1)
88 88. Desa Cokro (2)
89 89. Desa Cokro (3)
90 90. Desa Cokro (4)
91 91. Bersama Keluarga Baru
92 92. Menjamu Tamu
93 93. Rencana Pamer
94 94. Mendampingi Bapak
95 95. Saatnya Serius
96 96. Obrolan Tengah Malam
97 97. Perpisahan Sementara
98 98. Obrolan Dalam Perjalanan
99 99. Mematangkan Rencana
100 100. Banyak Rencana
101 101. Tugas yang Sesungguhnya
102 102. Meningkatkan Kualitas Diri
103 103. Kunjungan Profesional Tini
104 104. Nostalgia Versi Tini
105 105. Keberhasilan Pertama
106 106. Rapat Darurat
107 107. Hasil Keputusan Rapat
108 108. Ide Brilian Tini
109 109. Harap-harap Cemas
110 110. Akhirnya Milik Tini
111 111. Kartu Undangan
112 112. Keterkejutan
113 113. Orang-orang Penting Bagi Tini
114 114. Pengobat Rindu
115 115. Hari Halal Tini Wibi (1)
116 116. Hari Halal Tini Wibi (2)
117 117. Hari Halal Tini Wibi (3)
118 118. Tamu Yang Ditunggu
119 119. Dayat Unjuk Gigi
120 120. Pertemuan Para Tamu
121 121. Akhir Pesta Tini
122 122. Tak Sabar
123 123. Setelah Senampan Hidangan
124 124. Teman Saling Mengisi
125 125. Pagi Pertama
126 126. Tetangga Misterius
127 127. Kesan Pesan Tini
128 128. Rangkuman Obrolan
129 129. Hidup Tini Sekarang
130 130. Perpisahan Selalu Ada
131 131. Melangkah Bersama
132 132. Makan Layaknya Keluarga Besar
133 133. Wisuda Evi
134 134. Makan Siang Kelulusan
135 135. Bapak Mengantar Dayat
136 136. Sekilas Kehidupan Baru Dayat
137 137. Keresahan Hidup Lainnya
138 138. Asti Mengantarkan Kartu Undangan
139 139. Masih Dengan Kekhawatiran
140 140. Sebuah Kabar
141 141. Di Balik Cerita
142 142. Pelukan Bahagia
143 143. Kebahagiaan Pada Waktunya
144 144. Sempurna Buat Masing-masing
145 145. Rangkuman Kebahagiaan
146 146. Sekilas Masa Depan
147 147. Akhir Kisah Tini Suketi
Episodes

Updated 147 Episodes

1
1. Calon Legenda
2
2. Terpincang-pincang
3
3. Kutangkap Kau Dengan Desah
4
4. Harusnya Tanpa Air Mata
5
5. Pak Paijo
6
6. Terciptanya Legenda Desa Cokro
7
7. Perkenalan Kandang Ayam
8
8. Awal Dunia Malam
9
9. Ratapan Berbalut Senyum
10
10. Hidup Di Antara Hitam Dan Putih
11
11. Pembuktian Diri
12
12. Musuh Baru
13
13. Namaku Tini Suketi
14
14. Berita Dari Posyandu
15
15. Awal Mula Terlena
16
16. Awal Kisah Itu
17
17. Perang Dingin
18
18. Mengusik Hati
19
19. Penghuni Satunya
20
20. Tentang Asti
21
21. Penghuni Baru Dengan Speaker
22
22. Calon Legenda Kos-kosan
23
23. Percakapan Tini dan Boy
24
24. Mengukuhkan Sejarah
25
25. Awalnya Persahabatan
26
26. Pengalaman Pertama Dan Terakhir
27
27. Pelajaran Hari Itu
28
28. Titik Balik Kandang Ayam
29
29. Refleksi Hidup
30
30. Kunjungan Sahabat
31
31. Tentang Agus Soang
32
32. Ternyata, Laki-laki itu.
33
33. Pilihan Pertama
34
34. Pilihan Kedua
35
35. Pilihan Ketiga (1)
36
36. Pilihan Ketiga (2)
37
37. Ngalor-Ngidul Pertemuan
38
38. Peran Budhe Tini
39
39. Persekutuan
40
40. Minggu Pagi
41
41. Tak Perlu Taktik
42
42. Kebiasaan Baru Tini
43
43. Efek Puasa Rokok (1)
44
44. Efek Puasa Rokok (2)
45
45. Sore Pertama
46
46. Tini Sebenarnya
47
47. Kebimbangan Tini
48
48. Usaha Untuk Bertahan
49
49. Tini Baik-baik Saja
50
50. Hari Melelahkan
51
51. Hati Nurani Tini (1)
52
52. Hati Nurani Tini (2)
53
53. Obrolan Pria
54
54. Gombal Halus Tini
55
55. Harinya Tini
56
56. Ujian Mental Tini
57
57. Hari Mengeluh
58
58. Kebimbangan Tini
59
59. Mulai Serius
60
60. Dugaan Tini
61
61. Ternyata Wibi
62
62. Melangkah Maju
63
63. Perpisahan
64
64. Katanya Rahasia
65
65. Training Hari Pertama
66
66. Menyerap Ilmu
67
67. Dari Yang Paling Ahli
68
68. Idola Pertama Tini
69
69. Rangkuman Tini
70
70. Penghilang Lelah Tini
71
71. Kumpul Keluarga Kandang Ayam
72
72. Riuh Makan Malam
73
73. Tini Melayang
74
74. Bagi-bagi Rejeki
75
75. Dandanan Tini
76
76. Percakapan Serius
77
77. Calon-calon Ipar
78
78. Terbacanya Taktik Tini
79
79. Hebohnya Hari Tini
80
80. Awal Perjalanan Dimulai
81
81. Renungan Perjalanan
82
82. Keluarga Calon Mertua (1)
83
83. Keluarga Calon Mertua (2)
84
84. Pesona Surabaya dan Kamu
85
85. Jatuh Cinta Yang Sebenarnya
86
86. Pamitan
87
87. Desa Cokro (1)
88
88. Desa Cokro (2)
89
89. Desa Cokro (3)
90
90. Desa Cokro (4)
91
91. Bersama Keluarga Baru
92
92. Menjamu Tamu
93
93. Rencana Pamer
94
94. Mendampingi Bapak
95
95. Saatnya Serius
96
96. Obrolan Tengah Malam
97
97. Perpisahan Sementara
98
98. Obrolan Dalam Perjalanan
99
99. Mematangkan Rencana
100
100. Banyak Rencana
101
101. Tugas yang Sesungguhnya
102
102. Meningkatkan Kualitas Diri
103
103. Kunjungan Profesional Tini
104
104. Nostalgia Versi Tini
105
105. Keberhasilan Pertama
106
106. Rapat Darurat
107
107. Hasil Keputusan Rapat
108
108. Ide Brilian Tini
109
109. Harap-harap Cemas
110
110. Akhirnya Milik Tini
111
111. Kartu Undangan
112
112. Keterkejutan
113
113. Orang-orang Penting Bagi Tini
114
114. Pengobat Rindu
115
115. Hari Halal Tini Wibi (1)
116
116. Hari Halal Tini Wibi (2)
117
117. Hari Halal Tini Wibi (3)
118
118. Tamu Yang Ditunggu
119
119. Dayat Unjuk Gigi
120
120. Pertemuan Para Tamu
121
121. Akhir Pesta Tini
122
122. Tak Sabar
123
123. Setelah Senampan Hidangan
124
124. Teman Saling Mengisi
125
125. Pagi Pertama
126
126. Tetangga Misterius
127
127. Kesan Pesan Tini
128
128. Rangkuman Obrolan
129
129. Hidup Tini Sekarang
130
130. Perpisahan Selalu Ada
131
131. Melangkah Bersama
132
132. Makan Layaknya Keluarga Besar
133
133. Wisuda Evi
134
134. Makan Siang Kelulusan
135
135. Bapak Mengantar Dayat
136
136. Sekilas Kehidupan Baru Dayat
137
137. Keresahan Hidup Lainnya
138
138. Asti Mengantarkan Kartu Undangan
139
139. Masih Dengan Kekhawatiran
140
140. Sebuah Kabar
141
141. Di Balik Cerita
142
142. Pelukan Bahagia
143
143. Kebahagiaan Pada Waktunya
144
144. Sempurna Buat Masing-masing
145
145. Rangkuman Kebahagiaan
146
146. Sekilas Masa Depan
147
147. Akhir Kisah Tini Suketi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!