12. Musuh Baru

Tini menatap lekat wajah anak laki-laki itu. Ia lalu duduk di tangga, persis di sebelah anak laki-laki Maisaroh. “Nama kamu siapa?” tanya Tini.

“Namaku Ardi, Mbak.” Ardi mengamati wajah wanita yang duduk di sebelahnya.

“Ardi, ibu kamu itu temen saya. Kami sama-sama pelayan di restoran. Yang nganter-nganter makanan. Yang nyatet-nyatet pesanan tamu. Sekarang jam kerja ibu kamu belum berakhir. Sebentar lagi pasti keluar.”

“Enggak boleh liat ke dalem? Aku kepingin ngeliat ibu kerja,” jawab Ardi, memandang wajah Tini.

Tini menggeleng-geleng. “Enggak, nggak boleh. Jangan. Nanti ibu kamu malah ditegur sama atasan. Atasan kami itu galak. Sering ngomel kalau saya dan ibu kamu sedang ngobrol.” Tini meringis mendengar ucapannya.

Ardi mengangguk tanda mengerti. Bocah laki-laki yang sesaat lalu terlihat akan bangkit berlari ke dalam, kemudian kembali duduk mendekap lututnya.

“Sekolah kelas berapa?” tanya Tini.

“Aku kelas empat, Mbak.” Ardi menjawab itu dengan hanya menoleh sekilas pada Tini.

“Badan kamu panas?” tanya Tini seraya memegang dahi Ardi. Tini lalu mengangguk sebelum anak laki-laki itu sempat menjawab. Badannya memang terasa sedikit panas di bawah punggung tangannya. Tini lalu meraih tasnya dan merogoh dompet tempat ia menyimpan uang.

Tini mengambil sepuluh lembar uang pecahan lima puluh ribu, lalu memasukkannya ke dalam genggaman tangan Ardi.

“Buat apa, Mbak?”

“Pegang aja. Jangan dikasih ke siapa-siapa di sini. Kalau ada yang nanya-nanya kamu, bilang ibu kamu sebentar lagi datang. Itu uang buat berobat, buat makan enak. Kamu makan yang banyak, beli buah juga. Ibu kamu lagi kerja di dalem. Sebantar lagi pasti keluar. Ditunggu aja, ya. Jangan ke mana-mana, lho. Saya masuk dulu,” jelas Tini seraya bangkit dari duduknya.

“Ibu namanya siapa? Nanti ibuku pasti nanya, uangnya dari mana.” Ardi kembali memandang segulung uang yang berada di dalam genggamannya.

“Wah, kamu ini. Dikasi duit malah manggil saya, Ibu.” Tini berdecak-decak.

“Jadi, Mbak aja?” tanya Ardi polos.

“Mbak aja. Saya merasa lebih muda.” Tini terkikik sebentar. “Bilang aja ke ibu kamu, dikasi teman ibu yang sering bercanda di kamar mandi. Ibu kamu pasti tau. Ya, udah. Mbak masuk dulu, ya. Hati-hati di sini.” Tini lalu melambai dan masuk ke dalam.

Beberapa hari kemudian, Tini sudah melupakan kejadian soal bertemu dengan anak Maisaroh. Ia bekerja seperti biasa dan masuk seperti biasa. Tetap bertemu Pak Alie dan fokus menambah pundi-pundi uangnya.

Ternyata, Maisaroh tidak masuk selama beberapa hari. Pak Binsar mengatakan kalau Maisaroh izin untuk merawat anaknya yang sedang sakit. Dan dua hari kemudian, saat Tini sedang berdandan di kamar mandi, ia melihat Maisaroh masuk melalui pantulan cermin.

Tini diam, tak mengajak wanita itu bicara. Ia fokus menyelesaikan dandanannya. Saat sedang menggoreskan pensil alis untuk menebalkan alis matanya yang tipis, Maisaroh menoleh pada Tini.

“Bukan gitu cara makenya. Bisa terlalu tebal. Apalagi pensil alisnya warna item. Kenapa nggak beli spidol sekalian?” sungut Maisaroh, mengambil pensil alis dari tangan Tini.

“Ya, aku bisanya kayak gini. Kalau kamu mau ngajarin, ya, ajarin. Jangan ngejek,” tukas Tini.

Maisaroh berdecak, kemudian mengambil tisu basah dari dalam tasnya dan menghapus alis Tini yang hitam tebal seperti lintah yang menempel.

“Biar tingginya rata, kamu harus ukur pakai pensil alismu dulu. Terus dikasi titik.” Maisaroh memiringkan pensil alis dari garis telinga Tini paling atas, hingga ke atas sudut mata.

Tini diam menyimak saat Maisaroh memiringkan kepalanya dan memberi titik di kedua ujung alisnya, kiri dan kanan.

“Kamu bedaknya pakai apa?” tanya Maisaroh.

“Kelly,” jawab Tini. “Aku sudah lama pakai bedak ini,” jawab Tini.

“Tapi kalau keringetan, muka kamu belang-belang kayak zebra. Sudah ada uang, beli kosmetik yang bener. Biar aku ajarin dandan,” kata Maisaroh.

“Aku nggak pinter milihnya. Enggak ngerti,” jawab Tini. Tangan Maisaroh menggambar alis yang ramping dan proporsional untuk membentuk raut wajah Tini.

“Kamu mau aku temenin?” tanya Maisaroh.

“Mau, kalau nggak merepotkan.” Cara jitu menyingkirkan musuh adalah dengan menjadikannya teman.

Tini merasa lebih baik dekat dengan Maisaroh. Seseorang yang tidak dikenalnya, kemudian menjadi musuh, lalu menjadi temannya. Dibanding dengan seorang teman yang begitu dekat, namun hanya dalam waktu semalam menjadi musuhnya.

“Hari Minggu siang, aku temenin kamu beli makeup. Biar aku pilihin yang cocok dan nggak mahal,” ucap Maisaroh.

Tini bersorak dalam hati. Walau kemarin-kemarin ia tak menyukai Maisaroh, tapi Tini memang tidak benar-benar membenci wanita itu.

Bagi Tini, ia tak ada alasan membenci Maisaroh. Ia tak punya urusan pribadi, selain urusan mengusap burung Pak Ali yang fenomenal.

Malam itu, wajah ini terlihat berbeda. Makeup-nya terlihat lebih ‘kota’. Maisaroh memakaikan sedikit bedak dan memoleskan lipstiknya ke bibir Tini.

Tini mematut wajahnya di depan cermin dengan raut terkesima. Ia merasa cantik sekali.

“Itu udah maksimal. Wajah kamu segitu aja jadinya,” ucap Maisaroh.

“Kamu mau bantu orang tapi nggak lupa menghina, ya.” Tini melirik Maisaroh yang langsung tertawa. “Ardi sudah sehat?” tanya Tini.

“Sudah. Dia minta beli mainan dari uang yang kamu kasi. Katanya dari Mbak. Ada yang nggak mau dipanggil ibu.”

Tini dan Maisaroh bertukar pandang melalui cermin. Kedua wanita itu lalu tertawa terbahak-bahak. Mulai malam itu persahabatan antara Tini dan Maisaroh dimulai. Tak ayal, Tini semakin betah bekerja di karaoke itu. Jam kerjanya tak menentu. Ia bisa datang sore dan pulang pukul sembilan malam. Bisa datang pukul sembilan malam dan pulang lewat tengah malam.

Apa yang dilakukan Tini, ternyata menarik perhatian salah satu penghuni kos yang letak kamarnya di seberang kamar Mak Robin.

Kerap pulang malam, jam bangun tidur Tini pun menjadi lebih siang. Ia menggunakan sebagian besar waktu paginya untuk tidur. Pukul sepuluh pagi, Tini baru membuka pintu kamar dengan sebuah cangkir yang berisi teh di tangan. Ia lalu menarik kursi plastik dan duduk di depan jendela kamar Mak Robin.

Pukul sepuluh biasanya Mak Robin akan keluar dan menitipkan anak pada Tini. Wanita itu akan memasak atau mencuci pakaian, sementara Tini seperti keharusan memangku dan memegangi Robin yang sedang aktif-aktifnya.

Wanita yang kira-kira berusia lebih tua dari Mak Robin, keluar dari kamarnya sedang menggandeng anak. Tini baru kali itu melihat, bahwa ternyata Mak Robin ternyata memiliki saingan. Wanita yang sudah tua, tapi memiliki anak kecil.

“Kamu ternyata yang anak baru di sini, ya? Jarang keliatan. Kerjaannya apa? Dunia malam?” Wanita itu tiba-tiba menghampiri Tini dan berkata yang mengejutkan.

“Iya, dunia malam. Kenapa? Ibu di dunia pagi?” Tini balik bertanya.

“Kerjaan nggak bener. Apa nggak sebaiknya nyari kerjaan yang bener? Nanti di akhirat gimana? Hidup bergelimang dosa,” tukas ibu di hadapannya.

Tini yang merasa nyawanya baru saja berkumpul dan teh yang dibuatnya belum sempat diteguk, merasakan emosinya naik ke puncak kepala. Mak Robin melihat gelagat aneh itu dari kejauhan. Ia buru-buru datang menghampiri dan mengambil Robin dari tangan Tini. Ia khawatir kalau Tini menjadikan Robin sebagai senjata untuk melempar wanita itu.

“Semua manusia, ya, bergelimang dosa. Kalau bergelimang wijen, itu onde-onde!” sergah Tini.

To Be Continued

Terpopuler

Comments

Fitria Ningsih

Fitria Ningsih

ondeh2 y tin

2024-03-24

0

Lulu Imaroh

Lulu Imaroh

bagus banget jawaban Tini.. semua orang punya dosa..cuma caranya yg berbeda..jangan sok suci😏

2024-03-14

0

Lulu Imaroh

Lulu Imaroh

good..gegara Tini ngasih duit anak maysaroh tu

2024-03-14

0

lihat semua
Episodes
1 1. Calon Legenda
2 2. Terpincang-pincang
3 3. Kutangkap Kau Dengan Desah
4 4. Harusnya Tanpa Air Mata
5 5. Pak Paijo
6 6. Terciptanya Legenda Desa Cokro
7 7. Perkenalan Kandang Ayam
8 8. Awal Dunia Malam
9 9. Ratapan Berbalut Senyum
10 10. Hidup Di Antara Hitam Dan Putih
11 11. Pembuktian Diri
12 12. Musuh Baru
13 13. Namaku Tini Suketi
14 14. Berita Dari Posyandu
15 15. Awal Mula Terlena
16 16. Awal Kisah Itu
17 17. Perang Dingin
18 18. Mengusik Hati
19 19. Penghuni Satunya
20 20. Tentang Asti
21 21. Penghuni Baru Dengan Speaker
22 22. Calon Legenda Kos-kosan
23 23. Percakapan Tini dan Boy
24 24. Mengukuhkan Sejarah
25 25. Awalnya Persahabatan
26 26. Pengalaman Pertama Dan Terakhir
27 27. Pelajaran Hari Itu
28 28. Titik Balik Kandang Ayam
29 29. Refleksi Hidup
30 30. Kunjungan Sahabat
31 31. Tentang Agus Soang
32 32. Ternyata, Laki-laki itu.
33 33. Pilihan Pertama
34 34. Pilihan Kedua
35 35. Pilihan Ketiga (1)
36 36. Pilihan Ketiga (2)
37 37. Ngalor-Ngidul Pertemuan
38 38. Peran Budhe Tini
39 39. Persekutuan
40 40. Minggu Pagi
41 41. Tak Perlu Taktik
42 42. Kebiasaan Baru Tini
43 43. Efek Puasa Rokok (1)
44 44. Efek Puasa Rokok (2)
45 45. Sore Pertama
46 46. Tini Sebenarnya
47 47. Kebimbangan Tini
48 48. Usaha Untuk Bertahan
49 49. Tini Baik-baik Saja
50 50. Hari Melelahkan
51 51. Hati Nurani Tini (1)
52 52. Hati Nurani Tini (2)
53 53. Obrolan Pria
54 54. Gombal Halus Tini
55 55. Harinya Tini
56 56. Ujian Mental Tini
57 57. Hari Mengeluh
58 58. Kebimbangan Tini
59 59. Mulai Serius
60 60. Dugaan Tini
61 61. Ternyata Wibi
62 62. Melangkah Maju
63 63. Perpisahan
64 64. Katanya Rahasia
65 65. Training Hari Pertama
66 66. Menyerap Ilmu
67 67. Dari Yang Paling Ahli
68 68. Idola Pertama Tini
69 69. Rangkuman Tini
70 70. Penghilang Lelah Tini
71 71. Kumpul Keluarga Kandang Ayam
72 72. Riuh Makan Malam
73 73. Tini Melayang
74 74. Bagi-bagi Rejeki
75 75. Dandanan Tini
76 76. Percakapan Serius
77 77. Calon-calon Ipar
78 78. Terbacanya Taktik Tini
79 79. Hebohnya Hari Tini
80 80. Awal Perjalanan Dimulai
81 81. Renungan Perjalanan
82 82. Keluarga Calon Mertua (1)
83 83. Keluarga Calon Mertua (2)
84 84. Pesona Surabaya dan Kamu
85 85. Jatuh Cinta Yang Sebenarnya
86 86. Pamitan
87 87. Desa Cokro (1)
88 88. Desa Cokro (2)
89 89. Desa Cokro (3)
90 90. Desa Cokro (4)
91 91. Bersama Keluarga Baru
92 92. Menjamu Tamu
93 93. Rencana Pamer
94 94. Mendampingi Bapak
95 95. Saatnya Serius
96 96. Obrolan Tengah Malam
97 97. Perpisahan Sementara
98 98. Obrolan Dalam Perjalanan
99 99. Mematangkan Rencana
100 100. Banyak Rencana
101 101. Tugas yang Sesungguhnya
102 102. Meningkatkan Kualitas Diri
103 103. Kunjungan Profesional Tini
104 104. Nostalgia Versi Tini
105 105. Keberhasilan Pertama
106 106. Rapat Darurat
107 107. Hasil Keputusan Rapat
108 108. Ide Brilian Tini
109 109. Harap-harap Cemas
110 110. Akhirnya Milik Tini
111 111. Kartu Undangan
112 112. Keterkejutan
113 113. Orang-orang Penting Bagi Tini
114 114. Pengobat Rindu
115 115. Hari Halal Tini Wibi (1)
116 116. Hari Halal Tini Wibi (2)
117 117. Hari Halal Tini Wibi (3)
118 118. Tamu Yang Ditunggu
119 119. Dayat Unjuk Gigi
120 120. Pertemuan Para Tamu
121 121. Akhir Pesta Tini
122 122. Tak Sabar
123 123. Setelah Senampan Hidangan
124 124. Teman Saling Mengisi
125 125. Pagi Pertama
126 126. Tetangga Misterius
127 127. Kesan Pesan Tini
128 128. Rangkuman Obrolan
129 129. Hidup Tini Sekarang
130 130. Perpisahan Selalu Ada
131 131. Melangkah Bersama
132 132. Makan Layaknya Keluarga Besar
133 133. Wisuda Evi
134 134. Makan Siang Kelulusan
135 135. Bapak Mengantar Dayat
136 136. Sekilas Kehidupan Baru Dayat
137 137. Keresahan Hidup Lainnya
138 138. Asti Mengantarkan Kartu Undangan
139 139. Masih Dengan Kekhawatiran
140 140. Sebuah Kabar
141 141. Di Balik Cerita
142 142. Pelukan Bahagia
143 143. Kebahagiaan Pada Waktunya
144 144. Sempurna Buat Masing-masing
145 145. Rangkuman Kebahagiaan
146 146. Sekilas Masa Depan
147 147. Akhir Kisah Tini Suketi
Episodes

Updated 147 Episodes

1
1. Calon Legenda
2
2. Terpincang-pincang
3
3. Kutangkap Kau Dengan Desah
4
4. Harusnya Tanpa Air Mata
5
5. Pak Paijo
6
6. Terciptanya Legenda Desa Cokro
7
7. Perkenalan Kandang Ayam
8
8. Awal Dunia Malam
9
9. Ratapan Berbalut Senyum
10
10. Hidup Di Antara Hitam Dan Putih
11
11. Pembuktian Diri
12
12. Musuh Baru
13
13. Namaku Tini Suketi
14
14. Berita Dari Posyandu
15
15. Awal Mula Terlena
16
16. Awal Kisah Itu
17
17. Perang Dingin
18
18. Mengusik Hati
19
19. Penghuni Satunya
20
20. Tentang Asti
21
21. Penghuni Baru Dengan Speaker
22
22. Calon Legenda Kos-kosan
23
23. Percakapan Tini dan Boy
24
24. Mengukuhkan Sejarah
25
25. Awalnya Persahabatan
26
26. Pengalaman Pertama Dan Terakhir
27
27. Pelajaran Hari Itu
28
28. Titik Balik Kandang Ayam
29
29. Refleksi Hidup
30
30. Kunjungan Sahabat
31
31. Tentang Agus Soang
32
32. Ternyata, Laki-laki itu.
33
33. Pilihan Pertama
34
34. Pilihan Kedua
35
35. Pilihan Ketiga (1)
36
36. Pilihan Ketiga (2)
37
37. Ngalor-Ngidul Pertemuan
38
38. Peran Budhe Tini
39
39. Persekutuan
40
40. Minggu Pagi
41
41. Tak Perlu Taktik
42
42. Kebiasaan Baru Tini
43
43. Efek Puasa Rokok (1)
44
44. Efek Puasa Rokok (2)
45
45. Sore Pertama
46
46. Tini Sebenarnya
47
47. Kebimbangan Tini
48
48. Usaha Untuk Bertahan
49
49. Tini Baik-baik Saja
50
50. Hari Melelahkan
51
51. Hati Nurani Tini (1)
52
52. Hati Nurani Tini (2)
53
53. Obrolan Pria
54
54. Gombal Halus Tini
55
55. Harinya Tini
56
56. Ujian Mental Tini
57
57. Hari Mengeluh
58
58. Kebimbangan Tini
59
59. Mulai Serius
60
60. Dugaan Tini
61
61. Ternyata Wibi
62
62. Melangkah Maju
63
63. Perpisahan
64
64. Katanya Rahasia
65
65. Training Hari Pertama
66
66. Menyerap Ilmu
67
67. Dari Yang Paling Ahli
68
68. Idola Pertama Tini
69
69. Rangkuman Tini
70
70. Penghilang Lelah Tini
71
71. Kumpul Keluarga Kandang Ayam
72
72. Riuh Makan Malam
73
73. Tini Melayang
74
74. Bagi-bagi Rejeki
75
75. Dandanan Tini
76
76. Percakapan Serius
77
77. Calon-calon Ipar
78
78. Terbacanya Taktik Tini
79
79. Hebohnya Hari Tini
80
80. Awal Perjalanan Dimulai
81
81. Renungan Perjalanan
82
82. Keluarga Calon Mertua (1)
83
83. Keluarga Calon Mertua (2)
84
84. Pesona Surabaya dan Kamu
85
85. Jatuh Cinta Yang Sebenarnya
86
86. Pamitan
87
87. Desa Cokro (1)
88
88. Desa Cokro (2)
89
89. Desa Cokro (3)
90
90. Desa Cokro (4)
91
91. Bersama Keluarga Baru
92
92. Menjamu Tamu
93
93. Rencana Pamer
94
94. Mendampingi Bapak
95
95. Saatnya Serius
96
96. Obrolan Tengah Malam
97
97. Perpisahan Sementara
98
98. Obrolan Dalam Perjalanan
99
99. Mematangkan Rencana
100
100. Banyak Rencana
101
101. Tugas yang Sesungguhnya
102
102. Meningkatkan Kualitas Diri
103
103. Kunjungan Profesional Tini
104
104. Nostalgia Versi Tini
105
105. Keberhasilan Pertama
106
106. Rapat Darurat
107
107. Hasil Keputusan Rapat
108
108. Ide Brilian Tini
109
109. Harap-harap Cemas
110
110. Akhirnya Milik Tini
111
111. Kartu Undangan
112
112. Keterkejutan
113
113. Orang-orang Penting Bagi Tini
114
114. Pengobat Rindu
115
115. Hari Halal Tini Wibi (1)
116
116. Hari Halal Tini Wibi (2)
117
117. Hari Halal Tini Wibi (3)
118
118. Tamu Yang Ditunggu
119
119. Dayat Unjuk Gigi
120
120. Pertemuan Para Tamu
121
121. Akhir Pesta Tini
122
122. Tak Sabar
123
123. Setelah Senampan Hidangan
124
124. Teman Saling Mengisi
125
125. Pagi Pertama
126
126. Tetangga Misterius
127
127. Kesan Pesan Tini
128
128. Rangkuman Obrolan
129
129. Hidup Tini Sekarang
130
130. Perpisahan Selalu Ada
131
131. Melangkah Bersama
132
132. Makan Layaknya Keluarga Besar
133
133. Wisuda Evi
134
134. Makan Siang Kelulusan
135
135. Bapak Mengantar Dayat
136
136. Sekilas Kehidupan Baru Dayat
137
137. Keresahan Hidup Lainnya
138
138. Asti Mengantarkan Kartu Undangan
139
139. Masih Dengan Kekhawatiran
140
140. Sebuah Kabar
141
141. Di Balik Cerita
142
142. Pelukan Bahagia
143
143. Kebahagiaan Pada Waktunya
144
144. Sempurna Buat Masing-masing
145
145. Rangkuman Kebahagiaan
146
146. Sekilas Masa Depan
147
147. Akhir Kisah Tini Suketi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!