6. Terciptanya Legenda Desa Cokro

Sebenarnya Pak Paijo bingung dengan apa yang akan dilakukan Tini. Tapi, melihat wanita itu kesulitan, tak mungkin ia diam saja. Pak Paijo mulai ikut menyeret batang pisang yang baru ditebas Tini.

“Kemarin, katanya aku cuma diminta nganter kamu aja ke terminal. Sekarang malah panen pisang. Enggak ngerti aku,” sungut Pak Paijo.

“Bisa diem dulu, nggak? Aku nggak tenang kerjanya. Ini mau buru-buru. Nanti keburu ada yang dateng. Evi juga bisa sadar kalau aku pergi bawa parang.” Setelah meletakkan satu batang pisang ke tepi jalan, Tini kembali masuk ke pepohonan dan menebas batang pisang yang lain. Lagi-lagi Pak Paijo membantunya dengan pertanyaan tak henti-henti.

Tini sudah bermandi peluh. Ia terengah-engah menatap lima batang pohon pisang besar yang tergeletak di tepi jalan menuju gang-gang kecil ke tempat tinggal para warga.

“Ayo, Pak. Sekali lagi bantu aku,” pinta Tini. “Letakkan semua batang pisang ini ke tengah jalan. Aku mau ambil batang kayu itu,” kata Tini, menunjuk batang kayu kering yang tergeletak di antara semak belukar.

Pak Paijo menyerah untuk bertanya. Untuk mempersingkat waktu, ia menyeret semua batang pisang itu ke tengah jalan. Setelah ia selesai membuat jalanan tak bisa dilewati, Tini datang dengan batang pohon cukup besar. Pak Paijo belum tersadar dengan apa yang dilakukan Tini. Pikirannya masih soal menyelesaikan pekerjaan itu agar bisa cepat mengantarkan Tini. Namun, saat Tini mengambil triplek besar dengan tulisan besar. Pak Paijo membelalakkan matanya.

“Dari sini suara hiburan organ tunggalnya hampir nggak kedengeran. Aman. Aku nggak perlu ribut-ribut. Cukup yang begini aja. Tapi, aku yakin ini pasti mengecewakan banyak orang. Terutama Coki yang berharap ngitung isi amplop malam nanti.” Tini berdecak puas menyeka keringatnya.

Menyadari kekacauan yang akan menggemparkan seluruh penghuni jalan, Pak Paijo berlari menuju motornya.

“Ayo pergi, Tin!” Pak Paijo menyalakan motornya dan menunggu Tini.

Tini tertawa sinis menatap tulisan yang dibuatnya kemarin malam. “Selamat menempuh hidup baru, Coki .... Janjimu akan kulupakan, tapi rasa sakit hatiku, mungkin akan tetap kuingat.”

Tini melangkah meninggalkan tumpukan batang pisang dan batang kayu besar yang menutupi jalan. Triplek lebar bertuliskan, ‘JEMBATAN KALI ROBOH. JALAN DITUTUP KARENA PERBAIKAN. SILAKAN JALAN MEMUTAR.’

Mau memutar ke mana? Ujung dari setiap gang dan jalan itu adalah tepian sungai. Jembatan kecil yang berada di atas aliran sungai, memang menjadi sarana penghubung vital di jalan itu. Setiap jembatan kecil itu ambruk, semua orang tak ada yang bisa membawa kendaraan keluar rumah.

Tak hanya di jalan menuju gang rumah Tini, jalan di sejajaran sana pun sama. Sama-sama dialiri sungai kecil yang di atasnya ada jembatan. Tadinya Tini hanya berkeinginan menutup jalan itu dengan batang pohon pisang. Tapi, menyesap sebatang rokok murah membuat Tini berpikir lebih kreatif.

Para tamu undangan pasti akan berbalik arah, untuk kembali pulang. Dengan senyuman jahat penuh rasa kepuasan dan sakit hati, Tini naik ke boncengan motor dan menepuk pundak Pak Paijo.

“Sudah lega, Tin?” tanya Pak Paijo saat motor sudah melaju.

“Untuk lega, sih, belum.” Tini merasakan angin sejuk mengeringkan keringat di dahinya.

“Nanti semua orang pasti tau, kalau itu kerjaan kamu. Cuma kamu yang sakit hati karena pernikahan si Coki. Orang-orang bakal bilang kamu bodoh.” Suara Pak Paijo sedikit teredam terbawa angin.

“Semua orang pasti pernah bodoh untuk menjadi pintar. Biarin aja, Pak. Kulitku nggak lecet cuma karena ejekan orang.” Tini menarik napas panjang.

“Oh, iya. Nanti titip parang anter ke Evi ya,” sambung Tini. Pak Paijo menjawab dengan mengangkat ibu jari tangan kirinya ke atas.

Sementara itu, di kediaman keluarga Pak Joko. Evi sedang termangu-mangu di ranjang bawah. Dayat yang masih bersedih dan ngambek karena ditinggalkan kakaknya, tak pergi kelayapan di hari Sabtu. Biasanya remaja laki-laki itu sudah raib dari rumah sejak pagi.

“Mbak Tini sakit hati,” gumam Evi. “Harusnya dia jangan pergi. Tapi kacaukan dulu pesta si Coki.” Evi berbicara seperti bersajak.

Menyadari ucapannya barusan, Evi terdiam. Apa mungkin kakaknya yang terkenal keras dan ketus itu menyerah begitu saja?

“Kemarin Mbak Tini nanya parang ...,” gumam Evi

“Ha? Nanya parang?” Dayat menjulurkan kepalanya ke ranjang bawah.

“Iya. Untuk apa? Enggak mungkin Mbak Tini bunuh orang. Pasti desa sudah geger,” gumam Evi lagi.

Tiba-tiba Dayat melompat turun. “Ayo cari parangnya,” ajak Dayat. Evi yang baru kepikiran untuk melihat apakah tempat persembunyian parang bapaknya aman dari jangkauan Tini, seketika ikut terlonjak.

Sejurus kemudian, dua bersaudara itu sudah saling pandang saat berjongkok di dekat lemari dapur. Parang yang disembunyikan Pak Joko telah raib.

“Ayo, kita boncengan ke depan. Pura-pura lewat aja. Kita liat pestanya Coki.” Dayat yang sekarang ikut penasaran di mana parang besar bapaknya, segera menyambar kunci motor dari sebelah televisi.

Lewat pukul lima sore, matahari sudah menghilang ke arah barat. Di depan gang rumah Siti Kusmini terjadi keributan. Bapak Siti Kusmini berkacak pinggang dan marah-marah.

“Dasar kurang ajar! Kerjaan siapa itu? Pantes dari pagi nggak ada tamu. Tak suruh cek ke depan. Tapi nggak ada yang mau. Ngomongnya tunggu aja-tunggu aja. Sekarang bagaimana? Pestanya sebentar lagi selesai. Makanan masih banyak!” Suara umpatan bapak Siti Kusmini terdengar oleh Evi dan Dayat.

“Jalan terus, Yat! Sampai depan,” pinta Evi pada adiknya. Ia ingin melihat apa yang dilakukan kakaknya.

Saat hampir tiba di depan jalan, Evi melihat dua orang pemuda sedang menyingkirkan batang pohon pisang dan batang kayu. Juga selembar triplek besar yang sangat ia kenali tulisannya.

“Yat! Ternyata parangnya untuk ngambil gedebog pisang,” ujar Evi terkikik-kikik. Sepeda motor yang mereka kendarai tak berhenti di lokasi kejadian. Mereka hanya berniat melintas. Namun, saat sepeda motor Dayat hampir mencapai mulut jalan, seorang pemuda berteriak.

“Woi! Adiknya Tini, ya?” panggil pemuda yang tak lain adalah adik Siti Kusmini. “Mana kakakmu? Pasti ini kerjaan kakakmu yang cemburu itu,” ujar adik Siti Kusmini.

Dayat menghentikan sepeda motornya di dekat pemuda yang baru saja menuduh dalang kekacauan itu adalah kakaknya.

“Memangnya kenapa?” Dayat ingin mendengar langsung dari penuturan adik Siti Kusmini.

“Mbak Mini nangis-nangis karena nggak ada tamu. Makanan mubazir,” kesal adik Siti Kusmini.

“Ya, dibagiin aja. Bagiin ke tetangga dan orang-orang yang membutuhkan. Enggak akan mubazir. Lagian apa hubungannya sama Mbak Tini? Ayo, Yat!” ajak Evi.

Dayat membawa motor sampai tiba di ujung jalan yang berhadapan dengan jalan raya.

“Kita balik, nih?” tanya Dayat.

“Ya, udah. Balik aja. Kayaknya parang bukti kejahatan sudah dibuang atau dibawa Mbak Tini,” sahut Evi. Namun, saat Dayat memutar motornya, dari arah belakang terdengar klakson sepeda motor.

“Evi! Bawa ini pulang,” kata Pak Paijo saat motornya sudah berada di sebelah Dayat. Pria itu mengangsurkan sebuah benda panjang yang dililit plastik kresek hitam.

“Ini, Pak?” tanya Evi dengan maksud yang sudah pasti diketahui Pak Paijo. Beberapa hari terakhir, Tini lebih banyak berkomunikasi dengan pria tua itu.

“Iya, barbuk. Sana simpan. Jangan lupa kabari Tini kalau dia sudah jadi legenda Desa Cokro. Tini berhasil memulangkan ratusan tamu selama dia tidur di dalam bus,” kata Pak Paijo.

“Wah, Mbak Tini keren.” Dayat bersorak senang. Remaja laki-laki itu lupa akan rasa kesalnya ditinggalkan sang kakak.

Malam harinya di pusat kota yang biasa dikenal dengan kata metropolitan, Tini tiba di depan kamar sebuah kos-kosan yang memiliki sebutan aneh.

Pada waktu menerima kunci dari Nyai beberapa saat yang lalu, Tini sempat bertanya perihal nama itu.

“Kenapa namanya kandang ayam?”

“Karena banyak ‘ayam’ di sana. Tau, kan, ayam? Sebutan lain kupu-kupu malam. Tapi, bukan saya yang ngasi nama, cuma orang-orang yang nyebut kayak gitu. Mau siapa pun isinya, buat saya sama aja. Yang penting nggak pernah telat bayar.”

Tini memasukkan kuncinya ke lubang dan mendorong pintu kamarnya. Sudah pukul sembilan malam, suasana kos-kosan lantai satu sudah sangat sepi. Saat melangkahkan satu kakinya ke dalam kamar ....

“Heh! Psstt!” panggil seseorang dari sebelahnya.

Tini terkejut dan mengernyitkan dahinya memandang seorang wanita menggendong bayi.

“Kenapa?” tanya Tini.

Wanita itu berjalan mendekati Tini. “Kau pegangkan dulu dia.” Wanita itu menyerahkan bayinya pada Tini. “Kau anak baru, kan? Kau pegang dia bagus-bagus, ya .... Dari tadi, mulas kali perutku. Tapi nggak ada yang jaga dia. O, iya. Panggil aja aku Mak Robin.”

Tini memandang Mak Robin yang buru-buru pergi menuju belakang. Ia menatap bayi laki-laki yang menggeliat di gendongannya.

“Suka-suka mbahnya aja ninggalin anaknya sama aku,” omel Tini.

To Be Continued

Terpopuler

Comments

Suyatno Galih

Suyatno Galih

betul kt Tini " JEMBATAN ROBOH, Hrs memutar, la tin kl jembatan nya tegak mn bs di panjat

2024-04-28

0

Fitria Ningsih

Fitria Ningsih

/Facepalm//Facepalm/muncung kau tin wkwk

2024-03-24

0

Fitria Ningsih

Fitria Ningsih

/Facepalm//Facepalm//Facepalm/ sabotase yg wouuwww skaleee wkwk

2024-03-24

0

lihat semua
Episodes
1 1. Calon Legenda
2 2. Terpincang-pincang
3 3. Kutangkap Kau Dengan Desah
4 4. Harusnya Tanpa Air Mata
5 5. Pak Paijo
6 6. Terciptanya Legenda Desa Cokro
7 7. Perkenalan Kandang Ayam
8 8. Awal Dunia Malam
9 9. Ratapan Berbalut Senyum
10 10. Hidup Di Antara Hitam Dan Putih
11 11. Pembuktian Diri
12 12. Musuh Baru
13 13. Namaku Tini Suketi
14 14. Berita Dari Posyandu
15 15. Awal Mula Terlena
16 16. Awal Kisah Itu
17 17. Perang Dingin
18 18. Mengusik Hati
19 19. Penghuni Satunya
20 20. Tentang Asti
21 21. Penghuni Baru Dengan Speaker
22 22. Calon Legenda Kos-kosan
23 23. Percakapan Tini dan Boy
24 24. Mengukuhkan Sejarah
25 25. Awalnya Persahabatan
26 26. Pengalaman Pertama Dan Terakhir
27 27. Pelajaran Hari Itu
28 28. Titik Balik Kandang Ayam
29 29. Refleksi Hidup
30 30. Kunjungan Sahabat
31 31. Tentang Agus Soang
32 32. Ternyata, Laki-laki itu.
33 33. Pilihan Pertama
34 34. Pilihan Kedua
35 35. Pilihan Ketiga (1)
36 36. Pilihan Ketiga (2)
37 37. Ngalor-Ngidul Pertemuan
38 38. Peran Budhe Tini
39 39. Persekutuan
40 40. Minggu Pagi
41 41. Tak Perlu Taktik
42 42. Kebiasaan Baru Tini
43 43. Efek Puasa Rokok (1)
44 44. Efek Puasa Rokok (2)
45 45. Sore Pertama
46 46. Tini Sebenarnya
47 47. Kebimbangan Tini
48 48. Usaha Untuk Bertahan
49 49. Tini Baik-baik Saja
50 50. Hari Melelahkan
51 51. Hati Nurani Tini (1)
52 52. Hati Nurani Tini (2)
53 53. Obrolan Pria
54 54. Gombal Halus Tini
55 55. Harinya Tini
56 56. Ujian Mental Tini
57 57. Hari Mengeluh
58 58. Kebimbangan Tini
59 59. Mulai Serius
60 60. Dugaan Tini
61 61. Ternyata Wibi
62 62. Melangkah Maju
63 63. Perpisahan
64 64. Katanya Rahasia
65 65. Training Hari Pertama
66 66. Menyerap Ilmu
67 67. Dari Yang Paling Ahli
68 68. Idola Pertama Tini
69 69. Rangkuman Tini
70 70. Penghilang Lelah Tini
71 71. Kumpul Keluarga Kandang Ayam
72 72. Riuh Makan Malam
73 73. Tini Melayang
74 74. Bagi-bagi Rejeki
75 75. Dandanan Tini
76 76. Percakapan Serius
77 77. Calon-calon Ipar
78 78. Terbacanya Taktik Tini
79 79. Hebohnya Hari Tini
80 80. Awal Perjalanan Dimulai
81 81. Renungan Perjalanan
82 82. Keluarga Calon Mertua (1)
83 83. Keluarga Calon Mertua (2)
84 84. Pesona Surabaya dan Kamu
85 85. Jatuh Cinta Yang Sebenarnya
86 86. Pamitan
87 87. Desa Cokro (1)
88 88. Desa Cokro (2)
89 89. Desa Cokro (3)
90 90. Desa Cokro (4)
91 91. Bersama Keluarga Baru
92 92. Menjamu Tamu
93 93. Rencana Pamer
94 94. Mendampingi Bapak
95 95. Saatnya Serius
96 96. Obrolan Tengah Malam
97 97. Perpisahan Sementara
98 98. Obrolan Dalam Perjalanan
99 99. Mematangkan Rencana
100 100. Banyak Rencana
101 101. Tugas yang Sesungguhnya
102 102. Meningkatkan Kualitas Diri
103 103. Kunjungan Profesional Tini
104 104. Nostalgia Versi Tini
105 105. Keberhasilan Pertama
106 106. Rapat Darurat
107 107. Hasil Keputusan Rapat
108 108. Ide Brilian Tini
109 109. Harap-harap Cemas
110 110. Akhirnya Milik Tini
111 111. Kartu Undangan
112 112. Keterkejutan
113 113. Orang-orang Penting Bagi Tini
114 114. Pengobat Rindu
115 115. Hari Halal Tini Wibi (1)
116 116. Hari Halal Tini Wibi (2)
117 117. Hari Halal Tini Wibi (3)
118 118. Tamu Yang Ditunggu
119 119. Dayat Unjuk Gigi
120 120. Pertemuan Para Tamu
121 121. Akhir Pesta Tini
122 122. Tak Sabar
123 123. Setelah Senampan Hidangan
124 124. Teman Saling Mengisi
125 125. Pagi Pertama
126 126. Tetangga Misterius
127 127. Kesan Pesan Tini
128 128. Rangkuman Obrolan
129 129. Hidup Tini Sekarang
130 130. Perpisahan Selalu Ada
131 131. Melangkah Bersama
132 132. Makan Layaknya Keluarga Besar
133 133. Wisuda Evi
134 134. Makan Siang Kelulusan
135 135. Bapak Mengantar Dayat
136 136. Sekilas Kehidupan Baru Dayat
137 137. Keresahan Hidup Lainnya
138 138. Asti Mengantarkan Kartu Undangan
139 139. Masih Dengan Kekhawatiran
140 140. Sebuah Kabar
141 141. Di Balik Cerita
142 142. Pelukan Bahagia
143 143. Kebahagiaan Pada Waktunya
144 144. Sempurna Buat Masing-masing
145 145. Rangkuman Kebahagiaan
146 146. Sekilas Masa Depan
147 147. Akhir Kisah Tini Suketi
Episodes

Updated 147 Episodes

1
1. Calon Legenda
2
2. Terpincang-pincang
3
3. Kutangkap Kau Dengan Desah
4
4. Harusnya Tanpa Air Mata
5
5. Pak Paijo
6
6. Terciptanya Legenda Desa Cokro
7
7. Perkenalan Kandang Ayam
8
8. Awal Dunia Malam
9
9. Ratapan Berbalut Senyum
10
10. Hidup Di Antara Hitam Dan Putih
11
11. Pembuktian Diri
12
12. Musuh Baru
13
13. Namaku Tini Suketi
14
14. Berita Dari Posyandu
15
15. Awal Mula Terlena
16
16. Awal Kisah Itu
17
17. Perang Dingin
18
18. Mengusik Hati
19
19. Penghuni Satunya
20
20. Tentang Asti
21
21. Penghuni Baru Dengan Speaker
22
22. Calon Legenda Kos-kosan
23
23. Percakapan Tini dan Boy
24
24. Mengukuhkan Sejarah
25
25. Awalnya Persahabatan
26
26. Pengalaman Pertama Dan Terakhir
27
27. Pelajaran Hari Itu
28
28. Titik Balik Kandang Ayam
29
29. Refleksi Hidup
30
30. Kunjungan Sahabat
31
31. Tentang Agus Soang
32
32. Ternyata, Laki-laki itu.
33
33. Pilihan Pertama
34
34. Pilihan Kedua
35
35. Pilihan Ketiga (1)
36
36. Pilihan Ketiga (2)
37
37. Ngalor-Ngidul Pertemuan
38
38. Peran Budhe Tini
39
39. Persekutuan
40
40. Minggu Pagi
41
41. Tak Perlu Taktik
42
42. Kebiasaan Baru Tini
43
43. Efek Puasa Rokok (1)
44
44. Efek Puasa Rokok (2)
45
45. Sore Pertama
46
46. Tini Sebenarnya
47
47. Kebimbangan Tini
48
48. Usaha Untuk Bertahan
49
49. Tini Baik-baik Saja
50
50. Hari Melelahkan
51
51. Hati Nurani Tini (1)
52
52. Hati Nurani Tini (2)
53
53. Obrolan Pria
54
54. Gombal Halus Tini
55
55. Harinya Tini
56
56. Ujian Mental Tini
57
57. Hari Mengeluh
58
58. Kebimbangan Tini
59
59. Mulai Serius
60
60. Dugaan Tini
61
61. Ternyata Wibi
62
62. Melangkah Maju
63
63. Perpisahan
64
64. Katanya Rahasia
65
65. Training Hari Pertama
66
66. Menyerap Ilmu
67
67. Dari Yang Paling Ahli
68
68. Idola Pertama Tini
69
69. Rangkuman Tini
70
70. Penghilang Lelah Tini
71
71. Kumpul Keluarga Kandang Ayam
72
72. Riuh Makan Malam
73
73. Tini Melayang
74
74. Bagi-bagi Rejeki
75
75. Dandanan Tini
76
76. Percakapan Serius
77
77. Calon-calon Ipar
78
78. Terbacanya Taktik Tini
79
79. Hebohnya Hari Tini
80
80. Awal Perjalanan Dimulai
81
81. Renungan Perjalanan
82
82. Keluarga Calon Mertua (1)
83
83. Keluarga Calon Mertua (2)
84
84. Pesona Surabaya dan Kamu
85
85. Jatuh Cinta Yang Sebenarnya
86
86. Pamitan
87
87. Desa Cokro (1)
88
88. Desa Cokro (2)
89
89. Desa Cokro (3)
90
90. Desa Cokro (4)
91
91. Bersama Keluarga Baru
92
92. Menjamu Tamu
93
93. Rencana Pamer
94
94. Mendampingi Bapak
95
95. Saatnya Serius
96
96. Obrolan Tengah Malam
97
97. Perpisahan Sementara
98
98. Obrolan Dalam Perjalanan
99
99. Mematangkan Rencana
100
100. Banyak Rencana
101
101. Tugas yang Sesungguhnya
102
102. Meningkatkan Kualitas Diri
103
103. Kunjungan Profesional Tini
104
104. Nostalgia Versi Tini
105
105. Keberhasilan Pertama
106
106. Rapat Darurat
107
107. Hasil Keputusan Rapat
108
108. Ide Brilian Tini
109
109. Harap-harap Cemas
110
110. Akhirnya Milik Tini
111
111. Kartu Undangan
112
112. Keterkejutan
113
113. Orang-orang Penting Bagi Tini
114
114. Pengobat Rindu
115
115. Hari Halal Tini Wibi (1)
116
116. Hari Halal Tini Wibi (2)
117
117. Hari Halal Tini Wibi (3)
118
118. Tamu Yang Ditunggu
119
119. Dayat Unjuk Gigi
120
120. Pertemuan Para Tamu
121
121. Akhir Pesta Tini
122
122. Tak Sabar
123
123. Setelah Senampan Hidangan
124
124. Teman Saling Mengisi
125
125. Pagi Pertama
126
126. Tetangga Misterius
127
127. Kesan Pesan Tini
128
128. Rangkuman Obrolan
129
129. Hidup Tini Sekarang
130
130. Perpisahan Selalu Ada
131
131. Melangkah Bersama
132
132. Makan Layaknya Keluarga Besar
133
133. Wisuda Evi
134
134. Makan Siang Kelulusan
135
135. Bapak Mengantar Dayat
136
136. Sekilas Kehidupan Baru Dayat
137
137. Keresahan Hidup Lainnya
138
138. Asti Mengantarkan Kartu Undangan
139
139. Masih Dengan Kekhawatiran
140
140. Sebuah Kabar
141
141. Di Balik Cerita
142
142. Pelukan Bahagia
143
143. Kebahagiaan Pada Waktunya
144
144. Sempurna Buat Masing-masing
145
145. Rangkuman Kebahagiaan
146
146. Sekilas Masa Depan
147
147. Akhir Kisah Tini Suketi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!