13. Namaku Tini Suketi

Setelah Robin berada di tangan ibunya, Tini mengambil teh yang tadi ia letakkan di dekat dinding yang ia punggungi. Tini menghirup aroma teh bunga yang diseduh dengan saringan, lalu menyesapnya. Gerakannya begitu santai. Setelah meletakkan cangkir seng bermotif blirik hijau, Tini menggerakkan lehernya.

Mak Robin berdiri menghadap seorang wanita yang berusia hampir paruh baya di depan Tini. Wanita itu lebih lama beberapa bulan tinggal di kos-kosan kandang ayam, ketimbang Mak Robin. Dan selama mereka bertetangga, Mak Robin jarang sekali bercakap-cakap dengan wanita itu. Ia memang tak menyukai wanita yang bernama Bu Nani itu. Bu Nani selalu nyinyir dan repot dengan pertanyaan-pertanyaan ala wartawan ke setiap tetangganya. Bu Nani juga kerap memberi nasehat-nasehat tanpa diminta.

“Anak jaman sekarang, dikasi tau jawabannya ada aja. Sesama perempuan, saya itu cuma mengingatkan. Berpakaian seksi aja, udah bikin orang berpikiran macem-macem ke kita. Meski kita nggak ada ngapa-ngapain. Apalagi yang bener-bener dilakukan. Saya ngasi tau soal akhirat, maksudnya baik.”

“Aku nggak bilang kalau kerjaanku itu terpuji. Terima kasih sudah mengkhawatirkan soal akhiratku. Tapi, gimana kalau ibu ikut mengkhawatirkan soal duniaku juga? Mau?” tanya Tini.

“Saya cuma menasehati, lho, Mbak. Neraka itu penuh, karena orang nggak mau dinasehati.” Bu Nani terlihat kesal akan jawaban Tini. Bocah laki-laki yang berada di dalam gandengan tangannya, berlari memungut batu dan menunduk mengetuk-ngetuk ke tanah. Bu Nani hanya menoleh bocah itu sekilas kemudian menatap Tini dengan pandangan mencemooh.

Tini mulai panas dengan kata-kata Bu Nani. Ia merasa tak pernah mengganggu wanita itu sedikit pun. Kenal saja tidak. Ia lalu berdiri dari kursi plastiknya.

“Ibu kira isi neraka itu, semuanya perempuan yang melonte?” tanya Tini. “Isinya banyak, bervariasi tergantung dosa. Juga berlaku akumulasi. Yang mencuri sekali, dosanya sekali. Ngomongin orang, nggak keliatan kayak dosa, ya? Tapi dibikin setiap hari. Itu dosanya akumulasi. Dan kalau ngerti dosa, yang ibu lakukan ini menyakiti saya. Memberi nasehat itu, bukan melecehkan. Ada tempatnya. Enggak harus di depan orang ramai kayak gini,” ujar Tini, menoleh ke sekelilingnya tempat di mana penghuni kos lain yang melintas, berhenti untuk mendengar keributan.

“Saya cuma kasian. Keinget sama saudara saya sekampung. Makanya saya nasehati yang benar,” tukas Bu Nani dengan tatapan tajam.

“Kita nggak kenal. Ibu menasehati orang asing, jatuhnya malah usil. Nyinyir! Lagian ibu nggak ngerti kerjaanku apa. Tiba-tiba dateng cuma untuk merusak suasana pagi orang lain. Apa karena saya pulang malem setiap hari makanya ibu mengira saya melonte?” todong Tini.

Bu Nani terlihat gelisah. Ia mulai merasa bersalah karena benar-benar mengira Tini adalah seorang pelacur karena pulang lewat tengah malam setiap harinya.

“Maaf, jadi—Mbak ini, bukan—”

“Ya, iya. Aku memang melonte. Bagi rokokmu satu!” pinta Tini, menunjuk salah seorang mahasiswa yang baru saja melintas sambil mengisap sebatang rokok.

Mahasiswa itu berhenti dan mengeluarkan kotak rokoknya dengan santai. “Ambil aja, Mbak.” Mahasiswa itu menyodorkan kotak rokok pada Tini.

“Untukku semua?” tanya Tini. Mahasiswa itu mengangguk dan menyerahkan sebuah pemantik Aladin berwarna merah. “Kamu baiknya nggak setengah-setengah. Bikin aku bahagia,” ujar Tini terkikik.

Mahasiswa itu melambai kemudian meneruskan langkahnya menuju tangga ulir yang terletak di sisi belakang.

“Malah merokok,” kata Bu Nani.

Tini menyulut sebatang rokoknya kemudian kembali duduk.

“Kata Pak Paijo, rokok ini bisa mengeluarkan setan-setan di kepala kalau orang emosi. Aku sudah emosi. Tapi rasanya nggak penting buat menjelaskan siapa aku ke orang-orang yang cuma mau denger dan liat yang baik-baik aja. Percuma,” tukas Tini, menyesap rokok kemudian mengembuskan asapnya ke atas.

“Zaman sekarang itu susah. Perempuan merokok dibilang loonte, ngewarnain rambut dibilang loonte, pakai baju seksi, juga dibilang loonte. Terus, aku yang pulang malam setiap hari juga dibilang melonte. Yo, wes loonte kabeh!” Tini kembali menyesap rokoknya.

Bu Nani tak mengatakan apa-apa lagi ia memutar tubuh dan berjalan menuju kamarnya.

“Bu .... Namanya siapa? Itu anaknya masih main tanah. Sudah mandi, kan? Sayang pakaiannya nanti kotor,” ujar Tini.

Mak Robin yang tadi berdiri dua langkah dari Tini, buru-buru mendekat dan menepuk lengan Tini.

“Apa?” sergah Tini, memandang Mak Robin.

“Itu bukan—"

“Anakku? Anakku? Kamu kalau ngomong itu yang bener. Ini cucuku. Anak perempuanku lagi kerja,” sahut Bu Nani dengan raut kesal.

“Lah, menantu ibu mana? Kok anak ibu yang kerja? Kan, kasian anaknya di rumah cuma ketemu neneknya. Aku juga bisa nyinyir, lho. Tapi, nggak mau aja.” Tini terkekeh-kekeh.

Mak Robin tadi baru saja mau memberitahu Tini soal Bu Nani, tapi lagi-lagi Tini salah menduga soal orang lain.

“Bagos—bagos! Kau bante lagi dia. Aku udah lama nggak sor sama dia,” bisik Mak Robin dari sebelah Tini.

“Anakku sudah pisah dari suaminya. Sekarang dia kerja di restoran. Masih bisa ngasih makan yang halal buat anaknya. Asal kamu tau!” Bu Nani langsung berbalik dan menggamit lengan cucunya.

“Lagi, Tin—lagi!” bisik Mak Robin. “Selama ini nggak ada saingan muncung dia. Nani namanya, Nani.”

“Kamu manfaatin aku, Mak?” bisik Tini.

“Udah terlanjur dari tadi kau yang maki-makian sama dia. Kau lanjutkan ajalah! Siapa tau besok dia pindah. Biar jadi raja kita di sini.” Mak Robin menepuk pundak Tini memberi semangat.

Merasa diberi semangat, Tini melanjutkan. “Yakin kerjanya di restoran? Masa, siiiih? Temenku ada yang ngaku kerja jadi pelayan restoran tapi kerjanya nggak itu, lhooo ....” Tini tertawa terbahak-bahak.

BRAKKK

Bu Nani masuk ke kamarnya dan membanting pintu. Tini semakin tertawa terbahak-bahak.

“Namaku Tini Suketi, ya, Bu ....” Tini kembali berteriak dengan rokok di tangannya. “Gemblung aku, Mak! Edan! Makin sinting! Hahaha.” Tini kembali tertawa.

“Udah—udah. Diam kau. Terheran-heran si Robin nengok babysitter-nya, kok, pesong!” Mak Robin ikut tertawa.

“Apa pesong?” tanya Tini.

“Gila! Naritik! Samalah dengan yang kau bilang tadi,” jawab Mak Robin. “Mantap kali. Kalo sampe si Nani pindah, kubebaskan kau seminggu dari tugas menjaga si Robin,” cetus Mak Robin.

“Wooo ... nggih, Mak! Sak karepmu!” ucap Tini.

Lalu, pembicaraan Tini dan Mak Robin terhenti, karena suara ponsel yang terdengar dari dalam kamar. Tini segera bangkit dari duduknya.

“Halo? Apa Vi?” tanya Tini langsung. Tumben sekali Evi meneleponnya pagi-pagi. Biasanya gadis itu masih berkeliling desa mengutip cicilan.

“Wah, Mbak Tini! Namamu di sini semakin dikukuhkan menjadi legenda. Itu Mbak Siti Kusmini, berantem sama Coki di depan posyandu gara-gara kamu.” Suara Evi terdengar berapi-api dari seberang telepon.

“Di depan posyandu? Karena aku? Hahaha.” Tini kembali tertawa terbahak-bahak. “Kenapa memangnya?” tanya Tini.

To Be Continued

Ini hadiah giveaway untuk PODIUM HADIAH 1, 2 DAN 3. Informasi lainnya menyusul.

Terpopuler

Comments

Fitria Ningsih

Fitria Ningsih

wkwk bs bgt Mak robin wkwk

2024-03-24

0

Fitria Ningsih

Fitria Ningsih

kompor ih Mak robin/Facepalm//Facepalm/

2024-03-24

0

Lulu Imaroh

Lulu Imaroh

sor sor an lah...🤣🤣

2024-03-14

0

lihat semua
Episodes
1 1. Calon Legenda
2 2. Terpincang-pincang
3 3. Kutangkap Kau Dengan Desah
4 4. Harusnya Tanpa Air Mata
5 5. Pak Paijo
6 6. Terciptanya Legenda Desa Cokro
7 7. Perkenalan Kandang Ayam
8 8. Awal Dunia Malam
9 9. Ratapan Berbalut Senyum
10 10. Hidup Di Antara Hitam Dan Putih
11 11. Pembuktian Diri
12 12. Musuh Baru
13 13. Namaku Tini Suketi
14 14. Berita Dari Posyandu
15 15. Awal Mula Terlena
16 16. Awal Kisah Itu
17 17. Perang Dingin
18 18. Mengusik Hati
19 19. Penghuni Satunya
20 20. Tentang Asti
21 21. Penghuni Baru Dengan Speaker
22 22. Calon Legenda Kos-kosan
23 23. Percakapan Tini dan Boy
24 24. Mengukuhkan Sejarah
25 25. Awalnya Persahabatan
26 26. Pengalaman Pertama Dan Terakhir
27 27. Pelajaran Hari Itu
28 28. Titik Balik Kandang Ayam
29 29. Refleksi Hidup
30 30. Kunjungan Sahabat
31 31. Tentang Agus Soang
32 32. Ternyata, Laki-laki itu.
33 33. Pilihan Pertama
34 34. Pilihan Kedua
35 35. Pilihan Ketiga (1)
36 36. Pilihan Ketiga (2)
37 37. Ngalor-Ngidul Pertemuan
38 38. Peran Budhe Tini
39 39. Persekutuan
40 40. Minggu Pagi
41 41. Tak Perlu Taktik
42 42. Kebiasaan Baru Tini
43 43. Efek Puasa Rokok (1)
44 44. Efek Puasa Rokok (2)
45 45. Sore Pertama
46 46. Tini Sebenarnya
47 47. Kebimbangan Tini
48 48. Usaha Untuk Bertahan
49 49. Tini Baik-baik Saja
50 50. Hari Melelahkan
51 51. Hati Nurani Tini (1)
52 52. Hati Nurani Tini (2)
53 53. Obrolan Pria
54 54. Gombal Halus Tini
55 55. Harinya Tini
56 56. Ujian Mental Tini
57 57. Hari Mengeluh
58 58. Kebimbangan Tini
59 59. Mulai Serius
60 60. Dugaan Tini
61 61. Ternyata Wibi
62 62. Melangkah Maju
63 63. Perpisahan
64 64. Katanya Rahasia
65 65. Training Hari Pertama
66 66. Menyerap Ilmu
67 67. Dari Yang Paling Ahli
68 68. Idola Pertama Tini
69 69. Rangkuman Tini
70 70. Penghilang Lelah Tini
71 71. Kumpul Keluarga Kandang Ayam
72 72. Riuh Makan Malam
73 73. Tini Melayang
74 74. Bagi-bagi Rejeki
75 75. Dandanan Tini
76 76. Percakapan Serius
77 77. Calon-calon Ipar
78 78. Terbacanya Taktik Tini
79 79. Hebohnya Hari Tini
80 80. Awal Perjalanan Dimulai
81 81. Renungan Perjalanan
82 82. Keluarga Calon Mertua (1)
83 83. Keluarga Calon Mertua (2)
84 84. Pesona Surabaya dan Kamu
85 85. Jatuh Cinta Yang Sebenarnya
86 86. Pamitan
87 87. Desa Cokro (1)
88 88. Desa Cokro (2)
89 89. Desa Cokro (3)
90 90. Desa Cokro (4)
91 91. Bersama Keluarga Baru
92 92. Menjamu Tamu
93 93. Rencana Pamer
94 94. Mendampingi Bapak
95 95. Saatnya Serius
96 96. Obrolan Tengah Malam
97 97. Perpisahan Sementara
98 98. Obrolan Dalam Perjalanan
99 99. Mematangkan Rencana
100 100. Banyak Rencana
101 101. Tugas yang Sesungguhnya
102 102. Meningkatkan Kualitas Diri
103 103. Kunjungan Profesional Tini
104 104. Nostalgia Versi Tini
105 105. Keberhasilan Pertama
106 106. Rapat Darurat
107 107. Hasil Keputusan Rapat
108 108. Ide Brilian Tini
109 109. Harap-harap Cemas
110 110. Akhirnya Milik Tini
111 111. Kartu Undangan
112 112. Keterkejutan
113 113. Orang-orang Penting Bagi Tini
114 114. Pengobat Rindu
115 115. Hari Halal Tini Wibi (1)
116 116. Hari Halal Tini Wibi (2)
117 117. Hari Halal Tini Wibi (3)
118 118. Tamu Yang Ditunggu
119 119. Dayat Unjuk Gigi
120 120. Pertemuan Para Tamu
121 121. Akhir Pesta Tini
122 122. Tak Sabar
123 123. Setelah Senampan Hidangan
124 124. Teman Saling Mengisi
125 125. Pagi Pertama
126 126. Tetangga Misterius
127 127. Kesan Pesan Tini
128 128. Rangkuman Obrolan
129 129. Hidup Tini Sekarang
130 130. Perpisahan Selalu Ada
131 131. Melangkah Bersama
132 132. Makan Layaknya Keluarga Besar
133 133. Wisuda Evi
134 134. Makan Siang Kelulusan
135 135. Bapak Mengantar Dayat
136 136. Sekilas Kehidupan Baru Dayat
137 137. Keresahan Hidup Lainnya
138 138. Asti Mengantarkan Kartu Undangan
139 139. Masih Dengan Kekhawatiran
140 140. Sebuah Kabar
141 141. Di Balik Cerita
142 142. Pelukan Bahagia
143 143. Kebahagiaan Pada Waktunya
144 144. Sempurna Buat Masing-masing
145 145. Rangkuman Kebahagiaan
146 146. Sekilas Masa Depan
147 147. Akhir Kisah Tini Suketi
Episodes

Updated 147 Episodes

1
1. Calon Legenda
2
2. Terpincang-pincang
3
3. Kutangkap Kau Dengan Desah
4
4. Harusnya Tanpa Air Mata
5
5. Pak Paijo
6
6. Terciptanya Legenda Desa Cokro
7
7. Perkenalan Kandang Ayam
8
8. Awal Dunia Malam
9
9. Ratapan Berbalut Senyum
10
10. Hidup Di Antara Hitam Dan Putih
11
11. Pembuktian Diri
12
12. Musuh Baru
13
13. Namaku Tini Suketi
14
14. Berita Dari Posyandu
15
15. Awal Mula Terlena
16
16. Awal Kisah Itu
17
17. Perang Dingin
18
18. Mengusik Hati
19
19. Penghuni Satunya
20
20. Tentang Asti
21
21. Penghuni Baru Dengan Speaker
22
22. Calon Legenda Kos-kosan
23
23. Percakapan Tini dan Boy
24
24. Mengukuhkan Sejarah
25
25. Awalnya Persahabatan
26
26. Pengalaman Pertama Dan Terakhir
27
27. Pelajaran Hari Itu
28
28. Titik Balik Kandang Ayam
29
29. Refleksi Hidup
30
30. Kunjungan Sahabat
31
31. Tentang Agus Soang
32
32. Ternyata, Laki-laki itu.
33
33. Pilihan Pertama
34
34. Pilihan Kedua
35
35. Pilihan Ketiga (1)
36
36. Pilihan Ketiga (2)
37
37. Ngalor-Ngidul Pertemuan
38
38. Peran Budhe Tini
39
39. Persekutuan
40
40. Minggu Pagi
41
41. Tak Perlu Taktik
42
42. Kebiasaan Baru Tini
43
43. Efek Puasa Rokok (1)
44
44. Efek Puasa Rokok (2)
45
45. Sore Pertama
46
46. Tini Sebenarnya
47
47. Kebimbangan Tini
48
48. Usaha Untuk Bertahan
49
49. Tini Baik-baik Saja
50
50. Hari Melelahkan
51
51. Hati Nurani Tini (1)
52
52. Hati Nurani Tini (2)
53
53. Obrolan Pria
54
54. Gombal Halus Tini
55
55. Harinya Tini
56
56. Ujian Mental Tini
57
57. Hari Mengeluh
58
58. Kebimbangan Tini
59
59. Mulai Serius
60
60. Dugaan Tini
61
61. Ternyata Wibi
62
62. Melangkah Maju
63
63. Perpisahan
64
64. Katanya Rahasia
65
65. Training Hari Pertama
66
66. Menyerap Ilmu
67
67. Dari Yang Paling Ahli
68
68. Idola Pertama Tini
69
69. Rangkuman Tini
70
70. Penghilang Lelah Tini
71
71. Kumpul Keluarga Kandang Ayam
72
72. Riuh Makan Malam
73
73. Tini Melayang
74
74. Bagi-bagi Rejeki
75
75. Dandanan Tini
76
76. Percakapan Serius
77
77. Calon-calon Ipar
78
78. Terbacanya Taktik Tini
79
79. Hebohnya Hari Tini
80
80. Awal Perjalanan Dimulai
81
81. Renungan Perjalanan
82
82. Keluarga Calon Mertua (1)
83
83. Keluarga Calon Mertua (2)
84
84. Pesona Surabaya dan Kamu
85
85. Jatuh Cinta Yang Sebenarnya
86
86. Pamitan
87
87. Desa Cokro (1)
88
88. Desa Cokro (2)
89
89. Desa Cokro (3)
90
90. Desa Cokro (4)
91
91. Bersama Keluarga Baru
92
92. Menjamu Tamu
93
93. Rencana Pamer
94
94. Mendampingi Bapak
95
95. Saatnya Serius
96
96. Obrolan Tengah Malam
97
97. Perpisahan Sementara
98
98. Obrolan Dalam Perjalanan
99
99. Mematangkan Rencana
100
100. Banyak Rencana
101
101. Tugas yang Sesungguhnya
102
102. Meningkatkan Kualitas Diri
103
103. Kunjungan Profesional Tini
104
104. Nostalgia Versi Tini
105
105. Keberhasilan Pertama
106
106. Rapat Darurat
107
107. Hasil Keputusan Rapat
108
108. Ide Brilian Tini
109
109. Harap-harap Cemas
110
110. Akhirnya Milik Tini
111
111. Kartu Undangan
112
112. Keterkejutan
113
113. Orang-orang Penting Bagi Tini
114
114. Pengobat Rindu
115
115. Hari Halal Tini Wibi (1)
116
116. Hari Halal Tini Wibi (2)
117
117. Hari Halal Tini Wibi (3)
118
118. Tamu Yang Ditunggu
119
119. Dayat Unjuk Gigi
120
120. Pertemuan Para Tamu
121
121. Akhir Pesta Tini
122
122. Tak Sabar
123
123. Setelah Senampan Hidangan
124
124. Teman Saling Mengisi
125
125. Pagi Pertama
126
126. Tetangga Misterius
127
127. Kesan Pesan Tini
128
128. Rangkuman Obrolan
129
129. Hidup Tini Sekarang
130
130. Perpisahan Selalu Ada
131
131. Melangkah Bersama
132
132. Makan Layaknya Keluarga Besar
133
133. Wisuda Evi
134
134. Makan Siang Kelulusan
135
135. Bapak Mengantar Dayat
136
136. Sekilas Kehidupan Baru Dayat
137
137. Keresahan Hidup Lainnya
138
138. Asti Mengantarkan Kartu Undangan
139
139. Masih Dengan Kekhawatiran
140
140. Sebuah Kabar
141
141. Di Balik Cerita
142
142. Pelukan Bahagia
143
143. Kebahagiaan Pada Waktunya
144
144. Sempurna Buat Masing-masing
145
145. Rangkuman Kebahagiaan
146
146. Sekilas Masa Depan
147
147. Akhir Kisah Tini Suketi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!