TINI SUKETI

TINI SUKETI

1. Calon Legenda

Dengan membaca cerita ini, pembaca meyakini bahwa sudah cukup umur. Pembaca bisa menilai secara mandiri jika semua hal yang dipaparkan hanyalah imajinasi penulis belaka yang bersifat menghibur. Cerita ini tidak mewakili suatu agama atau kelompok masyarakat tertentu.

Selamat datang di dunia imajinasi juskelapa. Selamat membaca.

***

Pada usia 24 tahun, Tini belum pernah membayangkan hiruk pikuk kota besar seperti apa. Hidupnya hanya tentang menunggu jodoh. Menunggui seorang pria yang bernama Coki untuk melamarnya.

Tiada hari tanpa bersama Coki. Bagi Tini, Coki adalah pria paling ganteng di desanya. Semua yang ia lakukan hanya untuk Coki.

Coki dulu, Coki lagi, Coki terus. Memangnya apa pekerjaan Coki? Mantri. Lebih tepatnya lagi adalah tenaga honor sebagai mantri hewan. Coki yang luntang-lantung tiga tahun seusai lulus SMA, berhasil menjadi tenaga honorer di dinas setelah orang tuanya menjual dua petak sawah untuk menjadikan hidup anaknya lebih berguna. Hal itulah yang menjadi tumpuan harapan bagi Tini. Membayangkan bisa menikah dengan Coki dan tinggal di rumah mertuanya yang penuh ukiran mirip candi.

“Coki mana, Tin?” tanya Siti Kusmini saat ia dan Tini berjalan beriringan sepulang dari pabrik.

“Pulang keliling-keliling ngecek sapi, palingan tidur. Kenapa? Kok, nanya Coki? Pacar kamu mana?” Tini menoleh sekilas pada sahabatnya.

“Ada,” jawab Siti singkat. “Kamu kapan dilamar?” tanya Siti lagi.

“Ya, enggak tau pastinya. Katanya sabar. Memangnya kenapa? Kamu mau kawin duluan? Ya, udah. Nanti aku dibagiin bahan baju sama ongkos jaitnya.” Tini tertawa santai.

“Kalau aku pesta duluan, nggak apa-apa? Bener kamu mau jadi pager ayunya?” tanya Siti.

“Ya, enggak apa-apa. Aku pasti jadi pager ayunya,” sahut Tini lagi.

Mereka beriringan berbelok ke sebuah jalan tak beraspal yang kanan kirinya di penuhi pepohonan. Daerah tempat tinggal mereka berada di satu jalan yang berkelok-kelok. Rumah Tini dan sahabatnya itu terletak di gang yang berbeda. Namun kesemua gang itu buntu, berakhir dengan daerah tepi sungai.

Tiga ratus meter berjalan kaki, Siti pamit untuk berbelok ke kiri di mana rumahnya berada. Sedangkan Tini, melanjutkan perjalanannya menuju ke dua gang berikutnya. Cukup jauh dari jalan besar, dengan tikungan tajam dan pepohonan yang rimbun, dari kejauhan ia terlihat seperti masuk ke dalam hutan.

Dari kejauhan, Tini melihat rumahnya sepi. Biasanya ada dua motor matik yang terparkir di depan rumah. Sore itu hanya ada satu, milik adik perempuannya.

Tini sedang bersenandung di depan pintu depan rumahnya, ketika pintu itu terbuka.

“Jangan masuk dulu, Mbak Tini cari bapak sana!” seru Evi, saat membuka pintu dan bertemu pandang dengan kakaknya.

“Kok, aku? Aku baru pulang kerja. Dayat mana? Minta dia yang nyari. Aku males. Nanti ketemu banyak bapak-bapak di warung.” Tini menerobos masuk ke rumahnya.

“Enggak ada di warung, tadi pulang nagih aku lewat warung nggak ada. Pasti ngadu ayam lagi,” kata Evi.

“Biarin aja. Ketimbang ngadu domba, kita bisa ikutan pusing. Aku udah bosen ngasi taunya. Udah tua, kok, nggak ada tobatnya. Dayat mana?”

“Dayat main ke rumah temennya. Aku telfon nggak dijawab. Aku capek keliling-keliling dari siang, jam segini baru selesai masak. Bapak dari siang nggak pulang-pulang.” Evi kembali masuk ke rumah dan mengikuti kakaknya ke belakang.

“Ya, udah nggak usah dicari. Kalo laper, kan, pulang. Kalo mati ditanem,” omel Tini, berjalan masuk menuju kamarnya.

“Enggak boleh gitu, Mbak. Orang tua kita cuma tinggal Bapak aja.” Evi duduk di tepi ranjang besi bertingkat yang bagian bawah biasanya ditempati oleh Tini.

Evi Sunarti berusia 19 tahun. Adik kedua Tini ini, pekerjaannya adalah tukang kredit segala macam benda yang diminta pelanggan. Mulai dari perlengkapan dapur, sampai dengan perlengkapan kasur. Gadis itu sangat gigih mengumpulkan uang untuk melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi yang terkendala biaya. Setelah tamat SMA, Tini memberinya modal untuk kembali diputar membeli barang-barang pesanan yang akan dicicil maksimal sepuluh kali setiap bulannya.

Selama harganya masih bisa dijangkau dan mencukupi modal, Evi selalu memenuhi permintaan pelanggannya. Tapi, dengan satu syarat mutlak yang diberikan oleh kakaknya. Pelanggan, suami atau istrinya, tidak ada yang menjadi member warung gaple.

Calon pelanggan yang diketahui memiliki ikatan dengan warung gaple, sudah dipastikan akan gugur. Karena menurut Tini, judi itu tak ada obatnya.

“Dari Ibu masih sehat sampai masuk ke tanah, kerjaan Bapak nggak ada berubahnya. Yang hidupnya berguna, matinya malah cepet. Andai bisa ditukar.” Tini menyisir rambut dan menjepitkannya ke belakang kepala.

“Gendeng!” tukas Evi.

“Telfon Dayat lagi. Udah kelas tiga SMP bukannya banyak belajar, malah kelayapan setiap hari.” Tini menyampirkan handuk dan pergi meninggalkan Evi di kamar.

“Pasti mau pergi malem mingguan sama si Coki,” gumam Evi.

“Memangnya kenapa?” sahut Tini dari depan pintu kamar mandi.

Evi hanya diam tak menyahut. Itu hari Jumat malam. Pemuda-pemudi di desa mereka biasa sudah mulai berkeliaran mencari pasangan atau berpacaran.

Para pemuda biasa duduk di pos ronda bermain gitar. Sebagian hanya berdiri atau jongkok di mulut gang sambil menyuiti gadis-gadis muda yang melintas. Sedangkan gadis-gadis yang melintas, ada yang berhenti untuk mengobrol, ada yang berlalu tanpa menoleh. Tergantung pemuda yang mengajak bicara.

Tini Suketi sudah melewati masa-masa itu. Dia sudah berada di usia terlalu matang di kampungnya. Tinggal di desa kecil dengan 24 tahun belum menikah bukanlah suatu prestasi yang bisa dibanggakan.

Pak Joko masuk lewat pintu belakang rumahnya setelah memasukkan seekor ayam jago yang selalu dibawanya ke mana-mana untuk ditandingkan ke dalam kandang. Ia berusaha untuk tak menimbulkan suara gaduh saat memasuki rumah. Langit sudah gelap dan ia tahu putri sulungnya pasti sudah pulang kerja.

Pak Joko mengendap-endap menuju kamarnya, melintasi ruang tamu kecil.

“Ayam terooooss ...,” kata Tini yang baru muncul di ruang tamu.

Bapaknya langsung menoleh ke belakang. “Cuma dibawa jalan-jalan. Kasian dia bosen di kandang,” jawab Pak Joko.

“Mending dijual. Biar ada gunanya,” jawab Tini.

“Ya, kasian. Masa si Puput mau dijual. Apa lagi gunanya? Dia buat temen Bapak.” Pak Joko balik bertanya.

“Bukannya kerja, ngadu ayam terus. Nanti bisa ditiru sama Dayat. Puput—puput. Ayam jantan namanya Puput.” Tini berbalik meninggalkan bapaknya. Ia kembali masuk ke kamarnya dengan wajah kesal.

“Bosen, kan, ngasi taunya? Heran. Tapi nggak usah dibilang apa-apa lagi. Jadi dosa,” kata Evi. “Besok Mbak Tini masuk shift jam berapa?” tanya Evi pada Tini yang sudah merebahkan dirinya di ranjang.

“Besok aku masuk shift jam sepuluh pagi. Biar aku aja yang masak. Kamu mau ke mana?” tanya Tini.

“Besok aku ke pasar. Ada yang pesan tikar plastik. Mbak Tini makan sekarang. Aku mau tidur. Capek seharian panas-panasan. Mana tadi motor sempet nggak mau nyala. Aku nyelahnya sampe mandi keringet.” Evi memanjat tangga ranjang untuk menempati bagian atas ranjang tingkat.

Tubuh dan hati Tini terasa letih. Punya Bapak pemalas yang tak memiliki rasa kasihan pada anak-anak perempuannya. Sebagian besar waktunya dihabiskan di warung dan kumpul-kumpul di tengah perkebunan untuk mengadu ayam.

Tini berbaring telentang melihat bayangan adik perempuannya yang selalu tidur menghadap dinding. Kehidupan dirasanya sangat tumpul dan buntu. Punya pacar yang meski memiliki pekerjaan tetap tapi dikenal sebagai pecandu. Gaji sebagai honor pas-pasan, namun selalu habis untuk membeli benda haram.

Sudah dua hari Coki sulit dihubungi. Tiap diminta bertemu, laki-laki itu selalu memaparkan kesibukannya pergi dari satu desa ke desa lain untuk mengecek ternak. Ada sapi keguguran, inseminasi, ada yang kudisan karena sakit dan terlalu lama berbaring.

Tini memejamkan mata. Sedang merencanakan sesuatu untuk esok hari, dalam upaya mengurangi kekesalannya.

Seperti rencana kemarin malam. Evi pagi-pagi betul sudah berangkat ke pasar untuk membeli pesanan pelanggannya. Tini sudah berada di dapur untuk memasak sebelum berangkat kerja ke pabrik. Sedangkan Dayat dan Pak Joko masih dibuai mimpi di hari Sabtu.

Menjelang pukul sembilan, Tini sudah bersiap-siap berangkat ke pabrik. Saat tengah mengenakan sepatunya di pintu depan, bapaknya keluar dari kamar sambil mengucek mata, menguap, lalu menaikkan sarungnya.

“Sudah masak?” tanya Pak Joko. Perutnya lapar menjelang pukul sembilan itu.

“Sudah, tinggal masuk mulut aja pokoknya. Aku pergi, ya.” Tini langsung berlalu dari rumahnya setelah menutup pintu.

Pak Joko buru-buru ke belakang. Masakan pagi selalu menggugah selera. Semuanya masih serba panas. Ia mengencangkan ikatan sarungnya dan bergegas ke kamar mandi mencuci muka.

Sambil bersiul-siul, ia menggeser kursi kayu kecil dan duduk mengangkat kakinya.

“Apa ini? Kari? Mantep,” gumam Pak Joko. Dalam sekejab ia mengisi piringnya penuh dengan nasi, kari ayam, rebusan daun singkong dan sambal terasi.

“Pasti masakan Tini. Tumben,” gumam Pak Joko lagi. Ia makan sambil mengusap peluhnya berkali-kali. Tiga centong nasi putih kembali ditambahkan. Lalu, setelah sendawa ketiga, laju kecepatan makannya berkurang. Pak Joko duduk bersandar beberapa saat kemudian dengan napas pendek-pendek.

“Kenyang,” ucap Pak Joko, berdiri menuju kamar mandi untuk mencuci tangannya. Ia lalu mengambil sekaleng jagung kering dan pergi menuju kandang Puput, ayam jagonya.

“Puput—puput, ayo, makan!” panggil Pak Joko. “Lho? Puput?” panggil Pak Joko, membuka lebar kandang ayam jagonya.

“Puput ke mana? Ke mana? Apa dimaling? Put ...!” teriak Pak Joko, berlari mengitari halaman belakang yang hanya berbatasan dengan ladang kecil dan lembah landai.

“Pupuuuut!!” teriak Pak Joko lagi. Setelah berlari ke sana kemari ia kembali ke depan kandang dan memijat-mijat kepalanya.

“Siapa yang bangun duluan? Evi atau Tini? Mereka pasti ngeliat kalau Puput—” Pak Joko terdiam. “Evi pasti ke pasar lebih pagi. Tini ... masak? Tini masak? Tumben? Kari ayam?” Pak Joko gelagapan. Ia lalu berlari kembali masuk ke dapur. Sejurus kemudian ia berdiri di depan panci kecil di atas kompor dan mengaduk-aduk isi kari di dalamnya.

“Tiniiiiiii!!” Suara Pak Joko menggelegar di Sabtu pagi.

To Be Continued

Terpopuler

Comments

Suyatno Galih

Suyatno Galih

bhahahahaha.....puputnya jd kari ayam ya pak sdh msk perut br mau di ksh jagung, Tini mmg spektakuler dr pada di adu mdng di jdkan kari ayam

2024-04-28

0

Fitria Ningsih

Fitria Ningsih

/Facepalm//Facepalm/ manteeep kan pak si Puput wkwk

2024-03-23

0

Fitria Ningsih

Fitria Ningsih

ya Allah tin ...mulutmu wkwk

2024-03-23

0

lihat semua
Episodes
1 1. Calon Legenda
2 2. Terpincang-pincang
3 3. Kutangkap Kau Dengan Desah
4 4. Harusnya Tanpa Air Mata
5 5. Pak Paijo
6 6. Terciptanya Legenda Desa Cokro
7 7. Perkenalan Kandang Ayam
8 8. Awal Dunia Malam
9 9. Ratapan Berbalut Senyum
10 10. Hidup Di Antara Hitam Dan Putih
11 11. Pembuktian Diri
12 12. Musuh Baru
13 13. Namaku Tini Suketi
14 14. Berita Dari Posyandu
15 15. Awal Mula Terlena
16 16. Awal Kisah Itu
17 17. Perang Dingin
18 18. Mengusik Hati
19 19. Penghuni Satunya
20 20. Tentang Asti
21 21. Penghuni Baru Dengan Speaker
22 22. Calon Legenda Kos-kosan
23 23. Percakapan Tini dan Boy
24 24. Mengukuhkan Sejarah
25 25. Awalnya Persahabatan
26 26. Pengalaman Pertama Dan Terakhir
27 27. Pelajaran Hari Itu
28 28. Titik Balik Kandang Ayam
29 29. Refleksi Hidup
30 30. Kunjungan Sahabat
31 31. Tentang Agus Soang
32 32. Ternyata, Laki-laki itu.
33 33. Pilihan Pertama
34 34. Pilihan Kedua
35 35. Pilihan Ketiga (1)
36 36. Pilihan Ketiga (2)
37 37. Ngalor-Ngidul Pertemuan
38 38. Peran Budhe Tini
39 39. Persekutuan
40 40. Minggu Pagi
41 41. Tak Perlu Taktik
42 42. Kebiasaan Baru Tini
43 43. Efek Puasa Rokok (1)
44 44. Efek Puasa Rokok (2)
45 45. Sore Pertama
46 46. Tini Sebenarnya
47 47. Kebimbangan Tini
48 48. Usaha Untuk Bertahan
49 49. Tini Baik-baik Saja
50 50. Hari Melelahkan
51 51. Hati Nurani Tini (1)
52 52. Hati Nurani Tini (2)
53 53. Obrolan Pria
54 54. Gombal Halus Tini
55 55. Harinya Tini
56 56. Ujian Mental Tini
57 57. Hari Mengeluh
58 58. Kebimbangan Tini
59 59. Mulai Serius
60 60. Dugaan Tini
61 61. Ternyata Wibi
62 62. Melangkah Maju
63 63. Perpisahan
64 64. Katanya Rahasia
65 65. Training Hari Pertama
66 66. Menyerap Ilmu
67 67. Dari Yang Paling Ahli
68 68. Idola Pertama Tini
69 69. Rangkuman Tini
70 70. Penghilang Lelah Tini
71 71. Kumpul Keluarga Kandang Ayam
72 72. Riuh Makan Malam
73 73. Tini Melayang
74 74. Bagi-bagi Rejeki
75 75. Dandanan Tini
76 76. Percakapan Serius
77 77. Calon-calon Ipar
78 78. Terbacanya Taktik Tini
79 79. Hebohnya Hari Tini
80 80. Awal Perjalanan Dimulai
81 81. Renungan Perjalanan
82 82. Keluarga Calon Mertua (1)
83 83. Keluarga Calon Mertua (2)
84 84. Pesona Surabaya dan Kamu
85 85. Jatuh Cinta Yang Sebenarnya
86 86. Pamitan
87 87. Desa Cokro (1)
88 88. Desa Cokro (2)
89 89. Desa Cokro (3)
90 90. Desa Cokro (4)
91 91. Bersama Keluarga Baru
92 92. Menjamu Tamu
93 93. Rencana Pamer
94 94. Mendampingi Bapak
95 95. Saatnya Serius
96 96. Obrolan Tengah Malam
97 97. Perpisahan Sementara
98 98. Obrolan Dalam Perjalanan
99 99. Mematangkan Rencana
100 100. Banyak Rencana
101 101. Tugas yang Sesungguhnya
102 102. Meningkatkan Kualitas Diri
103 103. Kunjungan Profesional Tini
104 104. Nostalgia Versi Tini
105 105. Keberhasilan Pertama
106 106. Rapat Darurat
107 107. Hasil Keputusan Rapat
108 108. Ide Brilian Tini
109 109. Harap-harap Cemas
110 110. Akhirnya Milik Tini
111 111. Kartu Undangan
112 112. Keterkejutan
113 113. Orang-orang Penting Bagi Tini
114 114. Pengobat Rindu
115 115. Hari Halal Tini Wibi (1)
116 116. Hari Halal Tini Wibi (2)
117 117. Hari Halal Tini Wibi (3)
118 118. Tamu Yang Ditunggu
119 119. Dayat Unjuk Gigi
120 120. Pertemuan Para Tamu
121 121. Akhir Pesta Tini
122 122. Tak Sabar
123 123. Setelah Senampan Hidangan
124 124. Teman Saling Mengisi
125 125. Pagi Pertama
126 126. Tetangga Misterius
127 127. Kesan Pesan Tini
128 128. Rangkuman Obrolan
129 129. Hidup Tini Sekarang
130 130. Perpisahan Selalu Ada
131 131. Melangkah Bersama
132 132. Makan Layaknya Keluarga Besar
133 133. Wisuda Evi
134 134. Makan Siang Kelulusan
135 135. Bapak Mengantar Dayat
136 136. Sekilas Kehidupan Baru Dayat
137 137. Keresahan Hidup Lainnya
138 138. Asti Mengantarkan Kartu Undangan
139 139. Masih Dengan Kekhawatiran
140 140. Sebuah Kabar
141 141. Di Balik Cerita
142 142. Pelukan Bahagia
143 143. Kebahagiaan Pada Waktunya
144 144. Sempurna Buat Masing-masing
145 145. Rangkuman Kebahagiaan
146 146. Sekilas Masa Depan
147 147. Akhir Kisah Tini Suketi
Episodes

Updated 147 Episodes

1
1. Calon Legenda
2
2. Terpincang-pincang
3
3. Kutangkap Kau Dengan Desah
4
4. Harusnya Tanpa Air Mata
5
5. Pak Paijo
6
6. Terciptanya Legenda Desa Cokro
7
7. Perkenalan Kandang Ayam
8
8. Awal Dunia Malam
9
9. Ratapan Berbalut Senyum
10
10. Hidup Di Antara Hitam Dan Putih
11
11. Pembuktian Diri
12
12. Musuh Baru
13
13. Namaku Tini Suketi
14
14. Berita Dari Posyandu
15
15. Awal Mula Terlena
16
16. Awal Kisah Itu
17
17. Perang Dingin
18
18. Mengusik Hati
19
19. Penghuni Satunya
20
20. Tentang Asti
21
21. Penghuni Baru Dengan Speaker
22
22. Calon Legenda Kos-kosan
23
23. Percakapan Tini dan Boy
24
24. Mengukuhkan Sejarah
25
25. Awalnya Persahabatan
26
26. Pengalaman Pertama Dan Terakhir
27
27. Pelajaran Hari Itu
28
28. Titik Balik Kandang Ayam
29
29. Refleksi Hidup
30
30. Kunjungan Sahabat
31
31. Tentang Agus Soang
32
32. Ternyata, Laki-laki itu.
33
33. Pilihan Pertama
34
34. Pilihan Kedua
35
35. Pilihan Ketiga (1)
36
36. Pilihan Ketiga (2)
37
37. Ngalor-Ngidul Pertemuan
38
38. Peran Budhe Tini
39
39. Persekutuan
40
40. Minggu Pagi
41
41. Tak Perlu Taktik
42
42. Kebiasaan Baru Tini
43
43. Efek Puasa Rokok (1)
44
44. Efek Puasa Rokok (2)
45
45. Sore Pertama
46
46. Tini Sebenarnya
47
47. Kebimbangan Tini
48
48. Usaha Untuk Bertahan
49
49. Tini Baik-baik Saja
50
50. Hari Melelahkan
51
51. Hati Nurani Tini (1)
52
52. Hati Nurani Tini (2)
53
53. Obrolan Pria
54
54. Gombal Halus Tini
55
55. Harinya Tini
56
56. Ujian Mental Tini
57
57. Hari Mengeluh
58
58. Kebimbangan Tini
59
59. Mulai Serius
60
60. Dugaan Tini
61
61. Ternyata Wibi
62
62. Melangkah Maju
63
63. Perpisahan
64
64. Katanya Rahasia
65
65. Training Hari Pertama
66
66. Menyerap Ilmu
67
67. Dari Yang Paling Ahli
68
68. Idola Pertama Tini
69
69. Rangkuman Tini
70
70. Penghilang Lelah Tini
71
71. Kumpul Keluarga Kandang Ayam
72
72. Riuh Makan Malam
73
73. Tini Melayang
74
74. Bagi-bagi Rejeki
75
75. Dandanan Tini
76
76. Percakapan Serius
77
77. Calon-calon Ipar
78
78. Terbacanya Taktik Tini
79
79. Hebohnya Hari Tini
80
80. Awal Perjalanan Dimulai
81
81. Renungan Perjalanan
82
82. Keluarga Calon Mertua (1)
83
83. Keluarga Calon Mertua (2)
84
84. Pesona Surabaya dan Kamu
85
85. Jatuh Cinta Yang Sebenarnya
86
86. Pamitan
87
87. Desa Cokro (1)
88
88. Desa Cokro (2)
89
89. Desa Cokro (3)
90
90. Desa Cokro (4)
91
91. Bersama Keluarga Baru
92
92. Menjamu Tamu
93
93. Rencana Pamer
94
94. Mendampingi Bapak
95
95. Saatnya Serius
96
96. Obrolan Tengah Malam
97
97. Perpisahan Sementara
98
98. Obrolan Dalam Perjalanan
99
99. Mematangkan Rencana
100
100. Banyak Rencana
101
101. Tugas yang Sesungguhnya
102
102. Meningkatkan Kualitas Diri
103
103. Kunjungan Profesional Tini
104
104. Nostalgia Versi Tini
105
105. Keberhasilan Pertama
106
106. Rapat Darurat
107
107. Hasil Keputusan Rapat
108
108. Ide Brilian Tini
109
109. Harap-harap Cemas
110
110. Akhirnya Milik Tini
111
111. Kartu Undangan
112
112. Keterkejutan
113
113. Orang-orang Penting Bagi Tini
114
114. Pengobat Rindu
115
115. Hari Halal Tini Wibi (1)
116
116. Hari Halal Tini Wibi (2)
117
117. Hari Halal Tini Wibi (3)
118
118. Tamu Yang Ditunggu
119
119. Dayat Unjuk Gigi
120
120. Pertemuan Para Tamu
121
121. Akhir Pesta Tini
122
122. Tak Sabar
123
123. Setelah Senampan Hidangan
124
124. Teman Saling Mengisi
125
125. Pagi Pertama
126
126. Tetangga Misterius
127
127. Kesan Pesan Tini
128
128. Rangkuman Obrolan
129
129. Hidup Tini Sekarang
130
130. Perpisahan Selalu Ada
131
131. Melangkah Bersama
132
132. Makan Layaknya Keluarga Besar
133
133. Wisuda Evi
134
134. Makan Siang Kelulusan
135
135. Bapak Mengantar Dayat
136
136. Sekilas Kehidupan Baru Dayat
137
137. Keresahan Hidup Lainnya
138
138. Asti Mengantarkan Kartu Undangan
139
139. Masih Dengan Kekhawatiran
140
140. Sebuah Kabar
141
141. Di Balik Cerita
142
142. Pelukan Bahagia
143
143. Kebahagiaan Pada Waktunya
144
144. Sempurna Buat Masing-masing
145
145. Rangkuman Kebahagiaan
146
146. Sekilas Masa Depan
147
147. Akhir Kisah Tini Suketi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!