4. Harusnya Tanpa Air Mata

“Setidaknya kalau mau begini, ngomong aja. Jadi, kamu nggak perlu nyari-nyari kesalahan aku,” kata Tini dari ambang pintu.

Bukannya malah berpakaian, kedua pelaku itu hanya menarik seprai batik untuk menutup tubuh mereka. Siti Kusmini menutup bagian atas tubuhnya dengan bantal.

“Ya, sudah. Kamu mau apa? Aku juga nggak mau mutusin kamu. Tapi Mini sudah hamil. Kalau kamu mau dimadu?” Ternyata, kali ini Coki bangkit dan mengambil pakaiannya.

“Hah? Bunting?” tanya Tini memandang Coki, lalu pandangannya berpindah pada Siti Kusmini. “Bunting, kamu? Makanya nanya aku mau nikah kapan? Kamu yang bunting, tapi nanya aku mau nikah kapan?”

“Tin, maaf, Tin .... Aku—”

“Sudah sejak kapan kita mencicipi batang yang sama? Kenapa kamu nggak bilang?” Tini memotong ucapan Siti. Ia dikhianati Coki, tak apa. Laki-laki itu memang bajingan podium tiga teratas di desa mereka. Tapi dikhianati sahabat yang sering makan satu piring dengannya, terasa sangat menusuk.

“Aku bisa nikahin kalian berdua,” tukas Coki.

“Nikahin dua wanita? Matamu!” maki Tini. “Kalau nggak tinggal di rumah orang tuamu dan makan dari mereka, mungkin batu nisanmu sudah berlumut di kuburan!” Napas Tini tersengal-sengal. Tak ada air mata di depan Coki. Yang ada, dia ingin menjejalkan semangkok cabai ke mulut laki-laki itu.

“Jadi? Mau gimana? Apa masih ada yang mau sama kamu selain aku?” Coki sudah selesai mengenakan pakaiannya. Ia lalu memunguti pakaian Siti Kusmini dan mencampakkannya ke pangkuan wanita itu.

“Iya, Tin! Aku nggak apa-apa, kok.” Siti menatap Tini dengan pakaian di tangannya.

“Hah? Batang pas-pasan kayak gitu juga harus dibagi-bagi? Emoh!” Tini nyaris meludah di lantai mendengar ucapan sahabatnya.

“Jadi? Kata Coki kamu juga udah nggak gadis lagi. Apa ada lagi yang mau sama kamu?” tanya Siti Kusmini.

Dada Tini terasa diremaas. Sanggup sekali Siti Kusmini mengatakan hal itu padanya.

“Pikiran kalian itu pendek banget! Sependek jarak otak kalian dan selanggkangan. Jangan panggil aku Tini Suketi kalau aku nggak bisa bawa laki-laki lebih dari si paku tembok ini!” maki Tini menunjuk Coki.

“Ngomongmu kayak yang bener aja,” kata Coki. “Kamu juga masih setengah mati cari duit, Tin—bapakmu aja masih kayak gitu. Setidaknya orang tuaku tanggung jawab sama anaknya!” balas Coki.

“Matur nuwun, Cok! Liat aja nanti. Aku nggak akan pulang sampe aku bisa beli bukit di belakang rumahmu! Bukit yang katanya paling subur dan mahal. Yang pemiliknya nggak tau entah siapa. Nanti aku minta suamiku beli itu. Buat gusur kalian!”

“Halah! Yang penting, aku sudah menawarkan. Bukan aku yang nggak mau tanggung jawab sama kamu. Kamu yang nggak mau dimadu.” Coki duduk di tepi ranjang menggaruk-garuk kepalanya.

“Mending aku diracun, ketimbang aku dimadu! Kayak nggak ada batang lain aja,” umpat Tini.

“Udah—udah. Sana! Ini rumah kami! Kami patungan ngontrak rumah ini. Kamu masuk rumah orang nggak pake acara ngetuk pintu!” sergah Coki.

“Ya, aku nggak ngetuk. Namanya mau nangkep basah! Kalau ngetuk pintu, namanya silaturahmi. Sudah sesak banget, sampe nggak inget ngunci pintu?”

BRAKK!!

Tini menendang pintu kayu tipis yang sejak tadi dipeganginya. Dengan kekuatannya yang disponsori emosi luar biasa, daun pintu lapuk itu jebol. Dua papan kayunya melesak ke dalam.

“Kamu ngerusak rumah orang!” pekik Coki.

“Kalian patungan gantinya!” balas Tini, kemudian pergi meninggalkan pintu kamar.

BRAKK!

Tini keluar rumah dengan kembali membanting pintu. Pak Paijo yang sedang melamun menumpukan kedua sikunya pada setang motor, terlonjak kaget. Tangannya merosot jatuh dan ia langsung memutar kepalanya.

“Sudah, Tin? Memang ada sapi melahirkan?” tanya Pak Paijo.

“Bukan. Tikus kawin. Anter aku pulang, Pak.” Tini langsung naik ke boncengan. Pak Paijo hanya mengangguk sok mengerti dengan apa yang dilihat Tini di dalam rumah.

“Coki lagi nyabu, ya, Tin?” tanya Pak Paijo saat di perjalanan. Ia penasaran dengan raut wajah Tini yang sangat kacau saat keluar dari rumah itu.

“Iya, Pak.” Tini hanya menjawab singkat. Ia tak mau menimbulkan kegegeran di kalangan pengemudi ojek dengan jawaban sembarangan yang dilontarkannya. Meski yang dilihatnya fakta, ia tak mau melecehkan dirinya sendiri karena dinilai kalah dari Siti Kusmini, lalu menyebar aib.

Dalam perjalanan kembali ke rumah, Tini berulang kali mengusap air mata. Ia tak mau tiba di rumah dengan muka sembab, mata memerah dan hidung tersumbat.

Tini turun di depan rumahnya, lalu merogoh kantong celana mencari pecahan dua puluh ribu.

“Enggak usah, Tin. Gratis,” kata Pak Paijo.

“Bener, nih? Ya, diambil aja nggak apa-apa, toh?” Tini menyodorkan selembar dua puluh ribuan yang terlipat.

“Enggak usah. Simpen aja,” sahut Pak Paijo menggeleng.

“Pak, ada kenalan di kota? Aku mau kerja ke kota. Mau cari tempat tinggal. Kos-kosan paling murah,” ujar Tini. Ia berdiri memegangi batok kepala motor Pak Paijo yang masih menyalakan lampu redup.

“Di gang sebelah, si Atun yang baru kembali dari kota. Denger-denger Atun tinggal di kos-kosan. Dia pernah kerja di rumah makan. Nanti aku tanya alamatnya di mana. Jangan cari-cari si Coki lagi, Tin. Itu saranku. Tapi semuanya terserah kamu. Aku pergi. Bel aja hapeku kalau ada apa-apa,” kata Pak Paijo, meletakkan tangannya di telinga sebagai isyarat Tini bisa meneleponnya.

Tini mengangguk, lalu memandang Pak Paijo yang menghilang di kegelapan. Tini tidak masuk melalui pintu depan. Ia memutari rumah dan duduk di atas tumpukan kayu kering. Kayu itu berasal dari pepohonan tumbang di lembah, lalu dibelah-belah untuk dipakai memasak. Lumayan menghemat minyak tanah kalau untuk memasak banyak dan lama.

Di kegelapan halaman belakang rumahnya, Tini menangis tanpa suara. Menggigit bibir agar tangisnya tak terdengar. Membenamkan kepala pada lipatan tangan, dengan bahu berguncang. Kisah kebodohan yang tak mungkin ia ceritakan pada siapa pun.

Berpacaran dengan Coki bukan dilakukannya sehari dua hari. Namun, ternyata populasi perempuan di desa itu berkembang pesat ketimbang laki-laki. Sampai-sampai sahabatnya sendiri tak mampu menemukan sosok laki-laki lain untuk ditiduri.

Seminggu kemudian, Tini benar-benar menjalankan aksi diam. Di rumah, Tini perang dingin dengan bapaknya. Di pabrik, Tini menghindari Siti Kusmini yang berusaha kembali mendekatinya. Dan dua hari berikutnya, Tini mendengar kabar soal Siti Kusmini yang mengundurkan diri karena akan menikah. Ternyata, semuanya benar.

Pesta pernikahan Coki dan Siti Kusmini akan dilangsungkan hari Sabtu berikutnya. Selembar undangan tipis dipandangi Evi dengan mata membelalak. Undangan itu ia dapatkan dari ibu Siti Kusmini saat ia mampir di warung.

“Kamu diundang, Mbak! Kamu diundang!” jerit Evi dari depan pintu. “Mbak Tini ...! Mbak Tini! Pacarmu nikah sama sahabatmu! Apa kamu nggak tau? Mbak Tini!” Evi yang baru pulang mengutip cicilan sore itu, berteriak-teriak histeris. Ia seperti orang gila mencari kakaknya. Bagaimana mungkin Coki yang sudah memacari kakaknya begitu lama, namun berakhir menikah dengan wanita yang sering makan tidur di rumah mereka.

Tini sedang membereskan pakaiannya di kamar. Memasukkan pakaian yang dirasanya paling penting dan dinilainya memiliki model lebih modern.

“Mbak Tiniii!” teriak Evi di ambang pintu kamar. “Bagaimana mungkin?!” jerit Evi lagi menghambur ke dekat Tini, dan mengguncang tubuh kakaknya.

Tini mengambil selembar undangan dari tangan Evi. Menolehnya sebentar, kemudian ia campakkan. Ia lalu meraih lengan Evi dan menyeretnya ke ranjang. Tini mengambil sebuah guling, lalu ia jejalkan ke dalam dekapan Evi.

“Aku yang ditinggal kawin, kok, kamu yang kesurupan? Istirahat dulu. Mungkin kepalamu terlalu lama kena panas. Hari Sabtu, aku berangkat ke kota. Pak Paijo sudah ngasi rekomendasi tempat tinggal di sana dari Mbak Atun. Namanya kos-kosan kandang ayam. Aku jadi inget Puput. Apa ini pertanda aku harus mengenang Puput selama tinggal di sana?” Tini tertawa sumbang.

Evi hanya diam. “Pestanya di rumah Mbak Mini, Mbak.”

Tini mengabaikan ucapan adiknya. “Oh, iya. Hari Sabtu sebelum berangkat, aku perlu parang besar. Kamu ngeliat parang besar punya bapak? Di mana disembunyikannya?”

“Parang besar untuk apa? Mungkin bapak trauma kamu nyembelih Puput, makanya dia sembunyikan. Kamu mau nyembelih siapa kali ini?”

To Be Continued

Terpopuler

Comments

Suyatno Galih

Suyatno Galih

cari parang besar mau acak2 pernikahan mantan ya tin

2024-04-28

0

Barry Slange'an

Barry Slange'an

oh puput

2024-04-19

0

Suprasti Kristin

Suprasti Kristin

baca yg kedua...🤭🤭

2024-03-19

0

lihat semua
Episodes
1 1. Calon Legenda
2 2. Terpincang-pincang
3 3. Kutangkap Kau Dengan Desah
4 4. Harusnya Tanpa Air Mata
5 5. Pak Paijo
6 6. Terciptanya Legenda Desa Cokro
7 7. Perkenalan Kandang Ayam
8 8. Awal Dunia Malam
9 9. Ratapan Berbalut Senyum
10 10. Hidup Di Antara Hitam Dan Putih
11 11. Pembuktian Diri
12 12. Musuh Baru
13 13. Namaku Tini Suketi
14 14. Berita Dari Posyandu
15 15. Awal Mula Terlena
16 16. Awal Kisah Itu
17 17. Perang Dingin
18 18. Mengusik Hati
19 19. Penghuni Satunya
20 20. Tentang Asti
21 21. Penghuni Baru Dengan Speaker
22 22. Calon Legenda Kos-kosan
23 23. Percakapan Tini dan Boy
24 24. Mengukuhkan Sejarah
25 25. Awalnya Persahabatan
26 26. Pengalaman Pertama Dan Terakhir
27 27. Pelajaran Hari Itu
28 28. Titik Balik Kandang Ayam
29 29. Refleksi Hidup
30 30. Kunjungan Sahabat
31 31. Tentang Agus Soang
32 32. Ternyata, Laki-laki itu.
33 33. Pilihan Pertama
34 34. Pilihan Kedua
35 35. Pilihan Ketiga (1)
36 36. Pilihan Ketiga (2)
37 37. Ngalor-Ngidul Pertemuan
38 38. Peran Budhe Tini
39 39. Persekutuan
40 40. Minggu Pagi
41 41. Tak Perlu Taktik
42 42. Kebiasaan Baru Tini
43 43. Efek Puasa Rokok (1)
44 44. Efek Puasa Rokok (2)
45 45. Sore Pertama
46 46. Tini Sebenarnya
47 47. Kebimbangan Tini
48 48. Usaha Untuk Bertahan
49 49. Tini Baik-baik Saja
50 50. Hari Melelahkan
51 51. Hati Nurani Tini (1)
52 52. Hati Nurani Tini (2)
53 53. Obrolan Pria
54 54. Gombal Halus Tini
55 55. Harinya Tini
56 56. Ujian Mental Tini
57 57. Hari Mengeluh
58 58. Kebimbangan Tini
59 59. Mulai Serius
60 60. Dugaan Tini
61 61. Ternyata Wibi
62 62. Melangkah Maju
63 63. Perpisahan
64 64. Katanya Rahasia
65 65. Training Hari Pertama
66 66. Menyerap Ilmu
67 67. Dari Yang Paling Ahli
68 68. Idola Pertama Tini
69 69. Rangkuman Tini
70 70. Penghilang Lelah Tini
71 71. Kumpul Keluarga Kandang Ayam
72 72. Riuh Makan Malam
73 73. Tini Melayang
74 74. Bagi-bagi Rejeki
75 75. Dandanan Tini
76 76. Percakapan Serius
77 77. Calon-calon Ipar
78 78. Terbacanya Taktik Tini
79 79. Hebohnya Hari Tini
80 80. Awal Perjalanan Dimulai
81 81. Renungan Perjalanan
82 82. Keluarga Calon Mertua (1)
83 83. Keluarga Calon Mertua (2)
84 84. Pesona Surabaya dan Kamu
85 85. Jatuh Cinta Yang Sebenarnya
86 86. Pamitan
87 87. Desa Cokro (1)
88 88. Desa Cokro (2)
89 89. Desa Cokro (3)
90 90. Desa Cokro (4)
91 91. Bersama Keluarga Baru
92 92. Menjamu Tamu
93 93. Rencana Pamer
94 94. Mendampingi Bapak
95 95. Saatnya Serius
96 96. Obrolan Tengah Malam
97 97. Perpisahan Sementara
98 98. Obrolan Dalam Perjalanan
99 99. Mematangkan Rencana
100 100. Banyak Rencana
101 101. Tugas yang Sesungguhnya
102 102. Meningkatkan Kualitas Diri
103 103. Kunjungan Profesional Tini
104 104. Nostalgia Versi Tini
105 105. Keberhasilan Pertama
106 106. Rapat Darurat
107 107. Hasil Keputusan Rapat
108 108. Ide Brilian Tini
109 109. Harap-harap Cemas
110 110. Akhirnya Milik Tini
111 111. Kartu Undangan
112 112. Keterkejutan
113 113. Orang-orang Penting Bagi Tini
114 114. Pengobat Rindu
115 115. Hari Halal Tini Wibi (1)
116 116. Hari Halal Tini Wibi (2)
117 117. Hari Halal Tini Wibi (3)
118 118. Tamu Yang Ditunggu
119 119. Dayat Unjuk Gigi
120 120. Pertemuan Para Tamu
121 121. Akhir Pesta Tini
122 122. Tak Sabar
123 123. Setelah Senampan Hidangan
124 124. Teman Saling Mengisi
125 125. Pagi Pertama
126 126. Tetangga Misterius
127 127. Kesan Pesan Tini
128 128. Rangkuman Obrolan
129 129. Hidup Tini Sekarang
130 130. Perpisahan Selalu Ada
131 131. Melangkah Bersama
132 132. Makan Layaknya Keluarga Besar
133 133. Wisuda Evi
134 134. Makan Siang Kelulusan
135 135. Bapak Mengantar Dayat
136 136. Sekilas Kehidupan Baru Dayat
137 137. Keresahan Hidup Lainnya
138 138. Asti Mengantarkan Kartu Undangan
139 139. Masih Dengan Kekhawatiran
140 140. Sebuah Kabar
141 141. Di Balik Cerita
142 142. Pelukan Bahagia
143 143. Kebahagiaan Pada Waktunya
144 144. Sempurna Buat Masing-masing
145 145. Rangkuman Kebahagiaan
146 146. Sekilas Masa Depan
147 147. Akhir Kisah Tini Suketi
Episodes

Updated 147 Episodes

1
1. Calon Legenda
2
2. Terpincang-pincang
3
3. Kutangkap Kau Dengan Desah
4
4. Harusnya Tanpa Air Mata
5
5. Pak Paijo
6
6. Terciptanya Legenda Desa Cokro
7
7. Perkenalan Kandang Ayam
8
8. Awal Dunia Malam
9
9. Ratapan Berbalut Senyum
10
10. Hidup Di Antara Hitam Dan Putih
11
11. Pembuktian Diri
12
12. Musuh Baru
13
13. Namaku Tini Suketi
14
14. Berita Dari Posyandu
15
15. Awal Mula Terlena
16
16. Awal Kisah Itu
17
17. Perang Dingin
18
18. Mengusik Hati
19
19. Penghuni Satunya
20
20. Tentang Asti
21
21. Penghuni Baru Dengan Speaker
22
22. Calon Legenda Kos-kosan
23
23. Percakapan Tini dan Boy
24
24. Mengukuhkan Sejarah
25
25. Awalnya Persahabatan
26
26. Pengalaman Pertama Dan Terakhir
27
27. Pelajaran Hari Itu
28
28. Titik Balik Kandang Ayam
29
29. Refleksi Hidup
30
30. Kunjungan Sahabat
31
31. Tentang Agus Soang
32
32. Ternyata, Laki-laki itu.
33
33. Pilihan Pertama
34
34. Pilihan Kedua
35
35. Pilihan Ketiga (1)
36
36. Pilihan Ketiga (2)
37
37. Ngalor-Ngidul Pertemuan
38
38. Peran Budhe Tini
39
39. Persekutuan
40
40. Minggu Pagi
41
41. Tak Perlu Taktik
42
42. Kebiasaan Baru Tini
43
43. Efek Puasa Rokok (1)
44
44. Efek Puasa Rokok (2)
45
45. Sore Pertama
46
46. Tini Sebenarnya
47
47. Kebimbangan Tini
48
48. Usaha Untuk Bertahan
49
49. Tini Baik-baik Saja
50
50. Hari Melelahkan
51
51. Hati Nurani Tini (1)
52
52. Hati Nurani Tini (2)
53
53. Obrolan Pria
54
54. Gombal Halus Tini
55
55. Harinya Tini
56
56. Ujian Mental Tini
57
57. Hari Mengeluh
58
58. Kebimbangan Tini
59
59. Mulai Serius
60
60. Dugaan Tini
61
61. Ternyata Wibi
62
62. Melangkah Maju
63
63. Perpisahan
64
64. Katanya Rahasia
65
65. Training Hari Pertama
66
66. Menyerap Ilmu
67
67. Dari Yang Paling Ahli
68
68. Idola Pertama Tini
69
69. Rangkuman Tini
70
70. Penghilang Lelah Tini
71
71. Kumpul Keluarga Kandang Ayam
72
72. Riuh Makan Malam
73
73. Tini Melayang
74
74. Bagi-bagi Rejeki
75
75. Dandanan Tini
76
76. Percakapan Serius
77
77. Calon-calon Ipar
78
78. Terbacanya Taktik Tini
79
79. Hebohnya Hari Tini
80
80. Awal Perjalanan Dimulai
81
81. Renungan Perjalanan
82
82. Keluarga Calon Mertua (1)
83
83. Keluarga Calon Mertua (2)
84
84. Pesona Surabaya dan Kamu
85
85. Jatuh Cinta Yang Sebenarnya
86
86. Pamitan
87
87. Desa Cokro (1)
88
88. Desa Cokro (2)
89
89. Desa Cokro (3)
90
90. Desa Cokro (4)
91
91. Bersama Keluarga Baru
92
92. Menjamu Tamu
93
93. Rencana Pamer
94
94. Mendampingi Bapak
95
95. Saatnya Serius
96
96. Obrolan Tengah Malam
97
97. Perpisahan Sementara
98
98. Obrolan Dalam Perjalanan
99
99. Mematangkan Rencana
100
100. Banyak Rencana
101
101. Tugas yang Sesungguhnya
102
102. Meningkatkan Kualitas Diri
103
103. Kunjungan Profesional Tini
104
104. Nostalgia Versi Tini
105
105. Keberhasilan Pertama
106
106. Rapat Darurat
107
107. Hasil Keputusan Rapat
108
108. Ide Brilian Tini
109
109. Harap-harap Cemas
110
110. Akhirnya Milik Tini
111
111. Kartu Undangan
112
112. Keterkejutan
113
113. Orang-orang Penting Bagi Tini
114
114. Pengobat Rindu
115
115. Hari Halal Tini Wibi (1)
116
116. Hari Halal Tini Wibi (2)
117
117. Hari Halal Tini Wibi (3)
118
118. Tamu Yang Ditunggu
119
119. Dayat Unjuk Gigi
120
120. Pertemuan Para Tamu
121
121. Akhir Pesta Tini
122
122. Tak Sabar
123
123. Setelah Senampan Hidangan
124
124. Teman Saling Mengisi
125
125. Pagi Pertama
126
126. Tetangga Misterius
127
127. Kesan Pesan Tini
128
128. Rangkuman Obrolan
129
129. Hidup Tini Sekarang
130
130. Perpisahan Selalu Ada
131
131. Melangkah Bersama
132
132. Makan Layaknya Keluarga Besar
133
133. Wisuda Evi
134
134. Makan Siang Kelulusan
135
135. Bapak Mengantar Dayat
136
136. Sekilas Kehidupan Baru Dayat
137
137. Keresahan Hidup Lainnya
138
138. Asti Mengantarkan Kartu Undangan
139
139. Masih Dengan Kekhawatiran
140
140. Sebuah Kabar
141
141. Di Balik Cerita
142
142. Pelukan Bahagia
143
143. Kebahagiaan Pada Waktunya
144
144. Sempurna Buat Masing-masing
145
145. Rangkuman Kebahagiaan
146
146. Sekilas Masa Depan
147
147. Akhir Kisah Tini Suketi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!