2. Terpincang-pincang

Pulang dari pabrik, Tini belum berani langsung menuju rumahnya. Coki berjanji menjemput Tini sore itu. Kulit wajahnya yang mulai berminyak, kembali ia tepukkan bedak. Lipstik berminyak berwarna terang pun, ia poleskan sekali lagi. Tini sudah bersiap bermalam mingguan bersama kekasihnya.

Hampir setengah jam Tini duduk di bawah pohon seri, ketika suara knalpot motor yang bisa memecahkan gendang telinga bayi terdengar perlahan mendekat. Sejurus kemudian, Coki muncul dari jalan yang berada di sebelah pabrik mendekatinya.

Motor Coki terlihat sangat kurus. Persis seperti pemiliknya. Awalnya motor itu datang dari showroom dengan badan yang gemuk. Namun, beberapa hari di bawah perawatan Coki, motornya itu seperti tertekan. Tubuhnya dipreteli sampai hanya tersisa batang penyambung dua rodanya.

“Ayo, pulang. Abis nganter kamu aku masih ada keperluan. Enggak bisa lama-lama. Mau ngeliat ternak di desa sebelah.” Coki tidak turun dari motornya. Pria kurus itu hanya duduk di atas motor membenarkan letak topinya. Celana jeans biru yang warnanya sudah memudar sengaja dirobek di bagian lututnya untuk menambah kesan sangar. Tapi, kesan sangar itu gagal. Yang ada, Coki malah terlihat seperti gembel.

“Belum apa-apa udah ngomong nggak bisa lama. Memangnya kenapa ternak di desa sebelah sampe harus diliatin? Apa ada yang aneh? Aku juga mau sekali-sekali diajak ikut ngeliat. Ayo!” Tini langsung merentangkan kakinya naik ke boncengan. Perasaannya sudah tak enak beberapa hari ini. Coki selalu saja terburu-buru tiap mereka sedang bersama.

“Ini serius mau ikut?” tanya Coki dari depan, ia mulai melajukan motornya.

“Ya, iya. Aku mau ikut.” Tini melingkarkan tangannya dengan erat di sekeliling pinggang Coki yang tipis.

Coki melajukan motornya yang bersuara mirip traktor melaju menuju jalan besar, dan terus menuju desa sebelah yang tadi dikatakannya. Dari atas boncengan, kepala Tini sudah celingukan mencari rumah atau perkebunan yang dimaksud oleh kekasihnya. Di mana hewan ternak yang dimaksud oleh Coki. Motor melaju selama sepuluh menit menembus pepohonan. Keluar-masuk ke area perumahan warga desa yang terletak jarang-jarang, namun Coki tidak juga berhenti.

Tini gelisah. Desa itu sepertinya memang bukan tempat tujuan pria yang memboncengnya. Coki terkesan asal mengajaknya berputar-putar.

“Di depan ada rumah, kita berenti dulu.” Tini menepuk pelan pundak Coki, lalu menunjuk sebuah rumah yang halamannya luas.

“Mau ngapain?” tanya Coki.

“Ya, ini, mau ke mana? Enggak jelas!” sergah Tini. “Mau liat ternak di mana? Dari tadi aku nggak ada liat ternak sapi. Semuanya unggas. Kamu bilang selama ini bantu ternak lahiran di desa ini. Apa ayam dan itik sudah melahirkan? Enggak nelur lagi?” Tini mengomel dari balik punggung Coki.

“Kamu ini selalu bawel. Ya, udah. Kita pulang aja. Makin lama kayaknya kita makin nggak cocok,” kata Coki, menghentikan sepeda motornya.

Tini langsung terdiam. Inilah perasaan tak enaknya sejak kemarin. Ia seperti tahu bahwa Coki akan mengatakan hal itu sewaktu-waktu padanya. Kesibukan-kesibukan Coki yang sebenarnya tak pernah sibuk, membuat Tini curiga.

“Maksud kamu apa?” tanya Tini, turun dari boncengan dan berjalan ke depan Coki.

“Aku bilang makin lama kita makin nggak cocok. Kamu nuntutnya terlalu banyak. Ini-itu. Bikin aku pusing,” ketus Coki.

“Tuntutan menikahi perempuan yang sudah kamu kangkangi itu wajar. Sekarang kamu bilang aku nuntut. Kemarin-kemarin tiap liat sapi beranak, kamu datengi aku, karena kepingin kawin juga. Kepalamu itu makin nggak ada isinya karena kebanyakan ngisep sabu-sabu.” Napas Tini tersengal-sengal menahan emosinya.

Dua tahun menjalani hubungan dengan Coki, hanya berhasil membuat keperawanannya terenggut tanpa lamaran pernikahan.

“Kenapa? Kamu nyesel? Aku nggak pernah maksa-maksa kamu. Mau nyalahin aku?” sergah Coki.

“Aku nggak mau nyalahin kamu karena aku yang ngangkang suka rela. Aku juga ikut enak-enak. Aku tau kamu nggak maksa. Tapi, kamu juga sadar kalau harusnya bertanggung jawab. Aku nggak pernah minta apa-apa sama kamu, karena aku memang cinta. Masih mending ngelonte, aku dapet uang. Nyatanya, aku nggak minta apa-apa dari kamu, kan?” tanya Tini. Matanya sudah memanas. Laki-laki yang beberapa waktu lalu siang-malam mengatakan cinta dan sayang padanya kini berada di depannya bagai seorang pria asing tak dikenal.

“Aku mau pulang!” kata Coki.

“Di mana kandang ternak yang mau kamu liat? Sapi betina mana?” paksa Tini. “Aku tau kamu berusaha menghindari aku terus. Alesan mau liat ternak. Bolak-balik pake alesan sapi beranak. Memangnya sapi buntingnya berapa bulan? Setiap hari ada aja yang beranak!” pekik Tini.

“Aku tinggalin kamu di sini,” ancam Coki.

“Kamu anter aku. Jalan ke depan sana jauh,” kata Tini. Ia lalu kembali naik ke atas boncengan sepeda motor.

Wajahnya menekuk dengan hati yang terasa ditusuk sembilu bertubi-tubi. Habislah sudah, pikirnya. Masa depan apa lagi yang dimilikinya di kampung itu? Ayah pengangguran yang tak bisa dibanggakan dan tak pernah memikirkan masa depannya. Kebodohan akan cinta yang membutakan matanya.

Motor bebek kurus Coki keluar dari desa sebelah dan menelusuri jalan menuju desa mereka. Sampai tiba di depan jalan menuju rumahnya, Tini menepuk pundak Coki.

“Aku turun di sini aja,” kata Tini.

“Kamu bilang sampai di rumah. Sini aku anter sampe rumah,” tukas Coki, mulai mengendurkan emosinya sesaat yang lalu.

Coki tak punya keahlian apa-apa di kala sedang waras. Namun, memiliki keahlian mekanik luar biasa ketika sedang mabuk sabu. Pria 27 tahun itu sekejab saja bisa menyatukan kipas angin yang tercerai berai dalam jangka waktu singkat jika baru menyesap sabu. Keahliannya meningkat seperti MacGyver. Berbanding terbalik kalau ia dalam keadaan normal. Bodohnya luar biasa.

Coki menghentikan motornya di mulut jalan. Tiga orang ojek pengkolan terlihat di sana memperhatikan sepasang kekasih di ujung tanduk yang sedang melemparkan tatapan kesal satu sama lain. Saat Tini turun, Coki dengan segera menggeber motornya dan meninggalkan asap putih tebal yang menyelimuti tubuh Tini.

Tini berjalan keluar dari asap bak penyanyi dangdut yang baru muncul di atas pentas.

“Ribut terus, Tin!” tukas salah seorang ojek.

Tini menghentikan langkahnya di depan ojek itu. Namanya Pak Paijo. Usianya hampir empat puluh. Pak Paijo adalah tukang ojek langganan yang sering mengantarkan Tini ke mana-mana.

“Kemarin Coki ke mana? Ada ngeliat, Pak?” tanya Tini, menatap Pak Paijo yang kulitnya nyaris seperti warna gula merah.

“Ke kebun desa ujung. Ada rumah temennya di sana. Kemarin aku nganter langgananku, dan ngeliat ada motornya parkir,” jawab Pak Paijo.

“Kurang ajar itu. Besok temenin aku nguntit dia. Bisa?" tanya Tini.

Pak Paijo mengangguk. "Bisa," katanya.

"Ya, udah. Aku pulang dulu,” tukas Tini kemudian.

“Tinggalin aja. Ngapain sama laki-laki kayak dia. Masih banyak jejaka sini nyari perawan. Jangan takut nggak ada yang mau,” nasihat Pak Paijo.

Tini hanya mengangguk kemudian melanjutkan langkahnya. Andai semudah itu, ia pasti tak akan akan sesedih sekarang, pikirnya. Hatinya galau bukan kepalang. Kerja pun ia tak konsentrasi. Hubungannya dengan Coki mungkin hanya tinggal menghitung hari.

Tini mau Coki bersikap jantan dengan memutuskannya secara langsung. Tini mau Coki mengakui soal penyebabnya menjauh. Tapi sepertinya, Tini memang harus mencari tahu sendiri dan menangkap basah kekasihnya itu.

Sebelum tiba di gang rumahnya, Tini melewati simpang empat jalan yang di semua sisinya terdapat kebun dan pepohonan yang tumbuh jarang.

Saat melintasi simpang itu, Tini tiba-tiba menghentikan langkahnya. Kakinya terasa menginjak sesuatu. Ia menunduk, lalu mengumpat. Dengan wajah kesal, ia melanjutkan jalannya terpincang-pincang.

Dari arah kanan Tini, seorang kakek pincang datang menjajari langkahnya. Sepertinya tujuan mereka sama. Kakek itu terkenal pikun. Seisi desa sudah tahu kalau ia sering sesumbar soal menjadi pahlawan kemerdekaan atau tentara yang sering ikut perang di seluruh belahan dunia. Padahal, cucunya mengatakan kalau kaki kakeknya pincang karena pernah kecelakaan. Terinjak seekor sapi yang mengamuk.

Melihat Tini terpincang-pincang, kakek itu mengernyit memandang kaki Tini. Lalu, ia juga memandang kakinya sendiri. Merasa senasib, kakek tersebut memulai pembicaraan.

“Perang Vietnam tahun 1955,” cetus kakek pikun menunjuk kakinya.

Tini memandang kaki kakek pikun yang pincang, lalu memandang kakinya yang juga sedang pincang.

“Tai sapi sepuluh meter di belakang,” balas Tini, menunjuk kakinya.

Kakek pikun mengangguk-angguk mendengar jawaban Tini. Mereka berdua lalu melanjutkan langkah dalam diam.

To Be Continued

Dukung TINI SUKETI ya ....

Karena juskelapa bakal ada Giveaway untuk 3 podium teratas pemberi hadiah terbanyak. Dan beberapa Giveaway untuk fans berlabel gold atau silver yang akan juskelapa acak seadil-adilnya. Semua pasti ada gilirannya.

*Buat yang udah lama nunggu TINI SUKETI dukung enjuss terus ya .... ada Giveaway untuk pembaca lewat jalur amalan yang nggak diliat dari poin.

Ini hanya souvenir kenang-kenangan dari juskelapa selama menulis di Noveltoon. Belum banyak, yang penting ada*.

Jangan lupa follow juskelapa karena bakal njuss sendiri yang PC untuk tanya alamat.

Semoga Tini Suketi bisa bersaing di jagat Noveltoon.

Salam sayang dari juskelapa.

Penulis Platinum jalur amal.

Terpopuler

Comments

ardan

ardan

koplakkkkk wkwkwkwk 🤣🤣🤣

2024-04-18

0

ιиɑ͜͡✦Amita Sahara ⍣⃝కꫝ🎸

ιиɑ͜͡✦Amita Sahara ⍣⃝కꫝ🎸

kak emang keren deh Novelnya 🤗🤗🤗

2024-04-07

0

ιиɑ͜͡✦Amita Sahara ⍣⃝కꫝ🎸

ιиɑ͜͡✦Amita Sahara ⍣⃝కꫝ🎸

motor nya kebakaran jangan2😆😆

2024-04-07

0

lihat semua
Episodes
1 1. Calon Legenda
2 2. Terpincang-pincang
3 3. Kutangkap Kau Dengan Desah
4 4. Harusnya Tanpa Air Mata
5 5. Pak Paijo
6 6. Terciptanya Legenda Desa Cokro
7 7. Perkenalan Kandang Ayam
8 8. Awal Dunia Malam
9 9. Ratapan Berbalut Senyum
10 10. Hidup Di Antara Hitam Dan Putih
11 11. Pembuktian Diri
12 12. Musuh Baru
13 13. Namaku Tini Suketi
14 14. Berita Dari Posyandu
15 15. Awal Mula Terlena
16 16. Awal Kisah Itu
17 17. Perang Dingin
18 18. Mengusik Hati
19 19. Penghuni Satunya
20 20. Tentang Asti
21 21. Penghuni Baru Dengan Speaker
22 22. Calon Legenda Kos-kosan
23 23. Percakapan Tini dan Boy
24 24. Mengukuhkan Sejarah
25 25. Awalnya Persahabatan
26 26. Pengalaman Pertama Dan Terakhir
27 27. Pelajaran Hari Itu
28 28. Titik Balik Kandang Ayam
29 29. Refleksi Hidup
30 30. Kunjungan Sahabat
31 31. Tentang Agus Soang
32 32. Ternyata, Laki-laki itu.
33 33. Pilihan Pertama
34 34. Pilihan Kedua
35 35. Pilihan Ketiga (1)
36 36. Pilihan Ketiga (2)
37 37. Ngalor-Ngidul Pertemuan
38 38. Peran Budhe Tini
39 39. Persekutuan
40 40. Minggu Pagi
41 41. Tak Perlu Taktik
42 42. Kebiasaan Baru Tini
43 43. Efek Puasa Rokok (1)
44 44. Efek Puasa Rokok (2)
45 45. Sore Pertama
46 46. Tini Sebenarnya
47 47. Kebimbangan Tini
48 48. Usaha Untuk Bertahan
49 49. Tini Baik-baik Saja
50 50. Hari Melelahkan
51 51. Hati Nurani Tini (1)
52 52. Hati Nurani Tini (2)
53 53. Obrolan Pria
54 54. Gombal Halus Tini
55 55. Harinya Tini
56 56. Ujian Mental Tini
57 57. Hari Mengeluh
58 58. Kebimbangan Tini
59 59. Mulai Serius
60 60. Dugaan Tini
61 61. Ternyata Wibi
62 62. Melangkah Maju
63 63. Perpisahan
64 64. Katanya Rahasia
65 65. Training Hari Pertama
66 66. Menyerap Ilmu
67 67. Dari Yang Paling Ahli
68 68. Idola Pertama Tini
69 69. Rangkuman Tini
70 70. Penghilang Lelah Tini
71 71. Kumpul Keluarga Kandang Ayam
72 72. Riuh Makan Malam
73 73. Tini Melayang
74 74. Bagi-bagi Rejeki
75 75. Dandanan Tini
76 76. Percakapan Serius
77 77. Calon-calon Ipar
78 78. Terbacanya Taktik Tini
79 79. Hebohnya Hari Tini
80 80. Awal Perjalanan Dimulai
81 81. Renungan Perjalanan
82 82. Keluarga Calon Mertua (1)
83 83. Keluarga Calon Mertua (2)
84 84. Pesona Surabaya dan Kamu
85 85. Jatuh Cinta Yang Sebenarnya
86 86. Pamitan
87 87. Desa Cokro (1)
88 88. Desa Cokro (2)
89 89. Desa Cokro (3)
90 90. Desa Cokro (4)
91 91. Bersama Keluarga Baru
92 92. Menjamu Tamu
93 93. Rencana Pamer
94 94. Mendampingi Bapak
95 95. Saatnya Serius
96 96. Obrolan Tengah Malam
97 97. Perpisahan Sementara
98 98. Obrolan Dalam Perjalanan
99 99. Mematangkan Rencana
100 100. Banyak Rencana
101 101. Tugas yang Sesungguhnya
102 102. Meningkatkan Kualitas Diri
103 103. Kunjungan Profesional Tini
104 104. Nostalgia Versi Tini
105 105. Keberhasilan Pertama
106 106. Rapat Darurat
107 107. Hasil Keputusan Rapat
108 108. Ide Brilian Tini
109 109. Harap-harap Cemas
110 110. Akhirnya Milik Tini
111 111. Kartu Undangan
112 112. Keterkejutan
113 113. Orang-orang Penting Bagi Tini
114 114. Pengobat Rindu
115 115. Hari Halal Tini Wibi (1)
116 116. Hari Halal Tini Wibi (2)
117 117. Hari Halal Tini Wibi (3)
118 118. Tamu Yang Ditunggu
119 119. Dayat Unjuk Gigi
120 120. Pertemuan Para Tamu
121 121. Akhir Pesta Tini
122 122. Tak Sabar
123 123. Setelah Senampan Hidangan
124 124. Teman Saling Mengisi
125 125. Pagi Pertama
126 126. Tetangga Misterius
127 127. Kesan Pesan Tini
128 128. Rangkuman Obrolan
129 129. Hidup Tini Sekarang
130 130. Perpisahan Selalu Ada
131 131. Melangkah Bersama
132 132. Makan Layaknya Keluarga Besar
133 133. Wisuda Evi
134 134. Makan Siang Kelulusan
135 135. Bapak Mengantar Dayat
136 136. Sekilas Kehidupan Baru Dayat
137 137. Keresahan Hidup Lainnya
138 138. Asti Mengantarkan Kartu Undangan
139 139. Masih Dengan Kekhawatiran
140 140. Sebuah Kabar
141 141. Di Balik Cerita
142 142. Pelukan Bahagia
143 143. Kebahagiaan Pada Waktunya
144 144. Sempurna Buat Masing-masing
145 145. Rangkuman Kebahagiaan
146 146. Sekilas Masa Depan
147 147. Akhir Kisah Tini Suketi
Episodes

Updated 147 Episodes

1
1. Calon Legenda
2
2. Terpincang-pincang
3
3. Kutangkap Kau Dengan Desah
4
4. Harusnya Tanpa Air Mata
5
5. Pak Paijo
6
6. Terciptanya Legenda Desa Cokro
7
7. Perkenalan Kandang Ayam
8
8. Awal Dunia Malam
9
9. Ratapan Berbalut Senyum
10
10. Hidup Di Antara Hitam Dan Putih
11
11. Pembuktian Diri
12
12. Musuh Baru
13
13. Namaku Tini Suketi
14
14. Berita Dari Posyandu
15
15. Awal Mula Terlena
16
16. Awal Kisah Itu
17
17. Perang Dingin
18
18. Mengusik Hati
19
19. Penghuni Satunya
20
20. Tentang Asti
21
21. Penghuni Baru Dengan Speaker
22
22. Calon Legenda Kos-kosan
23
23. Percakapan Tini dan Boy
24
24. Mengukuhkan Sejarah
25
25. Awalnya Persahabatan
26
26. Pengalaman Pertama Dan Terakhir
27
27. Pelajaran Hari Itu
28
28. Titik Balik Kandang Ayam
29
29. Refleksi Hidup
30
30. Kunjungan Sahabat
31
31. Tentang Agus Soang
32
32. Ternyata, Laki-laki itu.
33
33. Pilihan Pertama
34
34. Pilihan Kedua
35
35. Pilihan Ketiga (1)
36
36. Pilihan Ketiga (2)
37
37. Ngalor-Ngidul Pertemuan
38
38. Peran Budhe Tini
39
39. Persekutuan
40
40. Minggu Pagi
41
41. Tak Perlu Taktik
42
42. Kebiasaan Baru Tini
43
43. Efek Puasa Rokok (1)
44
44. Efek Puasa Rokok (2)
45
45. Sore Pertama
46
46. Tini Sebenarnya
47
47. Kebimbangan Tini
48
48. Usaha Untuk Bertahan
49
49. Tini Baik-baik Saja
50
50. Hari Melelahkan
51
51. Hati Nurani Tini (1)
52
52. Hati Nurani Tini (2)
53
53. Obrolan Pria
54
54. Gombal Halus Tini
55
55. Harinya Tini
56
56. Ujian Mental Tini
57
57. Hari Mengeluh
58
58. Kebimbangan Tini
59
59. Mulai Serius
60
60. Dugaan Tini
61
61. Ternyata Wibi
62
62. Melangkah Maju
63
63. Perpisahan
64
64. Katanya Rahasia
65
65. Training Hari Pertama
66
66. Menyerap Ilmu
67
67. Dari Yang Paling Ahli
68
68. Idola Pertama Tini
69
69. Rangkuman Tini
70
70. Penghilang Lelah Tini
71
71. Kumpul Keluarga Kandang Ayam
72
72. Riuh Makan Malam
73
73. Tini Melayang
74
74. Bagi-bagi Rejeki
75
75. Dandanan Tini
76
76. Percakapan Serius
77
77. Calon-calon Ipar
78
78. Terbacanya Taktik Tini
79
79. Hebohnya Hari Tini
80
80. Awal Perjalanan Dimulai
81
81. Renungan Perjalanan
82
82. Keluarga Calon Mertua (1)
83
83. Keluarga Calon Mertua (2)
84
84. Pesona Surabaya dan Kamu
85
85. Jatuh Cinta Yang Sebenarnya
86
86. Pamitan
87
87. Desa Cokro (1)
88
88. Desa Cokro (2)
89
89. Desa Cokro (3)
90
90. Desa Cokro (4)
91
91. Bersama Keluarga Baru
92
92. Menjamu Tamu
93
93. Rencana Pamer
94
94. Mendampingi Bapak
95
95. Saatnya Serius
96
96. Obrolan Tengah Malam
97
97. Perpisahan Sementara
98
98. Obrolan Dalam Perjalanan
99
99. Mematangkan Rencana
100
100. Banyak Rencana
101
101. Tugas yang Sesungguhnya
102
102. Meningkatkan Kualitas Diri
103
103. Kunjungan Profesional Tini
104
104. Nostalgia Versi Tini
105
105. Keberhasilan Pertama
106
106. Rapat Darurat
107
107. Hasil Keputusan Rapat
108
108. Ide Brilian Tini
109
109. Harap-harap Cemas
110
110. Akhirnya Milik Tini
111
111. Kartu Undangan
112
112. Keterkejutan
113
113. Orang-orang Penting Bagi Tini
114
114. Pengobat Rindu
115
115. Hari Halal Tini Wibi (1)
116
116. Hari Halal Tini Wibi (2)
117
117. Hari Halal Tini Wibi (3)
118
118. Tamu Yang Ditunggu
119
119. Dayat Unjuk Gigi
120
120. Pertemuan Para Tamu
121
121. Akhir Pesta Tini
122
122. Tak Sabar
123
123. Setelah Senampan Hidangan
124
124. Teman Saling Mengisi
125
125. Pagi Pertama
126
126. Tetangga Misterius
127
127. Kesan Pesan Tini
128
128. Rangkuman Obrolan
129
129. Hidup Tini Sekarang
130
130. Perpisahan Selalu Ada
131
131. Melangkah Bersama
132
132. Makan Layaknya Keluarga Besar
133
133. Wisuda Evi
134
134. Makan Siang Kelulusan
135
135. Bapak Mengantar Dayat
136
136. Sekilas Kehidupan Baru Dayat
137
137. Keresahan Hidup Lainnya
138
138. Asti Mengantarkan Kartu Undangan
139
139. Masih Dengan Kekhawatiran
140
140. Sebuah Kabar
141
141. Di Balik Cerita
142
142. Pelukan Bahagia
143
143. Kebahagiaan Pada Waktunya
144
144. Sempurna Buat Masing-masing
145
145. Rangkuman Kebahagiaan
146
146. Sekilas Masa Depan
147
147. Akhir Kisah Tini Suketi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!