8. Awal Dunia Malam

Seharian Tini gelisah di kamarnya. Ia cemas tentang pekerjaan barunya bersama Warni sore nanti. Ia juga cemas soal Mak Robin yang pasti akan menanyainya mau pergi ke mana. Suara Robin yang menangis di kamar sebelah membuat Tini merasa semakin gugup. Dan puncak dari kegugupannya itu adalah ketukan keras di pintu kamarnya. Papan tipis renggang yang bisa memantulkan cahaya matahari jika di luar terlalu terik, terlihat bergetar.

“Mbak Tini ...,” panggil Warni.

Sejenak, Tini terhenyak. Suara Warni terdengar mirip Evi yang sedang memanggilnya. Sebersit rasa rindu, melintas di hatinya. Evi, Dayat, sedang apa kalian? Semoga sampai aku mati, kalian tidak akan pernah tahu apa yang sudah aku lakukan selama ini. Tini memutar kunci kamarnya dan keluar dengan memasang raut angkuh. Semakin hari ia menyukai reaksi orang-orang saat ia memasang raut menyebalkan itu. Orang-orang, terutama para pria, tak ada yang memanggilnya dengan sebutan-sebutan nakal dan menjijikkan.

“Sudah selesai? Yuk,” ajak Warni. Sore itu Warni terlihat begitu segar dengan makeup yang apik. Terlihat bahwa wanita itu sudah terbiasa memoleskan makeup di wajahnya.

“Mbak Warni, apa nggak sakit?” tanya Tini memandang perut warni.

“Sakit, tapi hidup jalan terus sampe mati. Sudah, cepat tutup pintu kamarmu,” pinta Warni.

“Jadi juga kau ikut dia, Tini?” tanya Mak Robin menggendong anaknya.

“Biarkan dia cek ombak dulu, Mak. Mau lanjut atau enggak, terserah dia. Aku nggak jual Mbak Tini, kok.” Warni berkilah.

“Ya, udah. Hati-hatilah kau, Tini. Jaga diri baik-baik. Jangan sampai diperkosa orang. Jangan sampe kau balik ke kampung bunting pulak,” tambah Mak Robin.

Saat mendengar hal itu, Tini hanya membatin. Kalau tak memikirkan malu seperti Siti Kusmini yang mudah memutuskan untuk hamil di luar nikah lebih dulu, mungkin ia dan Coki akan menikah dengan cara yang sama.

Pukul enam sore, kota besar itu sudah gelap. Pantas ia diminta untuk bersiap-siap lebih cepat. Kepadatan jalan raya, membuat kendaraan mereka merambat. Di dalam taksi yang mereka tumpangi, Tini hanya diam membisu. Semuanya tampak asing. Jajaran gedung pencakar langit, kendaraan-kendaraan yang memadati jalanan, para pedagang di tepi jalan, bahkan Warni yang duduk di sebelahnya memegang ponsel, masih sangat asing.

Baru menjelang pukul tujuh malam, taksi yang Tini dan Warni tumpangi, tiba di depan portal masuk ke sebuah hotel bintang empat. Tini mengetahui hotel itu berbintang empat dari bawah nama hotel yang menampilkan deretan empat bintang.

Hotel itu sangat besar. Dan Warni meminta supir taksi terus melaju hingga mereka tiba di samping hotel. Ternyataz pintu samping hotel itu juga sangat besar.

“Mbak Tini santai aja. Jangan terlalu kaku. Jangan biarkan orang tau kalau Mbak Tini anak baru di sini. Karaoke di hotel ini bukan milik pengusaha lain. Artinya semua manajemen memang berada di bawah hotel. Ayo, kita masuk. Aku kasi tau seluk beluk di sini.” Warni menggelayuti lengan Tini seperti mengajak masuk ke rumahnya.

Warni begitu santai. Mengajak Tini melangkah di atas lantai yang berselubung karpet tebal peredam bunyi ketukan lantai. Tanpa suara tumit kaki mengetuk lantai granit, lorong itu sangat lengang. Warni terus melangkah menggandeng Tini, hingga mereka tiba di penghujung lorong dan berbelok ke kanan.

Malam itu Tini mengenakan celana jeans biru ketat yang di kampungnya menjadi tren. Warna biru kesan luntur dan belel serta serabut benang bagai poni di pergelangan celana itu. Untuk atasannya, Tini mengenakan sweater rajut mesin lengan panjang. Ia belum memiliki sepatu tinggi, seperti yang dikenakan Warni. Wajahnya pun masih berkilap karena bedak Kelly. Tini terlihat sangat kontras. Terutama, saat Warni mengajaknya melewati sebuah ruangan yang sekelilingnya kaca.

“Itu perempuan ngapain duduk rame-rame kayak dalam toples?” Tini melongo, melihat sofa berbentuk L yang mengelilingi isi ruangan kaca dengan perempuan berbagai bentuk di dalamnya.

“Itu namanya gadis akuarium. Kamu juga bakal duduk di sana,” kata Warni. “Sebelum Mbak Tini masuk ke ruangan itu, sini aku briefing dulu.” Warni menyeret Tini ke sebuah ruangan sangat kecil yang hanya berisi kaca besar dan beberapa bangku plastik.

“Jadi kerjanya gimana? Pakaianku kayak gini, nggak apa-apa?” tanya Tini dengan wajah kikuk.

“Enggak apa-apa. Nanti lama-lama kamu pasti bisa ngikutin ritme di sini. Denger aku dulu,” kata Warni.

“Iya, aku denger.” Tini mengangguk. Sepertinya ia berhasil menularkan kegugupannya pada Warni. Karena wanita berusia awal 30-an itu, memegangi kedua tangan Tini.

“Usia kamu berapa?” tanya Warni.

“Sebentar lagi dua lima,” jawab Tini.

“Masih perawan?” tanya Warni lagi.

Pertanyaan menohok buat Tini, tapi sepertinya sudah merupakan hal yang biasa ditanyakan di sana. Tini menggeleng lemah.

“Enggak perawan, ya? Pasti hilangnya diambil pacar dengan gratis. Goblok, sih, kamu. Mending dijual, kamu udah bisa beli mobil seken. Apalagi susumu gede,” kata Warni, mencolek dada Tini dengan santai. “Tapi, ya, sudah. Kalau gitu aku nggak perlu khawatir karena menjerumuskan gadis desa polos. Aku mau ngasi tips selama di sini. Kalau kamu bisa ngikutin caraku, kamu nggak akan capek.” Warni terlihat kelelahan. Ia yang tadi berdiri sambil bercermin, seketika menarik bangku dan duduk.

“Caranya apa?” tanya Tini. Ia benar-benar tertarik dengan kata-kata nggak perlu capek. Tini tak mau melacur. Dalam bayangannya, menemani bapak-bapak kaya menyanyi di ruangan dan diberi uang, teknisnya pasti sangat sederhana.

“Ini tempat karaoke sekaligus esek-esek, Tin. Buat pelanggan yang suka dengan wanita yang menemaninya, mereka bisa langsung melakukan kesepakatan. Tapi ada juga yang cuma mesra-mesraan di dalam ruang KTV. Macem-macem. Dari KTV ada gaji perhari, tapi nggak banyak. Tamu yang datang, biasa dibawa melewati ruangan kaca itu, lalu memilih wanita mana yang akan menemaninya. Tips paling besar, biasa dari pelanggan yang puas. Kalau kamu jago ngomong, kamu bisa mengeruk uang para bandot tua itu,” beber Warni. Ia menyeka sedikit peluh di dahinya.

“Mbak Warni sakit,” ucap Tini, memandang wajah Warni yang sedikit pucat.

“Aku memang mau pulang kampung. Ketemu ibuku. Aku di sini termasuk senior. Nah, aku mau kamu ngikut caraku. Temani laki-laki tua aja, Tin.” Setelah mengetahui usia Tini, Warni berubah menanggalkan sebutan ‘Mbak’ pada Tini.

“Biasanya, wanita akuarium yang muda-muda, nggak mau nemenin yang tua. Katanya udah bau minyak angin. Padahal, nemenin yang tua itu lebih santai. Mereka sudah malas buat macam-macam. Dipegang-pegang aja udah seneng. Burungnya juga nggak tegak lama. Dipegang sebentar meleyot. Cepet lembek. Kamu nyanyi sambil usap-usap, pasti dibekalin tips lumayan.” Warni menghela napas, tampak puas dengan penjelasannya.

“Usap-usap apanya?” tanya Tini. Ia belum terlalu paham dengan cara kerja menghadapi bandot tua seperti penuturan Warni barusan.

“Usap-usap apanya? Jidatnya, Tin. Terus kamu doain.” Warni melengos. “Ya, burungnya. Pegang aja, nggak apa-apa. Kamu nggak perlu ditiduri. Nggak perlu capek ngangkang ngeladeni yang muda-muda. Mereka janjinya nggak macem-macem. Tapi tangannya suka ke mana-mana. Percaya aku,” ucap Warni meyakinkan.

Usai memberikan briefing pada Tini, Warni berdiri di depan ruang akuarium seperti menunggu sesuatu.

“Kita nunggu siapa?” tanya Tini.

“Pelangganku, Tin. Bapak tua udah mau mati, tapi nggak pelit. Aku mau mewariskan bapak tua ini ke kamu. Aku mau pulang kampung. Dia ini nggak neko-neko. Saking tuanya, kalau jalan lama banget. Kamu bisa ngerokok sebatang sambil nunggu dia jalan dari kamar mandi ke sofa. Aman pokoknya,” tambah Warni.

Dan seperti ucapan Warni barusan, seorang wanita setengah baya mengenakan jas rapi dan rok sepanjang lutut, berjalan dengan seorang bapak tua berbadan kurus yang semua rambutnya telah memutih.

Tadinya Tini membayangkan bapak tua itu hanya tua di usia, namun penampilannya tidak terlalu tua. Tapi, ternyata, bapak itu benar-benar tua. Kakek-kakek, yang tanah perkuburannya mungkin sudah dipesan oleh anak-cucunya.

“Pak Alie!” seru Warni. “Saya pamit, ya. Seperti yang kemarin saya bilang. Ini Tini, teman saya. Bisa bapak percaya. Dia gadis desa yang baik,” kata Warni tersenyum.

“Hati-hati. Hidup yang bener,” kata Pak Alie, tangannya menengadah pada wanita rapi di sampingnya. Wanita itu mengeluarkan sebuah amplop yang sudah pasti berisi uang, jika dilihat dari bentuknya. “Ambil,” kata Pak Alie, menyodorkan amplop pada Warni.

“Kamu,” ucap Pak Alie memandang Tini. “Ikut saya.” Pak Alie memutar tubuhnya dan tertatih menuju lorong lain.

To Be Continued

Terpopuler

Comments

Lulu Imaroh

Lulu Imaroh

Simbah golek sangu mati Yo Nang Kono🤦🤣🤣

2024-03-14

0

Lulu Imaroh

Lulu Imaroh

warisan tanah boleh juga tuh🤭😆

2024-03-14

0

Lulu Imaroh

Lulu Imaroh

macam tahu bunting ya Mak😆😆

2024-03-14

0

lihat semua
Episodes
1 1. Calon Legenda
2 2. Terpincang-pincang
3 3. Kutangkap Kau Dengan Desah
4 4. Harusnya Tanpa Air Mata
5 5. Pak Paijo
6 6. Terciptanya Legenda Desa Cokro
7 7. Perkenalan Kandang Ayam
8 8. Awal Dunia Malam
9 9. Ratapan Berbalut Senyum
10 10. Hidup Di Antara Hitam Dan Putih
11 11. Pembuktian Diri
12 12. Musuh Baru
13 13. Namaku Tini Suketi
14 14. Berita Dari Posyandu
15 15. Awal Mula Terlena
16 16. Awal Kisah Itu
17 17. Perang Dingin
18 18. Mengusik Hati
19 19. Penghuni Satunya
20 20. Tentang Asti
21 21. Penghuni Baru Dengan Speaker
22 22. Calon Legenda Kos-kosan
23 23. Percakapan Tini dan Boy
24 24. Mengukuhkan Sejarah
25 25. Awalnya Persahabatan
26 26. Pengalaman Pertama Dan Terakhir
27 27. Pelajaran Hari Itu
28 28. Titik Balik Kandang Ayam
29 29. Refleksi Hidup
30 30. Kunjungan Sahabat
31 31. Tentang Agus Soang
32 32. Ternyata, Laki-laki itu.
33 33. Pilihan Pertama
34 34. Pilihan Kedua
35 35. Pilihan Ketiga (1)
36 36. Pilihan Ketiga (2)
37 37. Ngalor-Ngidul Pertemuan
38 38. Peran Budhe Tini
39 39. Persekutuan
40 40. Minggu Pagi
41 41. Tak Perlu Taktik
42 42. Kebiasaan Baru Tini
43 43. Efek Puasa Rokok (1)
44 44. Efek Puasa Rokok (2)
45 45. Sore Pertama
46 46. Tini Sebenarnya
47 47. Kebimbangan Tini
48 48. Usaha Untuk Bertahan
49 49. Tini Baik-baik Saja
50 50. Hari Melelahkan
51 51. Hati Nurani Tini (1)
52 52. Hati Nurani Tini (2)
53 53. Obrolan Pria
54 54. Gombal Halus Tini
55 55. Harinya Tini
56 56. Ujian Mental Tini
57 57. Hari Mengeluh
58 58. Kebimbangan Tini
59 59. Mulai Serius
60 60. Dugaan Tini
61 61. Ternyata Wibi
62 62. Melangkah Maju
63 63. Perpisahan
64 64. Katanya Rahasia
65 65. Training Hari Pertama
66 66. Menyerap Ilmu
67 67. Dari Yang Paling Ahli
68 68. Idola Pertama Tini
69 69. Rangkuman Tini
70 70. Penghilang Lelah Tini
71 71. Kumpul Keluarga Kandang Ayam
72 72. Riuh Makan Malam
73 73. Tini Melayang
74 74. Bagi-bagi Rejeki
75 75. Dandanan Tini
76 76. Percakapan Serius
77 77. Calon-calon Ipar
78 78. Terbacanya Taktik Tini
79 79. Hebohnya Hari Tini
80 80. Awal Perjalanan Dimulai
81 81. Renungan Perjalanan
82 82. Keluarga Calon Mertua (1)
83 83. Keluarga Calon Mertua (2)
84 84. Pesona Surabaya dan Kamu
85 85. Jatuh Cinta Yang Sebenarnya
86 86. Pamitan
87 87. Desa Cokro (1)
88 88. Desa Cokro (2)
89 89. Desa Cokro (3)
90 90. Desa Cokro (4)
91 91. Bersama Keluarga Baru
92 92. Menjamu Tamu
93 93. Rencana Pamer
94 94. Mendampingi Bapak
95 95. Saatnya Serius
96 96. Obrolan Tengah Malam
97 97. Perpisahan Sementara
98 98. Obrolan Dalam Perjalanan
99 99. Mematangkan Rencana
100 100. Banyak Rencana
101 101. Tugas yang Sesungguhnya
102 102. Meningkatkan Kualitas Diri
103 103. Kunjungan Profesional Tini
104 104. Nostalgia Versi Tini
105 105. Keberhasilan Pertama
106 106. Rapat Darurat
107 107. Hasil Keputusan Rapat
108 108. Ide Brilian Tini
109 109. Harap-harap Cemas
110 110. Akhirnya Milik Tini
111 111. Kartu Undangan
112 112. Keterkejutan
113 113. Orang-orang Penting Bagi Tini
114 114. Pengobat Rindu
115 115. Hari Halal Tini Wibi (1)
116 116. Hari Halal Tini Wibi (2)
117 117. Hari Halal Tini Wibi (3)
118 118. Tamu Yang Ditunggu
119 119. Dayat Unjuk Gigi
120 120. Pertemuan Para Tamu
121 121. Akhir Pesta Tini
122 122. Tak Sabar
123 123. Setelah Senampan Hidangan
124 124. Teman Saling Mengisi
125 125. Pagi Pertama
126 126. Tetangga Misterius
127 127. Kesan Pesan Tini
128 128. Rangkuman Obrolan
129 129. Hidup Tini Sekarang
130 130. Perpisahan Selalu Ada
131 131. Melangkah Bersama
132 132. Makan Layaknya Keluarga Besar
133 133. Wisuda Evi
134 134. Makan Siang Kelulusan
135 135. Bapak Mengantar Dayat
136 136. Sekilas Kehidupan Baru Dayat
137 137. Keresahan Hidup Lainnya
138 138. Asti Mengantarkan Kartu Undangan
139 139. Masih Dengan Kekhawatiran
140 140. Sebuah Kabar
141 141. Di Balik Cerita
142 142. Pelukan Bahagia
143 143. Kebahagiaan Pada Waktunya
144 144. Sempurna Buat Masing-masing
145 145. Rangkuman Kebahagiaan
146 146. Sekilas Masa Depan
147 147. Akhir Kisah Tini Suketi
Episodes

Updated 147 Episodes

1
1. Calon Legenda
2
2. Terpincang-pincang
3
3. Kutangkap Kau Dengan Desah
4
4. Harusnya Tanpa Air Mata
5
5. Pak Paijo
6
6. Terciptanya Legenda Desa Cokro
7
7. Perkenalan Kandang Ayam
8
8. Awal Dunia Malam
9
9. Ratapan Berbalut Senyum
10
10. Hidup Di Antara Hitam Dan Putih
11
11. Pembuktian Diri
12
12. Musuh Baru
13
13. Namaku Tini Suketi
14
14. Berita Dari Posyandu
15
15. Awal Mula Terlena
16
16. Awal Kisah Itu
17
17. Perang Dingin
18
18. Mengusik Hati
19
19. Penghuni Satunya
20
20. Tentang Asti
21
21. Penghuni Baru Dengan Speaker
22
22. Calon Legenda Kos-kosan
23
23. Percakapan Tini dan Boy
24
24. Mengukuhkan Sejarah
25
25. Awalnya Persahabatan
26
26. Pengalaman Pertama Dan Terakhir
27
27. Pelajaran Hari Itu
28
28. Titik Balik Kandang Ayam
29
29. Refleksi Hidup
30
30. Kunjungan Sahabat
31
31. Tentang Agus Soang
32
32. Ternyata, Laki-laki itu.
33
33. Pilihan Pertama
34
34. Pilihan Kedua
35
35. Pilihan Ketiga (1)
36
36. Pilihan Ketiga (2)
37
37. Ngalor-Ngidul Pertemuan
38
38. Peran Budhe Tini
39
39. Persekutuan
40
40. Minggu Pagi
41
41. Tak Perlu Taktik
42
42. Kebiasaan Baru Tini
43
43. Efek Puasa Rokok (1)
44
44. Efek Puasa Rokok (2)
45
45. Sore Pertama
46
46. Tini Sebenarnya
47
47. Kebimbangan Tini
48
48. Usaha Untuk Bertahan
49
49. Tini Baik-baik Saja
50
50. Hari Melelahkan
51
51. Hati Nurani Tini (1)
52
52. Hati Nurani Tini (2)
53
53. Obrolan Pria
54
54. Gombal Halus Tini
55
55. Harinya Tini
56
56. Ujian Mental Tini
57
57. Hari Mengeluh
58
58. Kebimbangan Tini
59
59. Mulai Serius
60
60. Dugaan Tini
61
61. Ternyata Wibi
62
62. Melangkah Maju
63
63. Perpisahan
64
64. Katanya Rahasia
65
65. Training Hari Pertama
66
66. Menyerap Ilmu
67
67. Dari Yang Paling Ahli
68
68. Idola Pertama Tini
69
69. Rangkuman Tini
70
70. Penghilang Lelah Tini
71
71. Kumpul Keluarga Kandang Ayam
72
72. Riuh Makan Malam
73
73. Tini Melayang
74
74. Bagi-bagi Rejeki
75
75. Dandanan Tini
76
76. Percakapan Serius
77
77. Calon-calon Ipar
78
78. Terbacanya Taktik Tini
79
79. Hebohnya Hari Tini
80
80. Awal Perjalanan Dimulai
81
81. Renungan Perjalanan
82
82. Keluarga Calon Mertua (1)
83
83. Keluarga Calon Mertua (2)
84
84. Pesona Surabaya dan Kamu
85
85. Jatuh Cinta Yang Sebenarnya
86
86. Pamitan
87
87. Desa Cokro (1)
88
88. Desa Cokro (2)
89
89. Desa Cokro (3)
90
90. Desa Cokro (4)
91
91. Bersama Keluarga Baru
92
92. Menjamu Tamu
93
93. Rencana Pamer
94
94. Mendampingi Bapak
95
95. Saatnya Serius
96
96. Obrolan Tengah Malam
97
97. Perpisahan Sementara
98
98. Obrolan Dalam Perjalanan
99
99. Mematangkan Rencana
100
100. Banyak Rencana
101
101. Tugas yang Sesungguhnya
102
102. Meningkatkan Kualitas Diri
103
103. Kunjungan Profesional Tini
104
104. Nostalgia Versi Tini
105
105. Keberhasilan Pertama
106
106. Rapat Darurat
107
107. Hasil Keputusan Rapat
108
108. Ide Brilian Tini
109
109. Harap-harap Cemas
110
110. Akhirnya Milik Tini
111
111. Kartu Undangan
112
112. Keterkejutan
113
113. Orang-orang Penting Bagi Tini
114
114. Pengobat Rindu
115
115. Hari Halal Tini Wibi (1)
116
116. Hari Halal Tini Wibi (2)
117
117. Hari Halal Tini Wibi (3)
118
118. Tamu Yang Ditunggu
119
119. Dayat Unjuk Gigi
120
120. Pertemuan Para Tamu
121
121. Akhir Pesta Tini
122
122. Tak Sabar
123
123. Setelah Senampan Hidangan
124
124. Teman Saling Mengisi
125
125. Pagi Pertama
126
126. Tetangga Misterius
127
127. Kesan Pesan Tini
128
128. Rangkuman Obrolan
129
129. Hidup Tini Sekarang
130
130. Perpisahan Selalu Ada
131
131. Melangkah Bersama
132
132. Makan Layaknya Keluarga Besar
133
133. Wisuda Evi
134
134. Makan Siang Kelulusan
135
135. Bapak Mengantar Dayat
136
136. Sekilas Kehidupan Baru Dayat
137
137. Keresahan Hidup Lainnya
138
138. Asti Mengantarkan Kartu Undangan
139
139. Masih Dengan Kekhawatiran
140
140. Sebuah Kabar
141
141. Di Balik Cerita
142
142. Pelukan Bahagia
143
143. Kebahagiaan Pada Waktunya
144
144. Sempurna Buat Masing-masing
145
145. Rangkuman Kebahagiaan
146
146. Sekilas Masa Depan
147
147. Akhir Kisah Tini Suketi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!