“Permisi Nona, tuan muda pertama ingin masuk untuk melihat keadaan Nona,”
Scarlesia menghela napasnya, dia sebenarnya saat ini tidak ingin bertemu dengan siapapun tapi sepertinya untuk hal ini tidak bisa dia hindari. Dengan perasaan malas, Scarlesia bangkit dari posisinya dan tak lupa juga dia merapikan sedikit selimutnya.
“Ya, masuk saja,” sahut Scarlesia yang kini duduk tegap di atas tempat tidurnya.
Saat pintu kamar dibuka, terlihat sosok pria bertubuh tegap serta wajahnya yang tampan. Rambutnya berwarna silver tampak seperti rambutnya Scarlesia namun warna matanya berwarna biru laut yang lembut.
“Salam kepada tuan muda pertama. Maaf karena saya tidak bisa turun dari tempat tidur untuk menyambut anda,” ujar Scarlesia memberi salam sambil berpura-pura tersenyum.
“Tuan muda pertama? Dia tidak memanggilku kakak seperti biasanya?” batin Carlen, nama kakak pertamanya Scarlesia.
“Aku dengar kau sudah siuman jadi aku hanya ingin memastikannya saja,” ucap Carlen memalingkan wajahnya.
Ekspresinya tetap dingin seperti biasa, ya itu bisa dimaklumi karena memang beginilah sifat Carlen diketahui oleh Scarlesia sendiri.
“Keadaan saya sudah membaik, terima kasih sudah menyempatkan waktu anda untuk melihat saya. Maaf sudah membuat khawatir,” balas Scarlesia masih memaksakan dirinya untuk tersenyum.
“Syukurlah kalau kau sudah membaik,”
Kedua mata Carlen menelusuri setiap sudut kamar, ini membuat Scarlesia merasa heran dengan tingkah kakaknya sendiri.
“Apakah kamarmu memang sekecil ini?” tanya Carlen.
“Apa-apaan pertanyaannya itu? Apakah dia tidak tahu kalau kamar Sia yang lama sudah diberikan ke Nieva adik tirinya sendiri?” gerutu Scarlesi dalam hati.
“Ya, walau begitu kamar ini cukup aman untuk ditinggali,”
“Oh begitu baguslah. Ngomong-ngomong hari ini sepertinya kau terlihat berbeda, kenapa kau memotong ponimu?”
Carlen menatap intens Scarlesia, dia merasa perubahan ini sedikit membingungkannya.
“Saya hanya mencoba merubah gaya rambut saya, apakah terlihat aneh?”
“Ahh tidak, itu sangat cantik,” puji Carlen dengan suara kecil seraya memalingkan wajahnya lagi serta jemari tangannya yang menutupi mulutnya sehingga Scarlesia saat itu tidak bisa mendengar apa yang dikatakan oleh Carlen padanya.
“Anda berbicara apa?” tanya Scarlesia.
“Tidak ada. Sekarang aku keluar dulu,” kata Carlen bersiap keluar kamar Scarlesia.
“Baiklah, sekali lagi terima kasih sudah menyempatkan diri untuk menjenguk saya,”
Setelah Carlen keluar, Scarlesia akhirnya bisa bernapas dengan lega. Sejak tadi dia agak menahan napasnya, berbicara menggunakan bahasa formal sedikit menyusahkan baginya. Ia kembali menghempaskan kepalanya ke atas bantal.
“Akhirnya sekarang aku bisa melanjutkan waktu tidurku,” gumamnya yang secara perlahan memejamkan matanya sampai akhirnya terlelap.
Pada keesokan harinya, Scarlesia bangun sedikit lebih cepat. Kepalanya terasa sedikit sakit karena racun yang ada di dalam tubuhnya belum dinetralisir sepenuhnya. Sejak bangun tidur dia hanya diam di atas tempat tidur tanpa melakukan apa-apa.
“Hei Xeon,”
Scarlesia memanggil Xeon karena ada yang ingin dia tanyakan.
“Apa? Kenapa kau memanggil namaku? Apakah kau rindu padaku?”
Ternyata Xeon merespon lebih cepat dari yang dikiranya ditambah dengan kata-kata narsisnya yang membuat Scarlesia mual mendengarnya.
“Bagaimana cara aku menetralisir racun di tubuh ini? Sejenis ramuan apa yang harus aku buat?” tanya Scarlesia.
“Kau harus mendapatkan rumput putih dan bunga tulip hitam, kedua bahan itu bisa menetralisir racun di tubuhmu,”
“Dimana aku harus mendapatkannya?”
“Di Bukit Grigori,”
“Baiklah, aku akan mencari bahan-bahan itu nanti,”
Mereka mengakhiri percakapannya karena Erin dan Hana tiba-tiba masuk ke dalam kamar. Scarlesia segera memperbaiki ekspresinya.
“Ahh Nona ternyata anda sudah bangun,” seru Erin.
“Ya, aku baru saja bangun,” jawab Scarlesia sambil menarik dua sudut bibirnya untuk tersenyum.
“Semalam anda melewatkan makan malam. Lain kali anda tidak boleh seperti itu, mau bagaimanapun makan malam itu penting untuk tubuh anda. Saya tidak ingin anda sakit lagi,” oceh Erin.
“Iya iya aku mengerti, kamu tidak perlu mengoceh lagi. Sekarang aku mau cuci muka, cepat bantu aku,” perintah Scarlesia.
“Apakah setelah ini anda mau sarapan Nona?” tanya Hana.
“Iya, aku mau sarapan roti dan segelas susu,”
“Baiklah, akan segera saya bawakan,”
Sementara Hana pergi mengambilkan sarapan untuk Scarlesia, Erin membantunya untuk cuci muka. Lalu Erin juga membantu menyisir rambut Scarlesia yang begitu panjang dan sedikit bergelombang. Scarlesia menatap dirinya yang ada di pantulan cermin rias di hadapannya.
“Ternyata di kehidupan ini pun aku harus menjalani peran sebagai wanita cantik. Bahkan kecantikan pemilik tubuh ini melebihi kecantikanku dulunya. Wajahnya yang seperti boneka tanpa cacat, bola matanya yang seperti permata, bibir merahnya yang tipis, Kulitnya juga putih berseri seperti salju, serta warna rambutnya yang terbilang langka. Jika seperti ini semua pria pasti akan jatuh hati,” batinnya menyentuh pipinya yang lembut itu.
“Kenapa Nona? Apakah ada yang salah?” tanya Erin.
Suara Erin membuat Scarlesia tersadar dari pikiran dan lamunan yang tidak berkesudahan tersebut.
“Tidak ada yang salah, aku hanya berpikir ternyata wajahku terlihat sangat cantik ketika bercermin seperti ini,”
“Saya juga berpikir demikian, sejak pertama saya melihat anda saya yakin kalau anda akan tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik Nona,” ungkap Erin dengan wajah yang sumringah.
Scarlesia tertawa kecil melihat Erin yang begitu menyanjung dirinya.
“Haha kau sangat memujiku ya Erin. Oh iya, Hana kenapa belum kembali ya? Apakah ada masalah di dapur?” tanya Scarlesia yang baru menyadari bahwa Hana terlalu lama menjemput makanan untuk sarapan.
“Saya juga tidak tahu, biar saya cek terlebih dahulu,”
Erin segera pergi ke dapur untuk melihat kenapa Hana terlambat membawakan sarapan untuk Scarlesia. Tidak butuh waktu yang lama, Erin kembali dari dapur dengan napas yang tersengal-sengal.
“N-nona gawat!” seru Erin yang baru saja sampai di depan pintu.
“Kenapa? Apa ada masalah?”
Spontan Scarlesia berdiri dari tempat duduknya.
“I-itu… Hana sedang dimarahi habis-habisan oleh duchess,”
Mendengar aduan dari Erin segera saja Scarlesia bergegas ke luar kamarnya. Dia berjalan sangat cepat dengan piyama putih yang masih melekat di tubuhnya. Erin mengikutinya dari belakang, saat ini Erin tahu bahwa raut wajah Scarlesia benar-benar terlihat seperti marah besar. Mungkin setelah ini akan terjadi perang mulut antara Zaneta dan dirinya.
Di sisi lain pada saat yang bersamaan di dekat dapur kediaman Eginhardt terlihat Hana yang terduduk di atas lantai dengan makanan yang sudah berserakan di atas lantai. Di sana juga ada Zaneta yang sedang memarahi Hana. Hana hanya tertunduk sembari menahan amarahnya melihat makanan yang ingin dia bawakan untuk Scarlesia terbuang sia-sia karena ulah Zaneta.
“Aku kan sudah memberi perintah bahwasanya jangan pernah memberi makanan yang bagus pada gadis itu!” ucap Zaneta memarahi Hana.
Hana hanya diam dan tak menjawab apapun yang dikatakan oleh Zaneta padanya. Dia tidak ingin membuat masalah yang lebih besar serta ia tidak mau membawa Scarlesia ke masalah sepele seperti sekarang.
“Makanannya tumpah semua, bagaimana ini? Padahal Nona sedang kelaparan menunggu di kamar,” batin Hana.
Kemudian Zaneta melangkah lebih dekat dengan Hana, dia menyentuh dagu Hana lalu mengangkat wajahnya.
“Hana, bukankah aku sudah katakan padamu? Kalau kau memperlakukan gadis itu dengan baik, aku tidak akan membiayai pengobatan Ibumu lagi!” tekan Zaneta pada Hana.
“Berani sekali kau mengancam pelayanku,”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 305 Episodes
Comments
insos
dewa takdirnya rusak banget yaa 🤭🙄🤣🤣
2023-02-15
2
🌷- flower k
w agk kesusahan pas nyebut nama nya
2021-10-11
10
Agnes Orindo
next
2021-09-28
4