Episode 16

..."Aku dan Dennis semakin dekat. Kami mulai melakukan berbagai upaya pembersihan, untuk memastikan kalau setiap wilayah yang kami kuasai sudah aman. Tapi Dennis terlihat mulai kelelahan. Apalagi setelah Komandan Jigan dan pasukannya pergi dari negara ini. Meski pun mereka akan kembali suatu hari nanti, tapi belum pasti diketahui kapan semua tugasnya akan selesai. Kami harus mulai terbiasa melakukan semuanya sendiri."...

...(Jason)...

...****************...

Komandan Jigan dan pasukannya terpaksa harus meninggalkan Dennis dan juga negara ini. Entah sampai kapak tugasnya akan selesai. Kekuatan militer yang dimiliki Negara Sanda membuat para tentara mulai ketakutan. Padahal ini adalah perang akhir yang harus mereka selesaikan dengan gotong royong. Mereka tidak mungkin mampu melakukannya sendiri-sendiri. Apalagi mereka semua memiliki jumlah pasukan yang terbatas.

Resikonya juga terbilang sangat besar, karena mereka harus menerjunkan para Zombie terlebih dahulu. Dengan jumlah Zombie yang sangat banyak dan ganas, akan sangat mungkin mereka akan dihadang di tengah perjalanan. Para komandan pasukan merasa ragu dengan keputusan pemerintah. Namun saat Indonesia bicara, keraguan mereka pun seketika hilang.

Tanpa diketahui siapa pun dan negara mana pun, Indonesia telah menyiapkan lima pesawat pengangkut berukuran raksasa untuk membawa para Zombie. Bukan hanya itu saja, Indonesia juga menyiapkan kapal laut yang mampu mengangkut puluhan mesin tempur. Mereka sudah mempersiapkan semua itu sejak lama. Awalnya untuk pertahanan dalam negara, jika suatu hari nanti Indonesia menghadapi masalah.

Namun karena sekarang sedang sangat dibutuhkan, maka mereka harus menggunakannya. Semua itu juga mereka lakukan untuk kepentingan negara mereka sendiri. Jika Negara Sanda tidak segera ditangani, maka mereka akan membuat masalah baru. Beberapa negara lain juga sudah mulai mengirimkan semua mesin tempur yang mereka miliki.

Hampir setiap menit pasukan angkatan udara melintas di atas Negara Sanda. Tampak negara yang super power itu sedang keteteran mempersiapkan semuanya. Apalagi setelah salah satu pesawat bomber milik Jerman dikirimkan untuk menjatuhkan beberapa bom di pangkalan udara milik Negara Sanda. Mereka semakin panik dan mulai tidak terkendali. Banyak orang yang telah menjadi korban dari serangan pesawat bomber itu.

Semua negara telah setuju, kalau mereka akan menghancurkan Negara Sanda secara perlahan. Rusia juga mengirimkan satuan khusus sniper terbaik yang mereka miliki. Salah satu orang dari kesatuan itu yang sudah menjadi legenda adalah Passa Yudova. Dia adalah sniper terbaik yang Rusia miliki. Passa Yudova adalah seorang veteran. Dia sudah sangat berpengalaman dalam hal menembak.

Sudah ribuan musuh yang dia taklukkan tanpa kebisingan. Kini, dia kembali dipanggil untuk mengemban tugas penting dari negaranya. Dia sangat beruntung karena selama bencana berlangsung, dia berhasil selamat. Walau pun dia juga menjadi salah satu orang yang harus kehilangan keluarganya. Setelah mengetahui kenyataan bahwa Negara Sanda adalah penyebab utama dari semua permasalahan ini, dia langsung menerima tawaran tugas itu tanpa basa-basi.

Dia juga memanggil semua teman-temannya yang masih hidup untuk ikut bersamanya mengemban tugas ini. Mereka semua bersatu kembali untuk menjadi mesin tempur paling ganas yang sangat ditakuti. Tak sampai disitu saja Passa Yudova melakukan perekrutannya. Dia juga merekrut semua sniper terbaik yang Rusia miliki untuk dilatih dan bergabung ke dalam kesatuannya.

...****************...

Setelah melalui perjalanan yang begitu panjang, Komandan Jigan diberi tugas untuk membawa para Zombie dengan pesawat pengangkut raksasa yang telah siap digunakan. Sebenarnya dia sudah sangat lelah, dan ingin sekali menolak tugas itu. Tapi karena dia juga terikat dengan ikrar yang telah ia ucapkan, mau tidak mau dia harus menerima tugas berat itu. Komandan Jigan menghubungi semua anggotanya untuk berkumpul di markas.

Dia ingin memberikan arahan terlebih dahulu sebelum semuanya dimulai.

"Dengarkan kalian semua. Kita diberi sebuah tugas yang cukup sulit. Kita diperintahkan untuk membawa kawanan Zombie dengan jumlah yang sangat banyak ke Negara Sanda dengan pesawat pengangkut raksasa. Aku perkirakan setiap pesawat membawa sekitar dua ratus Zombie lebih. Semua itu didapatkan dari berbagai negara yang tergabung dengan perserikatan. Kalian tahu itu artinya apa? kita dihadapkan langsung dengan kematian. Aku ingatkan kepada kalian, aku sama sekali tidak bisa menjamin bahwa kita semua akan selamat. Tapi hidup atau mati, misi ini harus berhasil kita lakukan. Kita melakukan semua ini demi masa depan anak cucu kita. Jika Negara itu tidak kita musnahkan, maka kitalah yang akan dimusnahkan." ucap Komandan Jigan kepada pasukannya.

Pesawat pengangkut telah siap di landasan. Lima menit lagi mereka harus naik dan melakukan tugas berat ini. Semua pasukannya terdiam menunduk dengan masing-masing senjata ditangan mereka. Mereka semua telah dilatih untuk situasi yang sangat berbahaya. Namun kali ini, kematian benar-benar telah nampak di depan mereka. Mereka tidak menyangka kalau semua bencana ini harus terjadi.

Mungkin saja salah satu dari para Zombie itu juga masih kerabat para prajurit ini. Tapi mereka bukan lagi kerabat yang bersahabat. Mereka semua telah berubah menjadi makhluk mengerikan pemakan daging. Sama sekali hal ini tidak pernah mereka tanam dalam benak mereka. Tidak ada yang tahu bagaimana misi ini akan berlangsung. Yang jelas, tugas adalah tugas. Mereka harus mempertanggung jawabkan semua sumpah yang telah mereka ucapkan.

Membela bangsa dan negara dalam situasi dan kondisi apa pun. Tak peduli seberapa besar hal yang harus mereka korbankan dalam hidup mereka. Nampak raut kesedihan terlihat di wajah mereka. Baju yang kini telah lusuh menjadi lambang, kalau mereka telah melewati hari-hari yang sangat berat. Begitu juga dengan Komandan Jigan yang mendapatkan tugas untuk memimpin pasukan. Dia tampak kurang bersemangat.

Dalam pikirannya dia berandai-andai, andaikan saja semua ini tidak terjadi, mungkin sekarang dia telah pensiun dan memilih untuk menghabiskan sisa umurnya bersama keluarga tercintanya. Mengabdikan diri kepada keluarga yang selama ini telah mendukungnya sampai sejauh ini. Namun itu semua hanya harapan semu. Keluarga yang ia miliki saat ini hanyalah pasukannya.

Mereka semua sudah seperti anaknya sendiri. Anak yang harus ia jaga dengan sepenuh jiwa raganya. Dia tahu betapa tertekannya para pasukannya itu. Bencana ini bukan hanya menghancurkan mereka semua secara fisik, tapi juga secara mental. Bahkan sudah banyak pasukan yang mengalami depresi akibat tekanan berat yang tidak bisa mereka terima. Masih beruntung Komandan Jigan yang masih sanggup bertahan dalam kepedihannya.

"Baiklah. Sudah waktunya kita berangkat! Ke posisi kalian masing-masing! Kerjakan!" perintah Komandan Jigan.

"Siap!"

Tiga puluh orang dengan tiga buah pesawat raksasa itu pun berangkat. Mereka semua bersiap pada posisi mereka masing-masing. Komandan Jigan berusaha agar tetap fokus dalam perjalanan. Dia tidak mau pasukannya kehilangan nyali saat semua ini telah dimulai. Setiap pesawat diisi dengan ratusan Zombie kelaparan, dan juga sepuluh orang tentara.

Dua orang bertugas sebagai pilot. Satu komandan pasukan bertugas untuk memberikan arahan. Sedangkan yang lainnya, ada yang ditempatkan di senjata mesin, dan juga pintu masuk ke ruangan besar yang menahan para Zombie itu. Saat nanti mereka sampai, mereka akan membuka pintu bagian belakang agar para Zombie itu bisa keluar.

Tak bisa dibayangkan bagaimana kengerian yang terjadi. Apalagi negara-negara lain sudah ada yang melakukan penyerangan dengan pesawat Bomber dan juga jet tempur. Serangan-serangan itu dilakukan guna mengurangi jumlah pasukan musuh yang menjaga wilayah-wilayah perbatasan.

"Dalam hitungan sepuluh." ucap Komandan Jigan kepada pasukannya.

Dalam hitungan ke sepuluh, mereka harus sudah menerjunkan semuanya tanpa sisa.

...****************...

"Pak Presiden. Semuanya telah dimulai. Para pasukan kita telah menerjunkan semuanya tanpa sisa. Sesuai dengan perintah." ucap salah seorang Jendral kepada Presiden Bhanu.

"Jendral Nyoto. Keputusanku ini tidak salah bukan?" tanya Sang Presiden.

"Tentu saja tidak Pak Presiden. Bapak melakukan segala upaya untuk mengembalikan perdamaian dunia. Dan hal itu telah dilakukan oleh para pendahulu kita Pak."

"Duduklah Nyoto. Sekarang bersikaplah sebagai seorang sahabat." ucap Sang Presiden dengan mempersilahkan Jendral Nyoto duduk sembari menikmati secangkir kopi hangat, dan juga beberapa batang rokok.

"Tidak perlu khawatir dengan para pasukan kita Pak Presiden. Mereka semua sangat terlatih. Tahan terhadap segala medan dan segala ancaman. Saya yakin Pak Presiden, mereka semua akan berhasil."

"Aku merasa bersalah Nyoto. Mereka sedang dihadapkan dengan kematian. Sebuah kenyataan yang sangat menakutkan. Aku menyesal karena dulu tidak masuk ke dalam militer, seperti dirimu Nyoto."

"Pak. Kalau bapak masuk ke dalam militer, lantas siapa yang akan membawa kedamaian di negeri ini kalau bukan bapak? Hanya bapak yang mampu mengembalikan kepercayaan kami, bahwa harapan itu masih ada. Kami belum bisa menemukan pemimpin yang seperti bapak ini, mohon jangan berkata seperti itu pak."

"Nyoto. Aku hanya menjalankan tanggung jawabku sebagai seorang Presiden. Tapi jika aku melihat wajah-wajah pasukan kita, aku merasa sangat sedih. Mereka pasti sudah sangat lelah menerima semua tugas yang aku berikan secara langsung kepada mereka. Negeri kita ini memang sedari dulu dipenuhi dengan jiwa-jiwa kepahlawanan. Jiwa-jiwa kuat yang tidak tahu apa itu menyerah dan kalah. Tapi Nyoto, orang yang kuat fisiknya, belum tentu kuat juga hatinya. Hati mereka bisa rapuh. Pikiran mereka bisa saja kacau karena hal-hal mengerikan yang telah mereka lalui. Aku melihat para pasukan kita yang sekarang tengah dirawat karena depresi. Aku benar-benar tidak bisa melupakan wajah-wajah mereka. Bahkan dalam tidurku pun, aku masih bisa merasakan sakit yang mereka alami sekarang ini."

"Mohon maaf Pak Presiden. Jangan terlalu merasa khawatir dengan mereka. Mereka akan baik-baik saja. Alangkah baiknya, kita berdoa saja untuk mereka. Semoga mereka pulang dengan membawa keberhasilan. Saya yakin, mereka tidak akan berlama-lama berada disana. Mereka akan kembali secepatnya. Dan menghadiahkan kemenangan untuk semua orang."

"Yah. Kamu benar Nyoto. Berdoa adalah hal terbaik yang bisa kita lakukan saat ini. Ada usaha, maka harus ada sebuah doa. Nyoto?"

"Iya Pak Presiden?"

"Kamu tidak ada bedanya dengan mendiang kakakmu. Dulu setiap ada masalah, pasti dia orang pertama yang mendengarkan ceritaku. Dan sekarang, kamulah yang menggantikannya. Aku yakin Nyoto, kakakmu tersenyum bahagia di alam sana. Dia senang karena telah berhasil mendidik adiknya menjadi orang yang lebih baik."

"Semua ini berkat Bapak yang tidak pernah lelah mengingatkan saya. Saya merasa sangat berterimakasih karena Bapak telah mengangkat saya menjadi seorang Jendral. Semua yang saya lakukan, setiap tugas dan tanggung jawabnya, memang saya hadiahkan khusus untuk kakak saya Pak. Saya juga telah berjanji kepada kakak saya, bahwa saya akan selalu ada untuk Bapak dalam kondisi apa pun."

"Terimakasih kembali Nyoto. Jika suatu hari nanti aku harus menyusul kakakmu, aku harap kamu bisa menduduki kursi ini. Hanya kamu satu-satunya dari sekian banyak orang dalam kehidupanku yang aku percaya. Namun aku tidak memaksa Nyoto. Kau pun berhak memilih jalan hidupmu sendiri. Menjadi seorang pemimpin tidaklah semudah yang orang lain bayangkan. Seorang Presiden harus mengesampingkan urusan pribadi demi kepentingan semua orang. Dan terkadang, tidak semua hal kita lakukan ini bisa dipahami oleh mereka yang ada di luar sana."

"Iya Pak Presiden. Orang lain hanya akan memandang kita dari apa yang nampak di depan mereka. Sedangkan semua beban berat dan keluh kesah kita, sama sekali tidak akan mereka pertanyakan. Itulah kehidupan Pak. Kita yang menjalankan semuanya. Sedangkan orang lain, mereka hanya bisa berkomentar."

"Ya. Tapi mau bagaimana lagi. Penonton selalu lebih baik dari pada pemain. Dalam situasi seperti sekarang pun, masih banyak yang menghujani kita dengan perkataan pedas. Padahal mereka belum tahu, apa yang sedang kita semua pikirkan saat ini. Sebenarnya, aku bisa bertindak lebih kejam dari yang mereka kira. Aku bisa membiarkan mereka yang terkena imbas bencana ini begitu saja. Membiarkan mereka kelaparan dan saling serang. Tapi itu bukanlah sikap seorang seorang pemimpin. Kita tak harus mengharap kebaikan dari sebuah kebaikan yang kita lakukan. Ada kalanya kebaikan itu tidak dihargai. Namun saya yakin, suatu hari nanti mereka yang seperti itu akan sadar, kalau semua yang mereka ucapkan itu salah."

"Benar Pak Presiden. Kita harus lebih bersabar menghadapi segala masalah yang ada."

"Ya. Tapi terkadang, aku merasa takut dengan diriku sendiri. Aku takut, kalau kesabaranku ini akan habis. Dan aku akan bertindak diluar kendali."

"Saya percaya, kalau Pak Presiden bukanlah ciri khas orang yang demikian. Bapak adalah orang biasa, yang sudah berusaha melakukan hal-hal yang luar biasa."

"Jangan terlalu banyak memujiku Nyoto. Nanti aku jadi sombong." ucap Presiden Bhanu dengan suara tawanya.

Mereka melanjutkan obrolan itu hingga beberapa jam, sekaligus mereka juga memikirkan perencanaan selanjutnya untuk para pasukan mereka yang kini tengah bertempur bersama dengan negara sekutu.

...****************...

Suara tiga pesawat raksasa itu bergemuruh di atas langit. Semua pasukan Negara Sanda yang mendengarnya dibuat ngeri. Mereka mengira kalau pesawat itu akan menjatuhkan sebuah bom berukuran besar. Mereka yang sedang bertempur di darat pun berhamburan menyelamatkan diri ke dalam bangunan. Sedangkan pasukan sekutu masuk ke dalam mobil lapis baja dan juga tank yang mereka gunakan untuk berlindung, karena mereka sudah tahu bahwa pesawat itu membawa kawanan Zombie.

"All forces fall back! Man your battle stations! They've come!"

(Semua pasukan mundur! Bersiap di kendaraan kalian masing-masing! Mereka sudah datang!)

ucap salah seorang komandan kepada pasukannya.

Diikuti dengan teriakan komandan yang lainnya, menyerukan semua pasukan untuk mundur sesuai dengan rencana.

Mereka semua bertahan di kendaraan mereka. Menunggu waktu jatuhnya para Zombie itu dari pesawat raksasa yang dipimpin oleh Komandan Jigan dan pasukannya. Saat beberapa jaring truk-truk besar diturunkan dengan sebuah jaring besar, disaat itulah suasana mulai berubah. Yang awalnya sudah hening, kini mulai terdengar lagi suara kerusuhan.

Karena saat truk dibantingkan ke bawah, secara otomatis pintu bak truk akan terbuka. Semua Zombie yang ada di dalam pun langsung berhamburan keluar kesana kemari tak tentu arah. Beruntung para pasukan sekutu sudah di posisi mereka tepat waktu. Dan dari sinilah ketakutan terbesar pasukan Negara Sanda mulai terlihat.

Mereka yang ketakutan sudah tidak lagi mendengarkan perintah dari komandan mereka. Mereka hanya peduli dengan keselamatan masing-masing. Pasukan yang dikenal kuat dan sangat pemberani itu kini sudah tidak ada apa-apanya. Mereka hanya berlari dan terus berlari menyelamatkan diri.

Walau pun faktanya, mereka semua tidak mungkin selamat karena semua Zombie sudah menguasai sebagian besar wilayah itu dengan sangat cepat. Bahkan para tentara yang tergigit pun mulai berubah. Sehingga jumlah Zombie yang ada menjadi semakin banyak. Mereka juga menggigit warga sipil yang ada di kamp pengungsian.

Hanya sebagian kecil orang yang lolos dari maut itu. Tapi, para pasukan sekutu tidak tinggal diam. Apalagi dengan Passa Yudova yang membantai siapa pun orang yang berhasil selamat dari kejaran Zombie. Tapi Passa dan pasukannya sengaja tidak menembak mati mereka. Agar mereka juga merasakan bagaimana sakitnya digigit oleh para Zombie kelaparan itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!