Bab. 17 Dia bekerja untukku

Mata perempuan itu akhirnya bisa menyadari kedatangan tuannya. Wajahnya terkejut dengan kemunculan Arga dengan mata yang terus menatapnya. Tangannya masih memegang bola basket.

"Sha, lempar!" teriak Andre. Asha diam tidak merespon. "Sha!"

"Diam," desis Asha kesal tanpa menoleh ke  Andre yang tidak paham situasi. Kepalanya menengok ke Cakra yang melintas hendak merebut bola. Lalu melempar bola ke dia.

"Sha! Kok malah di lempar ke Cakra sih?! Kamu kan satu timnya sama aku!" Andre menunjuk dirinya dengan sebal. Cakra juga bingung kenapa bola malah di lempar ke dia. Setelah melempar bola, Asha segera berjalan menuju pinggir lapangan dengan menunduk. Arga juga mendekat ke arah yang sama dengan di ikuti sama Paris. Dari sini Paris baru sadar ada Asha di situ.

"Kakak!!" teriak Paris senang lihat Asha lagi. Dia langsung memeluk pelayannya itu. Cakra menoleh. Tangannya terangkat menyapa Arga.

"Kakak di tinggal sama kak Arga ya?" Paris melirik kakaknya tajam. Asha hanya nyengir. Arga melihat ke arah perempuan yang lengannya digelayuti sama Paris.

"Hoi! Aku berhenti dulu." Cakra mendekati Arga setelah melempar bola.

"Kemana aja, Ga? Dia kasihan kayak anak kehilangan induknya. Jadinya ngikutin kita terus. Padahal kan dia bisa pulang sendiri ... Ternyata kalian datang bertiga toh," Cakra tersenyum melihat kedatangan adik perempuan Arga.

"Siapa kak?" tanya Paris.

"Cakra, putera paman Danang," terang Arga. Otak Paris masih berpikir.

"Oh ... paman yang kepala sekolah itu? Dia laki yang selalu mengajak kakak bolos itu..." Paris ingat karena sering dengar cerita. Cakra nyengir. Meski lain sekolah, Cakra memang sering bertandang ke sekolah Arga. Padahal mereka enggak satu angkatan. Arga itu satu tingkat di atas Cakra. Karena orang tua mereka teman masa kecil jadi mereka juga dekat.

"Halo, kak." sapa Paris akhirnya. Cakra menyambut sapaan Paris dengan senyum.

Oh ... dekat karena orang tua mereka teman masa kecil, Asha mengambil kesimpulan sendiri. Arga melirik perempuan itu. Dia sedang melihat Cakra dan kemudian bergumam sendiri.

"Kok kenal sama kak Asha?" tanya Paris yang langsung membuat indra penglihatan Asha melihat cepat ke arah Cakra.

"Justru aku yang heran. Kenapa kalian bisa bareng sama dia," tunjuk Cakra ke Asha. Asha memejamkan mata sejenak sambil memegangi kepalanya karena gelisah.

"Kok bisa kak?" Paris masih bingung.

"Aku sama Asha kan teman SMA dulu. Lalu kalian?" Cakra menjelaskan.

"Lho Kak Asha ini sekolah toh? Kok kerja di rumah?" tanya Paris aneh sambil lihat ke Asha. Arga diam saja sambil melirik ke Asha. Sementara perempuan ini berusaha melihat ke arah lain untuk menghilangkan kegelisahannya.

"Kerja di rumah? Kerja apaan sih, Sha?" Cakra jadi penasaran. Asha menghela napas berat.

"Kak Asha itu kerjanya di rumahnya kita ..." jelas Paris senang. Maksudnya dia senang dapat pelayan yang bisa dijadikan teman. Lalu meluk lengan Asha erat. Asha menunduk sambil garuk-garuk leher depan. Mendadak tubuh Asha jadi kayak terserang penyakit gatal-gatal. Dahi, leher dan hidung digaruk semua.

Cakra masih belum paham. Lalu melihat Arga yang sedari tadi masih diam.

"Maksudnya apaan, Ga?" Arga tidak menjawab.

"Aku jadi pelayan di rumah keluarga mereka," ungkap Asha akhirnya. Arga menoleh ke Asha. Perempuan muda itu menjawab sendiri pertanyaan yang ingin dihindarinya. Dia menjawabnya dengan tatapan mata yakin bahwa semua bakal tidak apa-apa. Lebih tepatnya pasrah. Terserah.

"Kamu?" Cakra menunjuk ke Asha.

"Iya."

"Dia menjadi asisten pelayan ku," imbuh Arga. Asha menoleh dengan mata terkejut. Apaan itu?

"Beneran? Jadi kamu di rumah mereka melayani orang ini?" Cakra menunjuk ke arah Arga sambil ketawa. Asha heran. Kenapa Cakra malah ketawa.

"Dua orang yang sama-sama keras gimana kerjasama ya ... Namun sepertinya kamu sudah bisa menjinakkan Asha deh." Cakra bergumam sambil terus-terusan tersenyum geli.

Jinak? Memangnya aku hewan? Mulut Cakra ingin di lakban deh! Asha melirik tajam ke arah temannya ini.

"Sekalian aja di jadikan bodyguardnya kamu, Ga! Dia kan ..." Asha mendelik.

"Tutup mulutmu ..." sergah Asha tertahan. Cakra tertawa terbahak-bahak. Merasa sangat senang bisa meledek perempuan ini. Paris tersenyum paham maksud Cakra.

"Baiklah, ayo kita pulang," ajak Arga.

"Hei, aku pulang dulu!" teriak Asha ke Deni dan Andre. Mereka hanya melihat dan mengangguk.

"Jangan lupa traktir kita ya, Sha! Aku tahu gaji kamu banyak," teriak Cakra saat Asha sudah berjalan menjauhi mereka.

Tahu aja itu anak aku dapat gaji banyak, tapi harus beneran traktir dia nih kalau gak mau mulut itu anak ember ke Arga soal aku.

Di dalam mobil,

"Jadi kak Asha ini sudah lulus SMA?" Di dalam mobil Paris masih saja membahas itu. Dia tidak menyangka, seorang yang masih bisa melamar pekerjaan di suatu perusahaan kecil misalnya, memilih menjadi pelayan di rumahnya. Apalagi memilih sebagai tukang cuci. Pekerjaan yang seringnya di anggap remeh.

"Kenapa kakak kerja di rumahku?"

"Hmmm ... Karena gajinya banyak, tidak perlu keahlian khusus dan tak perlu menulis surat lamaran kerja" jawab Asha lugas. Paris cekikikan. Dia ingat pertama kali bertemu dengan Asha. Hanya karena alasan simpel dia mau membantu Paris yang sedang di kepung dua orang.

"Cara berpikir kakak kadang terlalu simpel, tapi seru juga ..." Paris senang. Di kursi pengemudi, Arga melihat dari kaca spion atas melihat raut wajah Asha yang tidak lagi tegang. Mungkin dia merasa lega setelah melihat respon Cakra saat tahu bahwa dia bekerja sebagai pelayan. Arga sebenarnya tahu bagaimana Cakra itu karena sudah kenal dengan itu anak dari dulu. Saat Asha mengkhawatirkannya, Arga ingin bilang secara langsung kalau Cakra itu orangnya tidak begitu. Namun dia tahan, biar dia tahu sendiri.

"Sebentar, berarti kakak yang tadi lagi main basket sama kak Cakra itu ya ..." Paris kok baru sadar sih. Asha senyum. "Hooo ... Bisa aku ajak keluar main basket nih." Paris sudah punya banyak ide di dalam otaknya.

"Memangnya kamu bisa?" tanya Arga ikut nimbrung. Paris menggeleng. "Lalu?" tanya Arga heran.

"Biar kak Asha yang main, aku yang nonton. Aku jadi bisa dapat kenalan cowok baru kalau mengajak kak Asha." Maksudnya Asha jadi umpan nih. Paris tengil dan gila juga. Itu sih kelihatan dari dia yang sempat gelut waktu itu. Namun sepertinya Arga dan keluarganya enggak paham.

"Dia kerja Paris ... Jangan ngajak seenaknya." tegur Arga. Paris tidak menggubris perkataan kakaknya. Asha meringis dalam hati. Bakal banyak pekerjaan lagi nih kalau harus menemani nona muda ini.

Akhirnya mereka sampai di rumah. Paris segera berlari keluar dari mobil karena kudu ke kamar mandi untuk buang air kecil. Sejak tadi sudah dia tahan mati-matian. Asha keluar belakangan dari mobil. Orang tua mereka sepertinya belum datang.

"Hei," panggil Arga saat Asha sudah mau belok ke belakang. Pas Arga masih di depan tangga menuju lantai dua. Asha berhenti dan memutar tubuhnya.

"Ya, Tuan." Arga membiarkan pelayan itu memanggilnya Tuan. Karena dia sedang tidak ingin mengganggu Asha.

"Maaf yang tadi." Pasti Arga sedang membahas soal dia yang menelantarkan pelayannya tanpa penjelasan yang jelas dia mau kemana dan kapan pulangnya.

"Tidak apa-apa, tuan ..." Asha membungkuk. Lalu Arga berjalan menuju meja telepon rumah. Menarik selembar kertas dan menuliskan sesuatu.

"Ini nomor ponselku. Kamu bisa menggunakannya jika hal seperti tadi terjadi lagi. Kirim nomor ponselmu melalui nomor itu. Namun jika kamu tidak membutuhkannya, kamu boleh membuangnya." Arga menyerahkan selembar kertas berisi nomor ponselnya.

"Baik, Tuan."

"Itu kalau kamu berani melakukannya," tukas Arga membuat Asha mendongak kesal.

GRRR!! Sama saja. Artinya aku harus menyimpan nomornya dan memberikan nomor ponselku ke dia. Maksa ini namanya.

Terpopuler

Comments

Enung Samsiah

Enung Samsiah

mnhauh aja sha, agra tuh nggk punya hati dingin

2023-09-08

0

anggun sinaga

anggun sinaga

suka maksanya ... xixixixi ... jd mesem2 sendiri

2023-01-28

0

Dahlia Anwar

Dahlia Anwar

aku males cerita cowok nya plin plan engga tau malu kaya Arga ,, dah tau mantan nya dah nikah mau aja di bego begoin.. tapi karena ada Asha aku lanjut baca

2022-10-06

0

lihat semua
Episodes
1 Bab. 1 Jemuran berkibar
2 Bab. 2 Dia tadi malam
3 Bab. 3 Bekal Makan Siang
4 Bab. 4 Pecat
5 Bab. 5 Asal-usul
6 Bab. 6 Perkelahian di gang
7 Bab. 7 Mie instan
8 Bab. 8 Mie instan enak
9 Bab. 9 Nona Muda yang baik
10 Bab. 10 Mantan
11 Bab. 11 Apa yang kau lakukan, Tuan?
12 Bab. 12 Sedang ingin?
13 Bab. 13 Pagi ini
14 Bab. 14 Bertemu teman
15 Bab. 15 Mantan
16 Bab. 16 Di telantarkan
17 Bab. 17 Dia bekerja untukku
18 Bab. 18 Pertemuan Asha dan Chelsea
19 Bab. 19 Asha dan Chelsea
20 Bab. 20 Dimana Asha?
21 Bab. 21 Makan siang
22 Paris yang emosional
23 Kenyamanan Arga
24 Pencarian Asha
25 Rendra melihatnya
26 Anonim
27 Asha membela Arga
28 Paris yang curiga
29 Janjian
30 Aroma menyenangkan
31 Kenangan
32 Arga vs Asha
33 Aura mendung Tuan Muda
34 Barang berharga
35 Nasihat Nyonya Wardah
36 Lelaki tampan di pasar
37 Paris salah tingkah
38 Pelajaran baru bagi Paris
39 Noda pada kemeja
40 Telepon darurat di malam hari
41 Ajakan Paris
42 Pemikiran yang salah
43 Arga cemas
44 Tirai itu
45 Dia sudah bangun
46 Otak tidak waras
47 Aku yang pertama
48 Masih ingat
49 Tas Arga
50 Interogasi intern
51 Perbincangan di bangku kayu
52 Panik
53 Kedamaian sesungguhnya
54 Tempat baru
55 Gangguan di pagi hari
56 Hilang pertahanan
57 Aku lelaki, Sha..
58 Ketahuan
59 Pengakuan
60 Peringatan
61 Senyar menggelitik
62 Perasaan manusia
63 Kegelisahan
64 Di balik pintu
65 Keheningan yang panjang
66 Usaha Arga
67 Seperti pengkhianat
68 Melepas tuas pertahanan
69 Seseorang
70 Dia
71 Dia dan aku
72 Andre dan Hanny
73 Tentang seseorang
74 Muncul lagi
75 Bertemu lagi
76 Alasan pergi
77 Menemukan hal baru
78 Kebenaran
79 Aku
80 Niat tersembunyi
81 Alasan sederhana
82 Orang baru
83 Mengaku
84 Keinginan Arga
85 Telepon yang mengejutkan
86 Arga yang aneh
87 Terima kasih Bunda
88 Pesan Bapak
89 Rasa penasaran
90 Dia
91 Chelsea dan Evan
92 Asha dan perasaannya
93 Suasana Hati
94 Kejutan
95 Hambar
96 Di belakang Asha
97 Cinta Pertama
98 Membantu Rendra atau...
99 Keputusan
100 Vitaminku
101 Maaf
102 Tidak bisa memilih
103 Pilihan bijak
104 Misi selanjutnya
105 Cerita ini
106 Bertekad
107 Kejujuran
108 Inilah waktunya
109 Kecewa
110 Gelisah
111 Mengamati
112 Usai
113 Memulai
114 Pendapat orang
115 Memasak bersama
116 Butik
117 Peduli
118 Permintaan
119 Sarapan
120 Masih
121 Nasehat ibu
122 Lebih dekat
123 Bimbinglah istrimu
124 Balita menggemaskan
125 Berangkat ke dokter
126 Bersalah
127 Pertemuan mereka
128 Gembira
129 Rindu rumah
130 Sakit
131 Kabar baru
132 Perlu belajar
133 Morning Sickness
134 Ngidam?
135 Mual dan lapar
136 Bertanya lebih baik
137 Berkunjung
138 Belanja
139 Wajan berpantat gosong
140 Tenanglah
141 Ijin dari Arga
142 Cemberut
143 Kejelasan tentangnya
144 Mulai lagi
145 Hangatnya teh
146 Keadaan Asha
147 Penjelasan dokter Murad
148 Cerita bunda
149 Keinginan Asha
150 Mini cafe
151 Cerita lama
152 Kejutan?
153 Arga vs Reksa
154 Tidak bertemu
155 Tamu tidak terduga
156 Gusar
157 Tamu lagi?
158 Jalan yang di pilih
159 Kedamaian
160 Tingkeban
161 Menemani
162 Perlengkapan bayi
163 Gelato dan kelas prenatal
164 Pijatan favorit
165 Erangan
166 Lelah
167 Detik-detik
168 Air mata
169 Terima kasih, istriku...
170 Bayi laki-laki
171 Masih ingat
172 Kata-kata
173 Bulan Juni
Episodes

Updated 173 Episodes

1
Bab. 1 Jemuran berkibar
2
Bab. 2 Dia tadi malam
3
Bab. 3 Bekal Makan Siang
4
Bab. 4 Pecat
5
Bab. 5 Asal-usul
6
Bab. 6 Perkelahian di gang
7
Bab. 7 Mie instan
8
Bab. 8 Mie instan enak
9
Bab. 9 Nona Muda yang baik
10
Bab. 10 Mantan
11
Bab. 11 Apa yang kau lakukan, Tuan?
12
Bab. 12 Sedang ingin?
13
Bab. 13 Pagi ini
14
Bab. 14 Bertemu teman
15
Bab. 15 Mantan
16
Bab. 16 Di telantarkan
17
Bab. 17 Dia bekerja untukku
18
Bab. 18 Pertemuan Asha dan Chelsea
19
Bab. 19 Asha dan Chelsea
20
Bab. 20 Dimana Asha?
21
Bab. 21 Makan siang
22
Paris yang emosional
23
Kenyamanan Arga
24
Pencarian Asha
25
Rendra melihatnya
26
Anonim
27
Asha membela Arga
28
Paris yang curiga
29
Janjian
30
Aroma menyenangkan
31
Kenangan
32
Arga vs Asha
33
Aura mendung Tuan Muda
34
Barang berharga
35
Nasihat Nyonya Wardah
36
Lelaki tampan di pasar
37
Paris salah tingkah
38
Pelajaran baru bagi Paris
39
Noda pada kemeja
40
Telepon darurat di malam hari
41
Ajakan Paris
42
Pemikiran yang salah
43
Arga cemas
44
Tirai itu
45
Dia sudah bangun
46
Otak tidak waras
47
Aku yang pertama
48
Masih ingat
49
Tas Arga
50
Interogasi intern
51
Perbincangan di bangku kayu
52
Panik
53
Kedamaian sesungguhnya
54
Tempat baru
55
Gangguan di pagi hari
56
Hilang pertahanan
57
Aku lelaki, Sha..
58
Ketahuan
59
Pengakuan
60
Peringatan
61
Senyar menggelitik
62
Perasaan manusia
63
Kegelisahan
64
Di balik pintu
65
Keheningan yang panjang
66
Usaha Arga
67
Seperti pengkhianat
68
Melepas tuas pertahanan
69
Seseorang
70
Dia
71
Dia dan aku
72
Andre dan Hanny
73
Tentang seseorang
74
Muncul lagi
75
Bertemu lagi
76
Alasan pergi
77
Menemukan hal baru
78
Kebenaran
79
Aku
80
Niat tersembunyi
81
Alasan sederhana
82
Orang baru
83
Mengaku
84
Keinginan Arga
85
Telepon yang mengejutkan
86
Arga yang aneh
87
Terima kasih Bunda
88
Pesan Bapak
89
Rasa penasaran
90
Dia
91
Chelsea dan Evan
92
Asha dan perasaannya
93
Suasana Hati
94
Kejutan
95
Hambar
96
Di belakang Asha
97
Cinta Pertama
98
Membantu Rendra atau...
99
Keputusan
100
Vitaminku
101
Maaf
102
Tidak bisa memilih
103
Pilihan bijak
104
Misi selanjutnya
105
Cerita ini
106
Bertekad
107
Kejujuran
108
Inilah waktunya
109
Kecewa
110
Gelisah
111
Mengamati
112
Usai
113
Memulai
114
Pendapat orang
115
Memasak bersama
116
Butik
117
Peduli
118
Permintaan
119
Sarapan
120
Masih
121
Nasehat ibu
122
Lebih dekat
123
Bimbinglah istrimu
124
Balita menggemaskan
125
Berangkat ke dokter
126
Bersalah
127
Pertemuan mereka
128
Gembira
129
Rindu rumah
130
Sakit
131
Kabar baru
132
Perlu belajar
133
Morning Sickness
134
Ngidam?
135
Mual dan lapar
136
Bertanya lebih baik
137
Berkunjung
138
Belanja
139
Wajan berpantat gosong
140
Tenanglah
141
Ijin dari Arga
142
Cemberut
143
Kejelasan tentangnya
144
Mulai lagi
145
Hangatnya teh
146
Keadaan Asha
147
Penjelasan dokter Murad
148
Cerita bunda
149
Keinginan Asha
150
Mini cafe
151
Cerita lama
152
Kejutan?
153
Arga vs Reksa
154
Tidak bertemu
155
Tamu tidak terduga
156
Gusar
157
Tamu lagi?
158
Jalan yang di pilih
159
Kedamaian
160
Tingkeban
161
Menemani
162
Perlengkapan bayi
163
Gelato dan kelas prenatal
164
Pijatan favorit
165
Erangan
166
Lelah
167
Detik-detik
168
Air mata
169
Terima kasih, istriku...
170
Bayi laki-laki
171
Masih ingat
172
Kata-kata
173
Bulan Juni

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!