Kegiatan rutin Asha adalah mencuci lalu menjemur pakaian. Ini pekerjaan biasa tapi Asha sangat menyukainya. Karena tidak banyak ketegangan di area ini. Mungkin karena majikan jarang ke sini kecuali Nyonya Wardah.
"Mbak kapan-kapan aku di ajak keluar lagi ya ...," kata Rike. Dia memang jarang dan hampir tidak pernah menggunakan jam malamnya. Sangat di sayangkan, tapi buat Rike itu tidak masalah. Dia yang datang dari kampung tidak terbiasa dengan hiruk pikuk kota. Sejak di ajak keluar malam kemarin, Rike jadi ingin jalan-jalan lagi.
Apalagi Rike yang hanya sampai lulusan SD sudah bekerja di sini sejak umur tiga belas tahun. Sekarang dia mulai beranjak ke lima belas tahun. Meskipun masuk ke rumah ini masih muda, dia pegawai yang sangat rajin dan tidak macam-macam. Pekerjaannya di selesaikan dengan baik. Makanya Nyonya Wardah sangat menyukai Rike yang masih muda dan tipe orang pekerja keras.
Walaupun di kasih cuti buat pulang, Rike tidak pulang kampung. Alasannya sih karena di rumah terlalu ramai. Adiknya banyak, ada 3. Tapi dia sering kirim uang buat keluarganya.
Makanya dia sampai putus sekolah. Tidak ada biaya untuk melanjutkan sekolah. Dan beruntunglah kerja di sini bisa menyekolahkan adik-adiknya.
Rike juga sudah mampu merenovasi rumah jadi lebih layak. Yang awalnya hanya bambu sekarang sudah gedong.
"Kalau keluar sama Mbak Asha pasti boleh sama Bik sumi," kata Rike sudah membayangkan akan jalan-jalan lagi.
"Iya, kapan-kapan kita keluar jalan-jalan bareng. Kamu mau ketemu cowok, tah?"
"Enggak. Bukan." Rike jadi panik di tanya begitu. Asha terkekeh. Rupanya Rike sedikit polos soal laki-laki. Lalu kalau Asha, apa sudah ahli ya soal laki-laki? Sama, Asha juga tidak ahli soal laki-laki. Dia pernah di bohongi.
Awalnya laki-laki itu mendekati layaknya orang lagi pendekatan. Setelah Asha sedikit mulai suka, eh tuh laki malah kabur. Membuat kesal. Asha tersenyum ingat kejadian itu. Merasa bodoh di bohongi sama itu cowok.
Di lantai dua. Ada dua kamar yang sama-sam mempunya jendela besar. Itu kamar Tuan Muda dan satunya milik Nona Muda yang tinggal di asrama sekolah. Hanya saja jendela milik nona muda tidak lurus menghadap tempat Asha biasa menjemur.
Arga mengancingkan kemeja sambil menatap ke luar jendela. Terdengar suara-suara ribut dari tempat jemuran. Arga mendekat sambil memasang kancing kemejanya. Saat lihat ke bawah ada dua pelayan yang sedang menjemur pakaian sambil bercanda.
Dia lagi. Perempuan aneh itu. Pelayan yang mahir main basket. Aku merasa pernah melihatnya ternyata dari sini. Aku memang pernah melihatnya menjemur di sana, tapi hanya sekilas dan tidak memperhatikan.
Lihat penampilannya dia seperti bukan dari kampung. Hanya memakai kaos dan celana selutut dia sudah terlihat fresh. Eh, fresh apaan. Mungkin Dia habis mandi jadi fresh. Iya, ya pasti begitu. Dan lagi-lagi dia memakai kaos oblong itu. Dia memang tidak punya kaos lain.
Arga mengerjapkan mata bingung sama pemikirannya sendiri.
Di bawah sana Asha yang asyik bercanda merasa di perhatikan, lalu mendongak ke atas. Bola matanya melebar.
Tuan Muda! Bahaya! Aku sedang bercanda sama Rike. Pasti ini bisa jadi alasan untuk pemecatan.
Asha panik.
"Ke, jangan bercanda lagi," kata Asha dengan sikap di buat sewajar mungkin.
"Mbak capek ya, bercanda terus?"
"Bukan. Ada yang mulia." Rike paham yang di maksud Asha tapi tidak paham orangnya ada di mana. Rike malah celingukan mencari di sekitar mereka.
"Gak ada gitu mbak ..." Asha gemes.
"Di atas. Di kamarnya." Rike menoleh ke atas. Dor! Arga masih melihat ke arah mereka.
"Waduh iya. Mbak, ayo menjemur," kata Rike langsung mengambil pakaian basah dari keranjang dan menjemurnya dengan sedikit tergesa-gesa karena gugup.
Begitu ya. Melihat ku, mereka seperti melihat hantu. Dasar.
Arga turun ke lantai satu. Rupanya Ayah sudah ada di sana.
"Selamat pagi Ayah ..."
"Pagi. Ayo sarapan."
"Ya," jawab Arga pendek. Lalu Ayah dan Arga mulai membicarakan proyek bisnis dengan serius. Bunda geleng-geleng kepala.
"Tumben kamu mau sarapan pagi, Ga.." Bunda terheran-heran. Arga tidak merespon. Hendarto juga diam.
"Ayah mu aslinya itu seneng kalau kamu sarapan bareng gini, Ga." Bunda melirik ke arah Ayah. Arga noleh ke Bunda.
"Kalau kamu ada di meja ini bareng-bareng, Ayah jadi bersemangat karena ngobrol banyak dengan putra tercintanya."
"Ehem." Ayah mendehem. Arga noleh juga ke Ayah. Dia tidak sadar kalau ternyata Ayah dan Bunda sama saja. Karena Ayah biasanya lebih cool dari Bunda.
"Arga merasa terharu," kata Arga sarkas.
"Respon apa itu, Arga ..." kata Bunda sambil tersenyum.
"Bunda nambah pelayan baru?"
"Enggak." Bunda mikir lagi. "Bunda memang nambah orang, tapi bukan baru. Sudah lama. Sudah tujuh bulan lebih."
"Yang ada di area laundry itu?" tanya Arga. Bunda diam sambil lihat Arga. Tumben anak ini tahu kalau ada pegawai baru. Biasanya tidak peduli. Mungkin memang tidak peduli, ini aja sudah tujuh bulan pelayan itu ada, tapi barusan tahu.
"Iya," jawab bunda. Ayah Hendarto juga makan sambil lihat muka anaknya. Sejak kejadian 'itu' Arga sedikit menjadi lebih dingin sikapnya. Hendarto tidak mempermasalahkan selama tidak membuat keributan di rumah atau di kantor. Juga tetep fokus sama perusahaan.
"Tadi malam aku makan mie instan," ujar Arga tiba-tiba.
Nyonya Wardah heran dengan kalimat Arga yang menggantung. Bik Sumi yang ada di meja dapur menegang. Ada apa gerangan tadi malam. Soalnya yang membuatkan mie, bukan beliau. Apa Asha telah membuat kesalahan?
"Kenapa?" tanya Bunda.
"Enak," jawab Arga datar sambil tetap mengunyah makanan. Nyonya Wardah lihat Bik Sumi lagi. Maksudnya bertanya. Kenapa dengan mie enak tadi malam? Biasanya juga setiap malam minta di buatkan mie instan tapi enggak ada respon positif. Karena sudah menjadi rutinitas malam Arga. Kayak malam kudu nyemil mie, gitu.
Bik Sumi angkat bahu tidak mengerti. Karena lama bekerja di sini, Bik Sumi jadi paham kode -kodean dari Nyonya Wardah tanpa bicara apa-apa.
"Tumben bilang enak. Memangnya Bik Sumi bikin apaan?" tanya Nyonya ke Bik sumi di belakangnya.
"Anu nyonya, tadi malam bukan saya yang bikin." Bik Sumi memberitahu.
"Lho, siapa?" Mata Nyonya Wardah mengerjap kaget.
"Asha," jawab bik Sumi.
Jadi namanya Asha. Aku lupa kalau pernah tahu nama itu.
"Karena saya sibuk beres-beres di kamar atas tadi malam, saya nyuruh Asha yang bikin mie untuk Tuan Muda," lanjut Bik sumi. Nyonya wardah mengerutkan kening berpikir. Lalu melihat Arga. Bibirnya tersenyum.
"Berarti prestasi baru buat pegawai nih. Bisa membuat Arga bilang enak," kata Nyonya Wardah sedikit meledek puteranya. Karena biasanya Arga tak pernah berkomentar apa-apa soal makanan yang di makannya. Dia jarang menunjukkan emosi senang berlebihan atau pun sedih berlebihan kecuali soal kejadian 'itu'.
Arga tak bereaksi. Dia meneguk minumannya.
"Pindahkan ke dapur saja dia," kata Hendarto yang juga menyelesaikan sarapannya.
"Bagus," timpal Arga datar. Lalu dia berdiri karena sudah menyelesaikan makannya. Dan sekarang waktunya berangkat kerja. Nyonya Wardah tersenyum melihat Ayah dan Arga. Mereka berdua seperti sudah janjian saja. Kompak. Nyonya girang.
"Oke. Oke. Karena votenya dua orang dari 3 orang ini jadi Asha bakal jadi pindah ke dapur sini. Bik, kalau Asha sudah selesai pekerjaannya suruh menghadap saya."
"Baik Nyonya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
Tarisa Fauzia
padahal ini baca yg ke2 kalinya, tp lupa kejadian apa.. bacanya udh lama banget tp masih berkesan jd dicari lagi deh. gudjob thor 👍
2023-04-06
3
Borahe 🍉🧡
itu namanya di Ghosting sha
2022-12-02
1
Riska Wulandari
padahal mi instannya g d kasih tambahan apa2..dasarnya si Arga aja..🤣🤣
2022-09-05
1