Sebelum bekerja di kediaman keluarga Hendarto, Asha sudah pernah bekerja di sebuah restoran.
Beberapa tahun yang lalu...
.
.
"Kenapa bisa ada kotoran di atas makananku?!" teriak seorang pembeli marah. Pelayan yang dimarahi diam berdiri tegak di depannya. Pelayan perempuan yang lain menepi takut kena marah. Manager restoran datang tergopoh-gopoh.
"Ada apa, Tuan?"
"Pelayan ini memberikanku makanan kotor. Bagaimana kalau aku kena penyakit, hah?!" Pengunjung itu marah besar.
"Maaf tuan atas kelalaian pegawai saya." Manager membungkuk meminta maaf.
"Saya tidak mau membayar semua makanan ini," kata pelanggan itu dengan congkaknya.
"Baiklah. Minta maaf segera!" Manager memarahi pegawainya yang di anggap lalai. Setelah menghela napas pegawai itu mengucapkan maaf.
"Maaf tuan, sudah membuat anda tidak bisa menghabiskan sisa makanan yang terakhir padahal itu sangat lezat. Tapi anda harus berterima kasih pada saya karena berkat saya anda bisa memakan semua makanan lezat tadi dengan gratis." Di luar dugaan, kalimat itu justru muncul dari mulut pegawainya. Mata manager dan pengunjung itu membelalak geram.
"Kau! Apa yang kau bicarakan?!" Pengunjung itu semakin marah.
"Apa yang kau katakan?!" Manager marah.
"Maafkan saya, Pak," kata perempuan muda itu dengan tenang.
"Kau aku pecat!" manager sangat marah hingga mukanya merah.
"Terima kasih pak." Lagi-lagi di luar dugaan pegawai itu malah berterima kasih.
***
Dari pintu masuk restoran, keluar seorang perempuan. Mungkin dia berumur sekitar dua puluh satu tahun. Rupanya dia pelayan yang sedang di marahi tadi. Ya, itu Asha. Sebelum bekerja sebagai pembantu di rumah ini. Dia menggagalkan karirnya sendiri dan membuahkan pemecatan bagi dirinya.
Bruk! Dia menghentakkan kaki dengan kesal ke tanah.
"Kenapa bisa aku yang di salahkan! Bukankah itu ulah pelanggan tadi sendiri? Kenapa mereka tidak ada yang tahu kalau orang brengsek itu sengaja melakukan penipuan!" Dia memukul-mukul udara dengan tangannya. Dia sangat kesal.
"Aku jadi pengangguran lagi kali ini ...," desahnya lelah. Setelah dua tahun lulus sekolah, tidak ada pekerjaan yang bikin betah. Ada saja masalah yang timbul. Yang membuat dia harus berhenti. Sebenarnya itu bukan sepenuhnya salah cewek bernama Asha ini, tapi nasib berkata seperti ini.
Sampai di taman kota Asha duduk di bangku taman.
Bagaimana keadaan Bapak dan Ibu di rumah, ya.. Juga Juna.
Asha adalah dua bersaudara. Juna, adik laki-lakinya masih bersekolah kelas 2 SMA. Asha sengaja hidup mandiri dengan tinggal di rumah kost. Awalnya Ibu tidak setuju. Meskipun dari dulu Asha sudah sekolah di kota ini, tapi dia belum pernah tinggal di tempat lain.
Sejak lulus SMA dia langsung cari kost-kost-an. Pengen hidup mandiri. Itulah alasan klisenya. Alasan sebenarnya Asha pengen bebas main. Sebenarnya Ibu kurang setuju. Tapi Bapak bilang tidak apa-apa. Asal tidak akan membuat masalah yang membuat malu keluarga dan harus bertanggung jawab sama apa yang sudah di putuskan. Kata Bapak gitu. Terima kasih Bapak.
Asha jadi sedih saat ingat bapaknya. Ada setetes air di ujung matanya. Asha segera mengusapnya sebelum jadi sungai air mata. Bapak Asha adalah pegawai negeri di sebuah kantor kecamatan daerah, tapi karena hanya lulusan SMP, Beliau tidak punya jabatan tinggi. Bahkan gaji saja tidak besar.
Gadis ini menghela napas panjang. Asha merasa membebani keluarganya karena tidak bisa mensejahterakan kedua orang tua. Apalagi dia anak pertama. Walaupun perempuan dia merasa harus bisa jadi penopang keluarga.
Bagaimana kalau seandainya aku anak kedua ya... Apakah sama seperti ini. Tidak, tidak. Jangan menyesali diri hanya karena menjadi anak pertama. Aku masih bisa menghela nafas saja sudah patut di syukuri. Aku harus lebih semangat lagi mencari uang. Bapak, Ibu, tunggu aku!!
Asha berdiri dan menghampiri motor butut warna hitam-nya yang di parkir. Dulu dengan motor butut Bapak itu, Asha pulang pergi sekolah tiap harinya. Supaya kelihatan tidak jadul jadul banget, Asha menempeli seluruh body motor dengan striker tema super hero kesayangannya, 'Batman' dan mengusungkan tema warna hitam dan silver.
Asha meluncur ke rumah kost.
Asha mengenal Mbak Endang pas nge-kost bareng. Mbak Endang yang hidup sebagai pengurus kost-kostan sangat akrab dengan Asha.
"Mbak, ada gak yah kerja yang gajinya tinggi tapi enggak butuh keahlian apa-apa?" tanya Asha asal. Yah ... dia lagi nganggur jadi mengkhayal juga tidak ada yang melarang.
"Kerja apaan mbak? Pembantu?"
"Haha ... bisa juga tuh. Asal gajinya besar. Lebih besar dari kerja di perusahaan." Lagi-lagi Asha bicara ngawur. Walaupun cari kerja susah dan hanya punya ijazah SMA bukan berarti langsung cari kerja jadi pembantu lah ...
"Beneran, mbak?"
"Iya, kalau ada ..." Sebenarnya itu iseng. Mana ada jadi pembantu gajinya gede. Apalagi lebih besar dari kerja di sebuah perusahaan. Sekali lagi di tekankan Asha itu pengangguran yang bebas bicara apa saja. Jadi tidak perlu di dengerin omongan ngawurnya, oke?
"Kalau mbak mau, ada." Ternyata Mbak Endang serius mikirin omongan nyeleneh-nya Asha.
"Hahaha ... Mbak gokil juga."
"Gokil apaan mbak ya?" Weits, lupa mbk Endang tidak pake bahasa jaman now.
"Itu asyik. Orangnya asyik," jelas Asha terkekeh. Bagaimana tidak, dia sendiri orang kampung tapi malah ngajari. Sebenarnya Asha sudah lama terbiasa suasana di kota karena dari SMA, bersekolah di sini.
"O ... beneran mbak ya mau kerja. Nanti aku telepon orang yang bisa kasih mbak pekerjaan deh."
"Tunggu, memangnya beneran ada ya jadi pembantu tapi gajinya besar kayak di perusahaan?" Asha jadi gelagapan sendiri karena mbak Endang bukan sedang bercanda.
"Katanya sih gitu mbak. Sodara mbak itu aja pas 3 bulan kerja di sana bisa renovasi rumah," jelas mbak Endang sambil pencet handphone.
"Waw ... hebat ya." Mendadak Asha jadi tidak seantusias tadi. "Trus kerjanya apa?" selidik Asha. Kali ini serius karena mendadak Asha jadi tidak tenang. Mana mungkin kan pelayan aja gajinya bisa buat merenovasi rumah dalam 3 bulan.
"Nyuci. Sodara mbak itu jadi tukang cuci."
What?? ini malah sangat tidak masuk akal.
"Bukan kerjaan yang lain mbak? Kan gajinya besar? Kerja di kantor mungkin." Mbak Endang ketawa geli.
"Sodara saya itu hanya lulusan SD, mbak. Gak mungkin kerja di kantor. Meskipun dia bisa nulis sama bisa baca." Lalu apaan dong. Kerja apaan dong. Asha jadi kepo. Panik tidak jelas. Walaupun dalam hati Asha bener-bener jungkir balik karena penasaran.
"Kok mbak gak kerja di sana juga?" Kan kalau gaji besar seharusnya mbak Endang ikut saudaranya juga, bukannya jadi pengurus kost-kostan begini. Logikanya seperti itu kan..
"Enggak mbak. Cukup disini saja," kata mbk Endang tersipu.
Hei.. respon apaan tuh. Aku gak lagi menggoda atau meledek kan.
"Selamat pagi ...," sapa mas Sumar ramah.
"Pagi mas," jawab Asha sambil tersenyum. Dia pemilik kost-kostan ini. Juga pemilik beberapa rumah kost yang ada di sekitar sini. Dia kaya akan rumah kost. Mbak Endang tersenyum malu-malu. Sesekali menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. Mas Sumar juga tersenyum.
Asha memicingkan mata karena silau oleh sinar-sinar cinta yang terpancar dari mereka berdua. Silau banget sampai Asha perlu menutup matanya sebentar dan berdehem.
"Ehem." Mereka berdua sontak kaget.
Lupa ya ini orang-orang masih ada jomlowati yang berdiri mematung di tengah-tengah mereka.
"Oh, iya mbak Asha."
Sudah lupa daratan ya kalian berdua. Jadi ini alasan mbk Endang emoh untuk kerja bareng sodaranya yang gajinya besar itu.
"Anu mas...mbak Asha mau cari kerja." Mbak Endang menggeser tubuhnya agar sedikit lebih dekat ke Mas Sumar. Dia mau membocorkan pembicaraan ngawur tadi ke Mas Sumar. Aduh gawat!
"Kerja ya." Asha kasih kode supaya jangan ngomong apa-apa soal tadi. Mbak Endang tidak paham. Malah nambah omongan tadi lebih panjang.
"Itu mas ... mau ikut Rike." Asha sudah pasrah Mbk Endang mau ngomong apa aja. Terserah deh. Terserah!!
"Beneran ya?" Mas Sumar antusias. Ekspresinya bukan meledek ataupun menghina. Itu lebih kepada kagum. Asha menghela napas kesel, tapi sambil senyum karena tidak enak sama Mas Sumar.
"Kalau memang iya, aku rekomendasikan kamu sama Nyonya Wardah." Mas Sumar berbinar.
"Sudah, tanya Rike. Apa memang benar butuh pelayan. Kapan hari katanya Nyonya mau ada pelayan yang berhenti," kata mas Sumar ke mbak Endang.
"Iya Mas. Kata Rike memang lagi butuh pelayan. Soalnya ada pelayan yang berhenti karena menikah. Sudah seminggu."
"Oh, iya ya ...," kata Asha. Maksudnya iya itu mengiyakan cerita Mbak Endang soal pelayan yang berhenti karena menikah itu. Mereka berdua saling membahas. Dan Asha paham itu sekedar modus karena mereka jadi ada bahan obrolan. Asha ngerasa jadi dewi cinta yang mempersatukan dua manusia.
"Kapan mbak bisa ketemuan?" tanya Mas Sumar.
"Hah? Apanya?"
"Ya kerja itu," jawab Mbak Endang serius. Akhirnya Asha mengiyakan dan di terima jadi tukang cuci. Sejak itu Asha bisa kerja jadi tukang cuci sampai sekarang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
Latifah Latifah
entah brp x kubaca..sukaa❤️❤️
2024-10-09
0
Saadah Rangkuti
kalo aku dah ke 3x nya..g' bosen 😊😊
2024-08-10
0
Alfi Alfarizi
baca yang ke 2×.a
2024-04-23
2