Bab. 5 Asal-usul

Sebelum bekerja di kediaman keluarga Hendarto, Asha sudah pernah bekerja di sebuah restoran.

Beberapa tahun yang lalu...

.

.

"Kenapa bisa ada kotoran di atas makananku?!" teriak seorang pembeli marah. Pelayan yang dimarahi diam berdiri tegak di depannya. Pelayan perempuan yang lain menepi takut kena marah. Manager restoran datang tergopoh-gopoh.

"Ada apa, Tuan?"

"Pelayan ini memberikanku makanan kotor. Bagaimana kalau aku kena penyakit, hah?!" Pengunjung itu marah besar.

"Maaf tuan atas kelalaian pegawai saya." Manager membungkuk meminta maaf.

"Saya tidak mau membayar semua makanan ini," kata pelanggan itu dengan congkaknya.

"Baiklah. Minta maaf segera!" Manager memarahi pegawainya yang di anggap lalai. Setelah menghela napas pegawai itu mengucapkan maaf.

"Maaf tuan, sudah membuat anda tidak bisa menghabiskan sisa makanan yang terakhir padahal itu sangat lezat. Tapi anda harus berterima kasih pada saya karena berkat saya anda bisa memakan semua makanan lezat tadi dengan gratis." Di luar dugaan, kalimat itu justru muncul dari mulut pegawainya. Mata manager dan pengunjung itu membelalak geram.

"Kau! Apa yang kau bicarakan?!" Pengunjung itu semakin marah.

"Apa yang kau katakan?!" Manager marah.

"Maafkan saya, Pak," kata perempuan muda itu dengan tenang.

"Kau aku pecat!" manager sangat marah hingga mukanya merah.

"Terima kasih pak." Lagi-lagi di luar dugaan pegawai itu malah berterima kasih.

***

Dari pintu masuk restoran, keluar seorang perempuan. Mungkin dia berumur sekitar dua puluh satu tahun. Rupanya dia pelayan yang sedang di marahi tadi. Ya, itu Asha. Sebelum bekerja sebagai pembantu di rumah ini. Dia menggagalkan karirnya sendiri dan membuahkan pemecatan bagi dirinya.

Bruk! Dia menghentakkan kaki dengan kesal ke tanah.

"Kenapa bisa aku yang di salahkan! Bukankah itu ulah pelanggan tadi sendiri? Kenapa mereka tidak ada yang tahu kalau orang brengsek itu sengaja melakukan penipuan!"  Dia memukul-mukul udara dengan tangannya. Dia sangat kesal.

"Aku jadi pengangguran lagi kali ini ...," desahnya lelah. Setelah dua tahun lulus sekolah, tidak ada pekerjaan yang bikin betah. Ada saja masalah yang timbul. Yang membuat dia harus berhenti. Sebenarnya itu bukan sepenuhnya salah cewek bernama Asha ini, tapi nasib berkata seperti ini.

Sampai di taman kota Asha duduk di bangku taman.

Bagaimana keadaan Bapak dan Ibu di rumah, ya.. Juga Juna.

Asha adalah dua bersaudara. Juna, adik laki-lakinya masih bersekolah kelas 2 SMA. Asha sengaja hidup mandiri dengan tinggal di rumah kost. Awalnya Ibu tidak setuju. Meskipun dari dulu Asha sudah sekolah di kota ini, tapi dia belum pernah tinggal di tempat lain.

Sejak lulus SMA dia langsung cari kost-kost-an. Pengen hidup mandiri. Itulah alasan klisenya. Alasan sebenarnya Asha pengen bebas main. Sebenarnya Ibu kurang setuju. Tapi Bapak bilang tidak apa-apa. Asal tidak akan membuat masalah yang membuat malu keluarga dan harus bertanggung jawab sama apa yang sudah di putuskan. Kata Bapak gitu. Terima kasih Bapak.

Asha jadi sedih saat ingat bapaknya. Ada setetes air di ujung matanya. Asha segera mengusapnya sebelum jadi sungai air mata. Bapak Asha adalah pegawai negeri di sebuah kantor kecamatan daerah, tapi karena hanya lulusan SMP, Beliau tidak punya jabatan tinggi. Bahkan gaji saja tidak besar.

Gadis ini menghela napas panjang. Asha merasa membebani keluarganya karena tidak bisa mensejahterakan kedua orang tua. Apalagi dia anak pertama. Walaupun perempuan dia merasa harus bisa jadi penopang keluarga.

Bagaimana kalau seandainya aku anak kedua ya... Apakah sama seperti ini. Tidak, tidak. Jangan menyesali diri hanya karena menjadi anak pertama. Aku masih bisa menghela nafas saja sudah patut di syukuri. Aku harus lebih semangat lagi mencari uang. Bapak, Ibu, tunggu aku!!

Asha berdiri dan menghampiri motor butut warna hitam-nya yang di parkir. Dulu dengan motor butut Bapak itu, Asha pulang pergi sekolah tiap harinya. Supaya kelihatan tidak jadul jadul banget, Asha menempeli seluruh body motor dengan striker tema super hero kesayangannya, 'Batman' dan mengusungkan tema warna hitam dan silver.

Asha meluncur ke rumah kost.

Asha mengenal Mbak Endang pas nge-kost bareng. Mbak Endang yang hidup sebagai pengurus kost-kostan sangat akrab dengan Asha.

"Mbak, ada gak yah kerja yang gajinya tinggi tapi enggak butuh keahlian apa-apa?" tanya Asha asal. Yah ... dia lagi nganggur jadi mengkhayal juga tidak ada yang melarang.

"Kerja apaan mbak? Pembantu?"

"Haha ... bisa juga tuh. Asal gajinya besar. Lebih besar dari kerja di perusahaan." Lagi-lagi Asha bicara ngawur. Walaupun cari kerja susah dan hanya punya ijazah SMA bukan berarti langsung cari kerja jadi pembantu lah ...

"Beneran, mbak?"

"Iya, kalau ada ..." Sebenarnya itu iseng. Mana ada jadi pembantu gajinya gede. Apalagi lebih besar dari kerja di sebuah perusahaan. Sekali lagi di tekankan Asha itu pengangguran yang bebas bicara apa saja. Jadi tidak perlu di dengerin omongan ngawurnya, oke?

"Kalau mbak mau, ada." Ternyata Mbak Endang serius mikirin omongan nyeleneh-nya Asha.

"Hahaha ... Mbak gokil juga."

"Gokil apaan mbak ya?" Weits, lupa mbk Endang tidak pake bahasa jaman now.

"Itu asyik. Orangnya asyik," jelas Asha terkekeh. Bagaimana tidak, dia sendiri orang kampung tapi malah ngajari. Sebenarnya Asha sudah lama terbiasa suasana di kota karena dari SMA, bersekolah di sini.

"O ... beneran mbak ya mau kerja. Nanti aku telepon orang yang bisa kasih mbak pekerjaan deh."

"Tunggu, memangnya beneran ada ya jadi pembantu tapi gajinya besar kayak di perusahaan?" Asha jadi gelagapan sendiri karena mbak Endang bukan sedang bercanda.

"Katanya sih gitu mbak. Sodara mbak itu aja pas 3 bulan kerja di sana bisa renovasi rumah," jelas mbak Endang sambil pencet handphone.

"Waw ... hebat ya." Mendadak Asha jadi tidak seantusias tadi. "Trus kerjanya apa?" selidik Asha. Kali ini serius karena mendadak Asha jadi tidak tenang. Mana mungkin kan pelayan aja gajinya bisa buat merenovasi rumah dalam 3 bulan.

"Nyuci. Sodara mbak itu jadi tukang cuci."

What?? ini malah sangat tidak masuk akal.

"Bukan kerjaan yang lain mbak? Kan gajinya besar? Kerja di kantor mungkin." Mbak Endang ketawa geli.

"Sodara saya itu hanya lulusan SD, mbak. Gak mungkin kerja di kantor. Meskipun dia bisa nulis sama bisa baca." Lalu apaan dong. Kerja apaan dong. Asha jadi kepo. Panik tidak jelas. Walaupun dalam hati Asha bener-bener jungkir balik karena penasaran.

"Kok mbak gak kerja di sana juga?" Kan kalau gaji besar seharusnya mbak Endang ikut saudaranya juga, bukannya jadi pengurus kost-kostan begini. Logikanya seperti itu kan..

"Enggak mbak. Cukup disini saja," kata mbk Endang tersipu.

Hei.. respon apaan tuh. Aku gak lagi menggoda atau meledek kan.

"Selamat pagi ...," sapa mas Sumar ramah.

"Pagi mas," jawab Asha sambil tersenyum. Dia pemilik kost-kostan ini. Juga pemilik beberapa rumah kost yang ada di sekitar sini. Dia kaya akan rumah kost. Mbak Endang tersenyum malu-malu. Sesekali menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. Mas Sumar juga tersenyum.

Asha memicingkan mata karena silau oleh sinar-sinar cinta yang terpancar dari mereka berdua. Silau banget sampai Asha perlu menutup matanya sebentar dan berdehem.

"Ehem." Mereka berdua sontak kaget.

Lupa ya ini orang-orang masih ada jomlowati yang berdiri mematung di tengah-tengah mereka.

"Oh, iya mbak Asha."

Sudah lupa daratan ya kalian berdua. Jadi ini alasan mbk Endang emoh untuk kerja bareng sodaranya yang gajinya besar itu.

"Anu mas...mbak Asha mau cari kerja." Mbak Endang menggeser tubuhnya agar sedikit lebih dekat ke Mas Sumar. Dia mau membocorkan pembicaraan ngawur tadi ke Mas Sumar. Aduh gawat!

"Kerja ya." Asha kasih kode supaya jangan ngomong apa-apa soal tadi. Mbak Endang tidak paham. Malah nambah omongan tadi lebih panjang.

"Itu mas ... mau ikut Rike." Asha sudah pasrah Mbk Endang mau ngomong apa aja. Terserah deh. Terserah!!

"Beneran ya?" Mas Sumar antusias. Ekspresinya bukan meledek ataupun menghina. Itu lebih kepada kagum. Asha menghela napas kesel, tapi sambil senyum karena tidak enak sama Mas Sumar.

"Kalau memang iya, aku rekomendasikan kamu sama Nyonya Wardah." Mas Sumar berbinar.

"Sudah, tanya Rike. Apa memang benar butuh pelayan. Kapan hari katanya Nyonya mau ada pelayan yang berhenti," kata mas Sumar ke mbak Endang.

"Iya Mas. Kata Rike memang lagi butuh pelayan. Soalnya ada pelayan yang berhenti karena menikah. Sudah seminggu."

"Oh, iya ya ...," kata Asha. Maksudnya iya itu mengiyakan cerita Mbak Endang soal pelayan yang berhenti karena menikah itu. Mereka berdua saling membahas. Dan Asha paham itu sekedar modus karena mereka jadi ada bahan obrolan. Asha ngerasa jadi dewi cinta yang mempersatukan dua manusia.

"Kapan mbak bisa ketemuan?" tanya Mas Sumar.

"Hah? Apanya?"

"Ya kerja itu," jawab Mbak Endang serius. Akhirnya Asha mengiyakan dan di terima jadi tukang cuci. Sejak itu Asha bisa kerja jadi tukang cuci sampai sekarang.

Terpopuler

Comments

Alfi Alfarizi

Alfi Alfarizi

baca yang ke 2×.a

2024-04-23

1

Lis Safia

Lis Safia

baca ulang lg,, syukaaa

2024-02-16

0

Rokesih Esi

Rokesih Esi

gt to asha bs kerja

2022-08-03

0

lihat semua
Episodes
1 Bab. 1 Jemuran berkibar
2 Bab. 2 Dia tadi malam
3 Bab. 3 Bekal Makan Siang
4 Bab. 4 Pecat
5 Bab. 5 Asal-usul
6 Bab. 6 Perkelahian di gang
7 Bab. 7 Mie instan
8 Bab. 8 Mie instan enak
9 Bab. 9 Nona Muda yang baik
10 Bab. 10 Mantan
11 Bab. 11 Apa yang kau lakukan, Tuan?
12 Bab. 12 Sedang ingin?
13 Bab. 13 Pagi ini
14 Bab. 14 Bertemu teman
15 Bab. 15 Mantan
16 Bab. 16 Di telantarkan
17 Bab. 17 Dia bekerja untukku
18 Bab. 18 Pertemuan Asha dan Chelsea
19 Bab. 19 Asha dan Chelsea
20 Bab. 20 Dimana Asha?
21 Bab. 21 Makan siang
22 Paris yang emosional
23 Kenyamanan Arga
24 Pencarian Asha
25 Rendra melihatnya
26 Anonim
27 Asha membela Arga
28 Paris yang curiga
29 Janjian
30 Aroma menyenangkan
31 Kenangan
32 Arga vs Asha
33 Aura mendung Tuan Muda
34 Barang berharga
35 Nasihat Nyonya Wardah
36 Lelaki tampan di pasar
37 Paris salah tingkah
38 Pelajaran baru bagi Paris
39 Noda pada kemeja
40 Telepon darurat di malam hari
41 Ajakan Paris
42 Pemikiran yang salah
43 Arga cemas
44 Tirai itu
45 Dia sudah bangun
46 Otak tidak waras
47 Aku yang pertama
48 Masih ingat
49 Tas Arga
50 Interogasi intern
51 Perbincangan di bangku kayu
52 Panik
53 Kedamaian sesungguhnya
54 Tempat baru
55 Gangguan di pagi hari
56 Hilang pertahanan
57 Aku lelaki, Sha..
58 Ketahuan
59 Pengakuan
60 Peringatan
61 Senyar menggelitik
62 Perasaan manusia
63 Kegelisahan
64 Di balik pintu
65 Keheningan yang panjang
66 Usaha Arga
67 Seperti pengkhianat
68 Melepas tuas pertahanan
69 Seseorang
70 Dia
71 Dia dan aku
72 Andre dan Hanny
73 Tentang seseorang
74 Muncul lagi
75 Bertemu lagi
76 Alasan pergi
77 Menemukan hal baru
78 Kebenaran
79 Aku
80 Niat tersembunyi
81 Alasan sederhana
82 Orang baru
83 Mengaku
84 Keinginan Arga
85 Telepon yang mengejutkan
86 Arga yang aneh
87 Terima kasih Bunda
88 Pesan Bapak
89 Rasa penasaran
90 Dia
91 Chelsea dan Evan
92 Asha dan perasaannya
93 Suasana Hati
94 Kejutan
95 Hambar
96 Di belakang Asha
97 Cinta Pertama
98 Membantu Rendra atau...
99 Keputusan
100 Vitaminku
101 Maaf
102 Tidak bisa memilih
103 Pilihan bijak
104 Misi selanjutnya
105 Cerita ini
106 Bertekad
107 Kejujuran
108 Inilah waktunya
109 Kecewa
110 Gelisah
111 Mengamati
112 Usai
113 Memulai
114 Pendapat orang
115 Memasak bersama
116 Butik
117 Peduli
118 Permintaan
119 Sarapan
120 Masih
121 Nasehat ibu
122 Lebih dekat
123 Bimbinglah istrimu
124 Balita menggemaskan
125 Berangkat ke dokter
126 Bersalah
127 Pertemuan mereka
128 Gembira
129 Rindu rumah
130 Sakit
131 Kabar baru
132 Perlu belajar
133 Morning Sickness
134 Ngidam?
135 Mual dan lapar
136 Bertanya lebih baik
137 Berkunjung
138 Belanja
139 Wajan berpantat gosong
140 Tenanglah
141 Ijin dari Arga
142 Cemberut
143 Kejelasan tentangnya
144 Mulai lagi
145 Hangatnya teh
146 Keadaan Asha
147 Penjelasan dokter Murad
148 Cerita bunda
149 Keinginan Asha
150 Mini cafe
151 Cerita lama
152 Kejutan?
153 Arga vs Reksa
154 Tidak bertemu
155 Tamu tidak terduga
156 Gusar
157 Tamu lagi?
158 Jalan yang di pilih
159 Kedamaian
160 Tingkeban
161 Menemani
162 Perlengkapan bayi
163 Gelato dan kelas prenatal
164 Pijatan favorit
165 Erangan
166 Lelah
167 Detik-detik
168 Air mata
169 Terima kasih, istriku...
170 Bayi laki-laki
171 Masih ingat
172 Kata-kata
173 Bulan Juni
Episodes

Updated 173 Episodes

1
Bab. 1 Jemuran berkibar
2
Bab. 2 Dia tadi malam
3
Bab. 3 Bekal Makan Siang
4
Bab. 4 Pecat
5
Bab. 5 Asal-usul
6
Bab. 6 Perkelahian di gang
7
Bab. 7 Mie instan
8
Bab. 8 Mie instan enak
9
Bab. 9 Nona Muda yang baik
10
Bab. 10 Mantan
11
Bab. 11 Apa yang kau lakukan, Tuan?
12
Bab. 12 Sedang ingin?
13
Bab. 13 Pagi ini
14
Bab. 14 Bertemu teman
15
Bab. 15 Mantan
16
Bab. 16 Di telantarkan
17
Bab. 17 Dia bekerja untukku
18
Bab. 18 Pertemuan Asha dan Chelsea
19
Bab. 19 Asha dan Chelsea
20
Bab. 20 Dimana Asha?
21
Bab. 21 Makan siang
22
Paris yang emosional
23
Kenyamanan Arga
24
Pencarian Asha
25
Rendra melihatnya
26
Anonim
27
Asha membela Arga
28
Paris yang curiga
29
Janjian
30
Aroma menyenangkan
31
Kenangan
32
Arga vs Asha
33
Aura mendung Tuan Muda
34
Barang berharga
35
Nasihat Nyonya Wardah
36
Lelaki tampan di pasar
37
Paris salah tingkah
38
Pelajaran baru bagi Paris
39
Noda pada kemeja
40
Telepon darurat di malam hari
41
Ajakan Paris
42
Pemikiran yang salah
43
Arga cemas
44
Tirai itu
45
Dia sudah bangun
46
Otak tidak waras
47
Aku yang pertama
48
Masih ingat
49
Tas Arga
50
Interogasi intern
51
Perbincangan di bangku kayu
52
Panik
53
Kedamaian sesungguhnya
54
Tempat baru
55
Gangguan di pagi hari
56
Hilang pertahanan
57
Aku lelaki, Sha..
58
Ketahuan
59
Pengakuan
60
Peringatan
61
Senyar menggelitik
62
Perasaan manusia
63
Kegelisahan
64
Di balik pintu
65
Keheningan yang panjang
66
Usaha Arga
67
Seperti pengkhianat
68
Melepas tuas pertahanan
69
Seseorang
70
Dia
71
Dia dan aku
72
Andre dan Hanny
73
Tentang seseorang
74
Muncul lagi
75
Bertemu lagi
76
Alasan pergi
77
Menemukan hal baru
78
Kebenaran
79
Aku
80
Niat tersembunyi
81
Alasan sederhana
82
Orang baru
83
Mengaku
84
Keinginan Arga
85
Telepon yang mengejutkan
86
Arga yang aneh
87
Terima kasih Bunda
88
Pesan Bapak
89
Rasa penasaran
90
Dia
91
Chelsea dan Evan
92
Asha dan perasaannya
93
Suasana Hati
94
Kejutan
95
Hambar
96
Di belakang Asha
97
Cinta Pertama
98
Membantu Rendra atau...
99
Keputusan
100
Vitaminku
101
Maaf
102
Tidak bisa memilih
103
Pilihan bijak
104
Misi selanjutnya
105
Cerita ini
106
Bertekad
107
Kejujuran
108
Inilah waktunya
109
Kecewa
110
Gelisah
111
Mengamati
112
Usai
113
Memulai
114
Pendapat orang
115
Memasak bersama
116
Butik
117
Peduli
118
Permintaan
119
Sarapan
120
Masih
121
Nasehat ibu
122
Lebih dekat
123
Bimbinglah istrimu
124
Balita menggemaskan
125
Berangkat ke dokter
126
Bersalah
127
Pertemuan mereka
128
Gembira
129
Rindu rumah
130
Sakit
131
Kabar baru
132
Perlu belajar
133
Morning Sickness
134
Ngidam?
135
Mual dan lapar
136
Bertanya lebih baik
137
Berkunjung
138
Belanja
139
Wajan berpantat gosong
140
Tenanglah
141
Ijin dari Arga
142
Cemberut
143
Kejelasan tentangnya
144
Mulai lagi
145
Hangatnya teh
146
Keadaan Asha
147
Penjelasan dokter Murad
148
Cerita bunda
149
Keinginan Asha
150
Mini cafe
151
Cerita lama
152
Kejutan?
153
Arga vs Reksa
154
Tidak bertemu
155
Tamu tidak terduga
156
Gusar
157
Tamu lagi?
158
Jalan yang di pilih
159
Kedamaian
160
Tingkeban
161
Menemani
162
Perlengkapan bayi
163
Gelato dan kelas prenatal
164
Pijatan favorit
165
Erangan
166
Lelah
167
Detik-detik
168
Air mata
169
Terima kasih, istriku...
170
Bayi laki-laki
171
Masih ingat
172
Kata-kata
173
Bulan Juni

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!