Bab. 3 Bekal Makan Siang

"Arga, ayo sarapan dulu!" panggil bunda di dapur saat Arga melintas. Ayah juga sedang sarapan pagi di sana.

"Tidak," jawab Arga singkat. Tangannya sibuk mengancingkan kancing di lengan kemejanya.

"Hh ... Bunda menyodorkan banyak wanita cantik tidak pernah ada yang di pilih. Sekarang lihat lah ... Kamu memang butuh seorang pendamping." Bunda mulai membahas soal itu.

"Memangnya mengancingkan ini butuh orang lain? Aku masih bisa," kata Arga sambil menunjukkan ujung lengan bajunya ke arah bunda. Dia paham maksud bunda.

"Iya ... iya." Nyonya wardah menipiskan bibir melihat anaknya yang sedang mengancingkan lengan bajunya. Beliau berusaha mengalah.

"Tuan Muda, sekretaris Ren sudah ada di depan," kata Pak Yus memberi tahu.

"Ya. Aku akan segera keluar." lalu Pak Yus pergi.

"Bagaimana dengan program mall baru di kota Situbondo, Arga?" tanya Ayah sambil menyuapkan nasi ke dalam mulut beliau.

"Proses pembangunan sudah 90%, Ayah."

"Siapa yang ada di sana?"

"Gilang."

"Dia memang mumpuni. Kamu kapan berangkat meninjaunya?"

"Lusa. Sekarang aku masih melihat perluasan lantai 2 di sini."

"O ... proyek itu ya."

"Aku berangkat," pamit Arga. Ayah dan bunda mengangguk.

"Jangan telat makan siang, Arga!" teriak Bunda mengingatkan.

"Masih saja di anggap anak kecil," kata Ayah membuat Nyonya Wardah menipiskan bibir tidak setuju dengan pendapat suaminya.

"Dia memang masih kecil, Ayah. Kalau belum menikah dia tetap anak kecil bagiku. Sulit banget sih cari istri. Dia kan anak yang tampan dan gagah."

"Sudahlah. Nanti juga dia akan menikah."

"Nanti, nanti. Nanti itu kapan?" Nyonya Wardah ngedumel. Sementara itu di luar rumah, Rendra sekretaris Arga yang cakap dalam bekerja sudah siap.

"Selamat pagi Tuan," sapa Rendra membuka pintu belakang mobil.

"Pagi." Arga menerima sapaan Rendra dan masuk ke mobil. Setelah menutup pintu, Rendra masuk ke pintu depan dan mulai menyalakan mesin. Saat itu muncul Asha di depan pintu keluar.

Arga memperhatikan perempuan itu berjalan dari pintu belakang. Dia menghampiri tukang kebun dan berbincang.

Dia!

***

"Ren, bagaimana pendapatmu tentang kriteria seorang pelayan rumah?" tanya Arga tiba-tiba saat sedang menandatangani dokumen di ruang kerja. Membahas hal lain yang tidak ada hubungannya dengan dokumen yang sedang di tanda tanganinya.

"Kriteria seorang pelayan?" Rendra berpikir. Kenapa membahas pelayan. Biasanya kalau Tuan Arga sedang membahas perekrutan pegawai pasti soal sekretaris. Tapi ini membahas pelayan rumah.

Sejak kapan Tuan ikut memikirkan urusan rumah?

"Apakah anda akan menambah pelayan lagi, Tuan?" tanya Rendra. Dia tidak segera menjawab pertanyaan Direktur.

"Tidak. Jawab saja," jawab Arga pendek. Menunjukkan kalau dia tidak suka Rendra tidak menjawab pertanyaannya dan justru mengajukan pertanyaan. Rendra mendehem lirih. Menyadari kekeliruannya.

"Maaf. Kita harus tahu dulu. Dimana kita menempatkan posisinya Tuan."

"Posisi ya ...." Arga bergumam sambil berpikir.

"Jika kita butuh koki, berarti dia harus pintar memasak. Jika kita butuh tukang kebun, dia harus pandai merawat kebun dan paham cara menanam bunga misalnya," jelas Rendra. Tepat! Memang seharusnya seperti itu. Meskipun banyak pelayan rumah yang cakap akan bermacam pekerjaan. Tapi intinya kriteria pelayan itu merujuk pada posisi dan keahliannya.

"Bagaimana jika hanya di tempatkan di area laundry?"

"Laundry? Bukannya cukup dia pintar mencuci Tuan? Dan saya rasa untuk tukang cuci tidak perlu kriteria khusus. Kebanyakan orang itu bisa mencuci. Karena keahlian ini tidak perlu bersekolah khusus, Tuan." Rendra sempat mengerutkan kening samar.

"Benar. Memang seharusnya tukang cuci tidak perlu keahlian khusus. Dia cukup bisa mencuci dengan bersih, bukan? Bagaimana jika seorang tukang cuci itu mahir main basket."

"Main basket?"

Apakah tuan habis nonton film? Kenapa tukang cuci mau main basket.

"Yang saya tahu tukang cuci itu tidak pernah, bahkan tidak perlu main basket tuan. Maaf bila saya keliru." Rendra menambahkan kata maaf karena sebenarnya dia sedang menyalahkan pembicaraan Tuannya.

"Tidak kamu memang tidak keliru. Aku juga tidak pernah menemukan seorang tukang cuci mahir main basket," ujar Arga sepaham dengan kalimat Rendra. Dan Rendra bersyukur.

Sebenarnya apa yang di bicarakan Tuan Muda.

Tok! Tok!

Pintu ruangan di ketuk orang. Arga melihat tajam ke arah pintu. Raut mukanya menjadi kesal. Sepertinya dia merasa terganggu dengan suara ketukan itu. Rendra menangkap rasa kesal itu.

Kenapa Maya tidak memberi tahu kalau ada tamu. Padahal Tuan Muda sudah senang tadi. Rendra menggerutu dalam hati.

"Masuk!" teriak Rendra. Tapi tidak ada yang masuk. Tuan Muda Arga menatap tajam lagi. Rendra menggeram dalam hati dan mendekat ke pintu untuk membukakan pintu.

"Halo. Selamat siang." Seorang perempuan membungkuk memberi salam di depan pintu. Ternyata pelayan rumah keluarga Hendarto.

"Kau sendirian?" tanya sekretaris Ren celingukan.

"Iya. Tuan Muda ada di dalam?"

"Ada. Sebentar, kamu tunggu di sini. Jangan masuk, sebelum aku memanggilmu." Sekretaris Rendra memperingatkan. Pelayan itu mengangguk setuju.

"Siapa?" tanya Arga masih kesal.

"Itu ... pelayan dari rumah anda, Tuan." Seketika tangan Arga berhenti menandatangani dokumen. "Boleh saya suruh masuk?" tanya Rendra ragu.

Arga memberi kode untuk membiarkan pelayan itu masuk. Arga ingin melihat siapa yang datang menemuinya saat jam kerja begini. Apalagi pelayan perempuan. Tidak biasanya Bunda menyuruh pelayan perempuan ke kantor. Rata-rata mereka takut dan malu untuk datang ke gedung perusahaan milik keluarga Hendarto yang megah. Mungkin merasa ciut karena mereka menganggap diri mereka orang kecil.

"Masuklah!" teriak Rendra dengan nada tegas berwibawa dari dalam. Asha membuka pintu perlahan. Arga menunggu pengunjung tak di undang itu memasuki ruangan. Seorang perempuan muncul. Dia pelayan di area laundry. Orang yang di bicarakan Arga barusan. Kali ini dia memakai pakaian lebih rapi di banding saat Arga menemuinya di tempat jemuran.

"Selamat siang, Tuan." Asha membungkuk. Arga melihat perempuan itu. Tangan kanannya membawa bekal.

Hh ... pasti Bunda yang menyuruhnya.

Arga memberi tanda kepada Rendra untuk menghentikan kegiatan dulu. Rendra mengangguk.

"Kalau begitu saya permisi dulu." Lalu Rendra keluar ruangan meninggalkan tumpukan dokumen di atas meja Arga. sambil melirik.ke arah Asha masih berdiri di depan pintu.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Arga sambil melihat pelayan itu. Asha mengerjapkan mata bingung. "Sampai kapan kau ada di sana? Duduk!"

Segera Asha duduk di sofa. Dan meletakkan bekal di atas meja.

"Siapa nama kamu?" tanya Arga dari kursi kerjanya.

"Asha."

"Apa itu?" tanya Arga yang beranjak dari kursi kerjanya menuju sofa tempat Asha berada.

"Makan siang Tuan Muda."

"Kenapa harus di bawakan dari rumah. Aku kan bisa membelinya." Tuan Muda menggerutu seperti tidak senang. Seperti sedang memarahi Asha.

Mana saya tahu, pikir Asha dalam hati.

"Maaf tuan. Saya hanya di suruh Nyonya." Asha memberi alasan. Dia seperti di salahkan karena membawa bekal makan siang ini.

"Cepat buka!"

Hah? Asha bingung. Lalu tangan Arga menunjuk ke arah bekal makanan yang ada di atas meja.

"Oh, Baik." Asha membuka tempat makan satu persatu. Bekal itu ada tiga susun. Dimana nasi lauk dan sayur di pisah. Setelah Asha mengeluarkan semua dia mempersilahkan Tuan Muda untuk makan. Arga mulai mengambil lauk dan sayur kemudian memakannya.

Asha menunduk saja di sofanya. Dia tidak menyangka akan di suruh tetap di sana sambil menunggui Tuan Mudanya makan siang.

"Kamu pelayan di tempat cuci kan?" tanya Arga kemudian.

"Iya, Tuan," jawab Asha masih tetap menunduk. Asha ingin segera keluar dari ruangan ini.

"Kenapa mengantarkan ini?"

"Maaf Tuan. Saya tidak tahu. Saya hanya di suruh."

Selain karena gugup dan enggak percaya diri masuk ke gedung ini. Masa gak paham kalau gak ada yang mau ketemu sama kamu. Mereka pada takut. Jadi aku yang di suruh.

Asha mencibir dalam hati.

Arga sering bilang ke Bunda untuk tidak membawakan bekal ke kantor. Karena masih banyak tempat membeli makanan di sekitar kantor yang buka. Tapi tetap saja seperti ini. Kalau tidak di makan, bakal ada drama tangis menangis bunda. Walaupun drama itu sudah basi tapi Arga tidak bisa membiarkan tangisan bunda. Bisa saja Arga memberikan ke sekretarisnya tapi masa iya tega gak makan bekal yang di buat bundanya dengan susah payah. Biasanya Pak Yus tukang kebun yang di suruh tapi tumben sekarang menyuruh pelayan baru.

"Pak Yus, kemana?"

"Saya tidak tahu Tuan." Sebenarnya Asha lihat tadi Pak Yus keluar. Kalau dia bilang Pak Yus keluar tapi tidak bisa memberitahu Pak Yus kemana, bisa-bisa dia kesal lagi. Asha menghindari itu. Makanya sengaja Asha berbohong tadi. Arga makan sambil melihat pelayan di depannya yang masih menunduk.

Beda jauh dengan yang kulihat di luar sana. Apa dia punya kepribadian ganda. Apa dia berpura-pura takut padahal enggak. Kelihatannya sih begitu... Lihatlah tubuhnya memang di tekuk. Tapi sorot matanya tetap tenang. Tubuhnya menunjukkan dia tidak lagi tertekan ataupun gugup. Dia hanya menunduk, mungkin untuk menunjukkan dia hormat kepada majikannya.

Terpopuler

Comments

Riska Wulandari

Riska Wulandari

syukaa

2022-09-05

1

Rokesih Esi

Rokesih Esi

kynya ada yg trtarik nih

2022-08-03

0

Yunita Susanti

Yunita Susanti

hi thor salam kenal

2022-07-27

0

lihat semua
Episodes
1 Bab. 1 Jemuran berkibar
2 Bab. 2 Dia tadi malam
3 Bab. 3 Bekal Makan Siang
4 Bab. 4 Pecat
5 Bab. 5 Asal-usul
6 Bab. 6 Perkelahian di gang
7 Bab. 7 Mie instan
8 Bab. 8 Mie instan enak
9 Bab. 9 Nona Muda yang baik
10 Bab. 10 Mantan
11 Bab. 11 Apa yang kau lakukan, Tuan?
12 Bab. 12 Sedang ingin?
13 Bab. 13 Pagi ini
14 Bab. 14 Bertemu teman
15 Bab. 15 Mantan
16 Bab. 16 Di telantarkan
17 Bab. 17 Dia bekerja untukku
18 Bab. 18 Pertemuan Asha dan Chelsea
19 Bab. 19 Asha dan Chelsea
20 Bab. 20 Dimana Asha?
21 Bab. 21 Makan siang
22 Paris yang emosional
23 Kenyamanan Arga
24 Pencarian Asha
25 Rendra melihatnya
26 Anonim
27 Asha membela Arga
28 Paris yang curiga
29 Janjian
30 Aroma menyenangkan
31 Kenangan
32 Arga vs Asha
33 Aura mendung Tuan Muda
34 Barang berharga
35 Nasihat Nyonya Wardah
36 Lelaki tampan di pasar
37 Paris salah tingkah
38 Pelajaran baru bagi Paris
39 Noda pada kemeja
40 Telepon darurat di malam hari
41 Ajakan Paris
42 Pemikiran yang salah
43 Arga cemas
44 Tirai itu
45 Dia sudah bangun
46 Otak tidak waras
47 Aku yang pertama
48 Masih ingat
49 Tas Arga
50 Interogasi intern
51 Perbincangan di bangku kayu
52 Panik
53 Kedamaian sesungguhnya
54 Tempat baru
55 Gangguan di pagi hari
56 Hilang pertahanan
57 Aku lelaki, Sha..
58 Ketahuan
59 Pengakuan
60 Peringatan
61 Senyar menggelitik
62 Perasaan manusia
63 Kegelisahan
64 Di balik pintu
65 Keheningan yang panjang
66 Usaha Arga
67 Seperti pengkhianat
68 Melepas tuas pertahanan
69 Seseorang
70 Dia
71 Dia dan aku
72 Andre dan Hanny
73 Tentang seseorang
74 Muncul lagi
75 Bertemu lagi
76 Alasan pergi
77 Menemukan hal baru
78 Kebenaran
79 Aku
80 Niat tersembunyi
81 Alasan sederhana
82 Orang baru
83 Mengaku
84 Keinginan Arga
85 Telepon yang mengejutkan
86 Arga yang aneh
87 Terima kasih Bunda
88 Pesan Bapak
89 Rasa penasaran
90 Dia
91 Chelsea dan Evan
92 Asha dan perasaannya
93 Suasana Hati
94 Kejutan
95 Hambar
96 Di belakang Asha
97 Cinta Pertama
98 Membantu Rendra atau...
99 Keputusan
100 Vitaminku
101 Maaf
102 Tidak bisa memilih
103 Pilihan bijak
104 Misi selanjutnya
105 Cerita ini
106 Bertekad
107 Kejujuran
108 Inilah waktunya
109 Kecewa
110 Gelisah
111 Mengamati
112 Usai
113 Memulai
114 Pendapat orang
115 Memasak bersama
116 Butik
117 Peduli
118 Permintaan
119 Sarapan
120 Masih
121 Nasehat ibu
122 Lebih dekat
123 Bimbinglah istrimu
124 Balita menggemaskan
125 Berangkat ke dokter
126 Bersalah
127 Pertemuan mereka
128 Gembira
129 Rindu rumah
130 Sakit
131 Kabar baru
132 Perlu belajar
133 Morning Sickness
134 Ngidam?
135 Mual dan lapar
136 Bertanya lebih baik
137 Berkunjung
138 Belanja
139 Wajan berpantat gosong
140 Tenanglah
141 Ijin dari Arga
142 Cemberut
143 Kejelasan tentangnya
144 Mulai lagi
145 Hangatnya teh
146 Keadaan Asha
147 Penjelasan dokter Murad
148 Cerita bunda
149 Keinginan Asha
150 Mini cafe
151 Cerita lama
152 Kejutan?
153 Arga vs Reksa
154 Tidak bertemu
155 Tamu tidak terduga
156 Gusar
157 Tamu lagi?
158 Jalan yang di pilih
159 Kedamaian
160 Tingkeban
161 Menemani
162 Perlengkapan bayi
163 Gelato dan kelas prenatal
164 Pijatan favorit
165 Erangan
166 Lelah
167 Detik-detik
168 Air mata
169 Terima kasih, istriku...
170 Bayi laki-laki
171 Masih ingat
172 Kata-kata
173 Bulan Juni
Episodes

Updated 173 Episodes

1
Bab. 1 Jemuran berkibar
2
Bab. 2 Dia tadi malam
3
Bab. 3 Bekal Makan Siang
4
Bab. 4 Pecat
5
Bab. 5 Asal-usul
6
Bab. 6 Perkelahian di gang
7
Bab. 7 Mie instan
8
Bab. 8 Mie instan enak
9
Bab. 9 Nona Muda yang baik
10
Bab. 10 Mantan
11
Bab. 11 Apa yang kau lakukan, Tuan?
12
Bab. 12 Sedang ingin?
13
Bab. 13 Pagi ini
14
Bab. 14 Bertemu teman
15
Bab. 15 Mantan
16
Bab. 16 Di telantarkan
17
Bab. 17 Dia bekerja untukku
18
Bab. 18 Pertemuan Asha dan Chelsea
19
Bab. 19 Asha dan Chelsea
20
Bab. 20 Dimana Asha?
21
Bab. 21 Makan siang
22
Paris yang emosional
23
Kenyamanan Arga
24
Pencarian Asha
25
Rendra melihatnya
26
Anonim
27
Asha membela Arga
28
Paris yang curiga
29
Janjian
30
Aroma menyenangkan
31
Kenangan
32
Arga vs Asha
33
Aura mendung Tuan Muda
34
Barang berharga
35
Nasihat Nyonya Wardah
36
Lelaki tampan di pasar
37
Paris salah tingkah
38
Pelajaran baru bagi Paris
39
Noda pada kemeja
40
Telepon darurat di malam hari
41
Ajakan Paris
42
Pemikiran yang salah
43
Arga cemas
44
Tirai itu
45
Dia sudah bangun
46
Otak tidak waras
47
Aku yang pertama
48
Masih ingat
49
Tas Arga
50
Interogasi intern
51
Perbincangan di bangku kayu
52
Panik
53
Kedamaian sesungguhnya
54
Tempat baru
55
Gangguan di pagi hari
56
Hilang pertahanan
57
Aku lelaki, Sha..
58
Ketahuan
59
Pengakuan
60
Peringatan
61
Senyar menggelitik
62
Perasaan manusia
63
Kegelisahan
64
Di balik pintu
65
Keheningan yang panjang
66
Usaha Arga
67
Seperti pengkhianat
68
Melepas tuas pertahanan
69
Seseorang
70
Dia
71
Dia dan aku
72
Andre dan Hanny
73
Tentang seseorang
74
Muncul lagi
75
Bertemu lagi
76
Alasan pergi
77
Menemukan hal baru
78
Kebenaran
79
Aku
80
Niat tersembunyi
81
Alasan sederhana
82
Orang baru
83
Mengaku
84
Keinginan Arga
85
Telepon yang mengejutkan
86
Arga yang aneh
87
Terima kasih Bunda
88
Pesan Bapak
89
Rasa penasaran
90
Dia
91
Chelsea dan Evan
92
Asha dan perasaannya
93
Suasana Hati
94
Kejutan
95
Hambar
96
Di belakang Asha
97
Cinta Pertama
98
Membantu Rendra atau...
99
Keputusan
100
Vitaminku
101
Maaf
102
Tidak bisa memilih
103
Pilihan bijak
104
Misi selanjutnya
105
Cerita ini
106
Bertekad
107
Kejujuran
108
Inilah waktunya
109
Kecewa
110
Gelisah
111
Mengamati
112
Usai
113
Memulai
114
Pendapat orang
115
Memasak bersama
116
Butik
117
Peduli
118
Permintaan
119
Sarapan
120
Masih
121
Nasehat ibu
122
Lebih dekat
123
Bimbinglah istrimu
124
Balita menggemaskan
125
Berangkat ke dokter
126
Bersalah
127
Pertemuan mereka
128
Gembira
129
Rindu rumah
130
Sakit
131
Kabar baru
132
Perlu belajar
133
Morning Sickness
134
Ngidam?
135
Mual dan lapar
136
Bertanya lebih baik
137
Berkunjung
138
Belanja
139
Wajan berpantat gosong
140
Tenanglah
141
Ijin dari Arga
142
Cemberut
143
Kejelasan tentangnya
144
Mulai lagi
145
Hangatnya teh
146
Keadaan Asha
147
Penjelasan dokter Murad
148
Cerita bunda
149
Keinginan Asha
150
Mini cafe
151
Cerita lama
152
Kejutan?
153
Arga vs Reksa
154
Tidak bertemu
155
Tamu tidak terduga
156
Gusar
157
Tamu lagi?
158
Jalan yang di pilih
159
Kedamaian
160
Tingkeban
161
Menemani
162
Perlengkapan bayi
163
Gelato dan kelas prenatal
164
Pijatan favorit
165
Erangan
166
Lelah
167
Detik-detik
168
Air mata
169
Terima kasih, istriku...
170
Bayi laki-laki
171
Masih ingat
172
Kata-kata
173
Bulan Juni

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!