"Hei," sapa seorang lelaki sambil menepuk bahu Arga pelan. Arga pun noleh lalu tersenyum menyambut kedatangannya. Ternyata Cakra. Asha kaget. Matanya mendelik, tapi dengan cepat berusaha bersikap wajar. Kakinya bergeser sedikit berusaha memperhatikan ke arah lain. Maksudnya bersembunyi dari Cakra. Memunggungi mereka dan berharap Cakra tidak melihatnya.
Aduh, kenapa harus bertemu dengan ni laki sihhhh ...
"Ternyata direktur ini suka jalan kaki juga? Kirain kakinya enggak bakal menginjak ke tanah," ledek Cakra sambil berlagak meninju perut Arga pelan. Sementara Arga hanya menimpali dengan senyuman.
"Aku bukan superhero yang bisa terbang, hanya seorang manusia biasa. Jadi wajar kalau kakinya menginjak tanah ...," balas Arga menanggapi ledekan Cakra barusan. Cakra tersenyum. "Sama siapa?" tanya Arga yang melihat Cakra muncul sendiri.
"Biasa ... sama anak-anak. Mereka lagi makan nasi jagung tuh, di sana!" Cakra menunjuk ke arah lesehan nasi jagung yang sangat ramai. Ternyata Cakra datang bareng dua sahabatnya. Andre dan Deni melambai. Arga hanya mengangkat tangannya. Asha tidak berani melihat.
"Kamu sendiri sama siapa?" tanya Cakra yang melirik ke arah perempuan di samping Arga. "Sebentar." Cakra merasa tidak asing dengan perempuan itu. "Bukankah dia Asha?" tebak Cakra seratus persen benar. Dia ketahuan! Tubuh Asha jadi semakin mengeras saat Cakra mulai menanyakan dirinya.
"Iya," jawab Tuan muda ini jujur. Kenapa di saat seperti ini anda harus jujur? Asha mewek dalam hati. Laki-laki itu surprise melihat Asha di samping Arga. Arga menengok ke samping. Asha berpura-pura menggaruk kening berusaha menyembunyikan wajahnya.
"Hei, gimana kabarnya? Lama gak ketemu ya," tanya Cakra sambil menepuk lengan Asha pelan. Cakra terlihat senang bertemu dengan Asha. Dan gadis ini meringis dalam hati sekali lagi.
"Baik," jawab Asha akhirnya sambil tersenyum terpaksa.
"Kok kalian bisa berdua, sih?" tanya Cakra heran sambil menunjuk mereka berdua.
"Kebetulan. Gak sengaja ketemu di jalan," seloroh Asha untuk kasih alasan yang masuk akal dengan cepat. Arga yang akan menjawab pertanyaan Cakra keheranan sambil melihat gadis ini. Dia coba mempertanyakan kenapa bohong soal mereka berdua yang bisa bareng lewat kedua matanya yang tajam dan alisnya yang terangkat. Asha membuang muka. Dia tidak ingin membahas.
"O ... Aku pikir setelah aku kenalin waktu itu kalian tuker-tukeran nomor ponsel terus janjian dan sering ketemu," tebak Cakra. Walaupun tidak seratus benar, kurang lebih memang jadi sering ketemu.
"Gak mungkin." Asha menggoyang goyangkan kesepuluh jarinya tanda tidak setuju. Lagi-lagi Asha menjawab dengan cepat sambil sesekali meringis ke arah lain. Sekali lagi Arga merasa heran. Ting! Namun mendadak Arga mendapat ide dari kalimat Cakra tadi. Keheranan tadi berkurang menjadi sebuah ide baru.
Nomor ponsel? Iya. Aku belum punya nomernya dia.
"Sha, sombong nih ... Gak pernah mau di ajak main basket lagi," kata Cakra.
"Iya. Capek," jawab Asha datar dengan roman muka di buat secapek mungkin agar sesuai dengan jawabannya. Namun sebenarnya memang jadi capek, karena laki-laki di sebelahnya ini menambah pekerjaan di dapur.
Sejak tadi dia diam saja saat bareng aku. Sekarang ada Cakra, bicaranya sangat lancar. Apa karena mereka teman, ya? Iya. Dia bilang Cakra temannya.
"Capek? Bukannya kamu bilang belum kerja. Kamu bilang sekarang masih jadi pengangguran. Kenapa bisa capek? Kan kamu sudah berhenti bekerja di restoran itu..," desak Cakra bikin Asha geram.
Gak kerja? Bukankah dia bekerja di rumah? Mungkin karena hanya jadi pembantu dia menyembunyikan diri. Arga berdialog dengan dirinya sendiri dalam diam.
"Ya capek pokoknya." Asha berusaha mencari alasan lain lagi.
"Capek main game?" Cakra terus saja bertanya.
"Iya kali. Hehehe ...," sahut Asha memilih mengiyakan saja. Cakra ikut terkekeh.
"Kalian temen apa?" tanya Arga tiba-tiba. Asha cemas.
"Temen sekolah. Dia satu SMA sama aku," kata Cakra jujur. Lalu kenapa perlu di sembunyikan? Arga melihat ke Asha yang sibuk melihat ke arah lain.
"Dia sekolah?" pertanyaan Arga sangat aneh membuat Cakra ketawa ngakak. Asha menutup matanya sebentar mendengar obrolan mereka.
"Sebenarnya nanya apaan sih? Ya, dia sekolah. Kenapa? Kalau dia belum sekolah mau di sekolahin sama kamu? Dia gak kuliah. Sana kuliahin dia." Cakra tergelak. Asha mendelik.
Cakra banyak ngomong, ih. Lihat Tuan Muda itu jadi diam. Dia pasti berpikir banyak. Asha ingin menyumpal mulut Cakra.
Punya ijazah kok malah jadi pembantu? Menarik. Dia punya banyak rahasia rupanya. Gak heran kok ada pelayan mahir main basket. Arga tersenyum.
"Kalau dia mau sih," jawab Arga asal. Asha menggaruk lehernya yang tidak gatal . Dia jadi gelisah.
"Ayo gabung sama anak-anak yok." Cakra mengajak mereka gabung.
"Oke," jawab Arga.
"Tidak," jawab Asha yang munculnya bersamaan dengan jawaban Arga. Cakra melihat mereka berdua heran. Asha dan Arga juga saling memandang.
"Samain dulu jawaban, baru nongkrong bareng deh. Kalian seperti suami isteri yang sedang bertengkar," ledek Cakra. Asha ingin meninju Cakra dengan puas.
"Kita berdua lapar, jadi lebih baik kita gabung saja dengan kalian," kata Arga setuju ajakan Cakra tanpa bertanya dulu ke Asha. Majikan sih bebas mengambil keputusan.
"Bagaimana denganmu, Sha?" tanya Cakra.
"Dia juga pasti berpikiran sama denganku," jawab Arga sambil melirik Asha. Dia tahu Asha tidak bisa membantah perintah majikan. Dan Asha memutar matanya kesal
karena itu benar.
"Baiklah... Aku ikut dengan kalian," kata Asha mengiyakan ajakan Cakra. Lalu mereka bertiga mengikuti Cakra menuju lesehan nasi jagung. Arga tersenyum.
Asha memang mencemaskan status pembantunya. Memangnya kenapa? Bila ingat Bapak, Asha merasa tidak enak sendiri kalau harus jadi pembantu padahal dia punya ijazah meskipun hanya tamat SMA. Bapak pasti akan merasa rendah diri kalau seandainya ada yang mendengar Asha bekerja di sini hanya sebagai pembantu. Dan bila bapak berpikir seperti itu pasti bapak kecewa.
Jujur, Asha menyetujui mau jadi pembantu karena gajinya yang besar dan tidak harus bingung membayar kost karena disini mendapatkan tempat tinggal dengan gratis.
Dan juga, Asha tidak bisa menjamin teman-teman cowoknya itu bakal tetap mau berteman dengannya kalau seandainya mereka tahu Asha sekarang bekerja jadi pembantu.
"Kau memikirkan sesuatu?" tegur Arga saat kaki mereka melangkah hampir sampai di tempat mereka berada. Cakra berjalan mendahului mereka. Dan mencoba mencari tempat duduk bagi teman direktur mereka.
"Ti-tidak,"
"Kenapa, kau takut mereka tahu kalau kau bekerja di rumahku?" tanya Arga seperti mendapatkan sebuah ide untuk selalu mengerjai perempuan ini. Asha diam tidak menjawab.
"Tenang saja, aku merasa tidak perlu melakukan suatu hal semacam itu. Karena itu tidak penting. Berhenti berfikir kalau mereka tidak akan berteman denganmu hanya karena kamu bekerja sebagai pelayan di rumahku. Itu kalau mereka lelaki sejati...," pungkas Arga sepertinya paham apa yang membuat khawatir tanpa menengok ke Asha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
Upit Fianti
😊nice
2023-11-06
0
Riska Wulandari
aku sukaaa..ceritanya ngalir apa adanya..👍👍
2022-09-05
0
Rokesih Esi
bsik jg tuan muda
2022-08-03
0