Bab. 14 Bertemu teman

"Hei," sapa seorang lelaki sambil menepuk bahu Arga pelan. Arga pun noleh lalu tersenyum menyambut kedatangannya. Ternyata Cakra. Asha kaget. Matanya mendelik, tapi dengan cepat berusaha bersikap wajar. Kakinya bergeser sedikit berusaha memperhatikan ke arah lain. Maksudnya bersembunyi dari Cakra. Memunggungi mereka dan berharap Cakra tidak melihatnya.

Aduh, kenapa harus bertemu dengan ni laki sihhhh ...

"Ternyata direktur ini suka jalan kaki juga? Kirain kakinya enggak bakal menginjak ke tanah," ledek Cakra sambil berlagak meninju perut Arga pelan. Sementara Arga hanya menimpali dengan senyuman.

"Aku bukan superhero yang bisa terbang, hanya seorang manusia biasa. Jadi wajar kalau kakinya menginjak tanah ...," balas Arga menanggapi ledekan Cakra barusan. Cakra tersenyum. "Sama siapa?" tanya Arga yang melihat Cakra muncul sendiri.

"Biasa ... sama anak-anak. Mereka lagi makan nasi jagung tuh, di sana!" Cakra menunjuk ke arah lesehan nasi jagung yang sangat ramai. Ternyata Cakra datang bareng dua sahabatnya. Andre dan Deni melambai. Arga hanya mengangkat tangannya. Asha tidak berani melihat.

"Kamu sendiri sama siapa?" tanya Cakra yang melirik ke arah perempuan di samping Arga. "Sebentar." Cakra merasa tidak asing dengan perempuan itu. "Bukankah dia Asha?" tebak Cakra seratus persen benar. Dia ketahuan! Tubuh Asha jadi semakin mengeras saat Cakra mulai menanyakan dirinya.

"Iya," jawab Tuan muda ini jujur. Kenapa di saat seperti ini anda harus jujur? Asha mewek dalam hati. Laki-laki itu surprise melihat Asha di samping Arga. Arga menengok ke samping. Asha berpura-pura menggaruk kening berusaha menyembunyikan wajahnya.

"Hei, gimana kabarnya? Lama gak ketemu ya," tanya Cakra sambil menepuk lengan Asha pelan. Cakra terlihat senang bertemu dengan Asha. Dan gadis ini meringis dalam hati sekali lagi.

"Baik," jawab Asha akhirnya sambil tersenyum terpaksa.

"Kok kalian bisa berdua, sih?" tanya Cakra heran sambil menunjuk mereka berdua.

"Kebetulan. Gak sengaja ketemu di jalan," seloroh Asha untuk kasih alasan yang masuk akal dengan cepat. Arga yang akan menjawab pertanyaan Cakra keheranan sambil melihat gadis ini. Dia coba mempertanyakan kenapa bohong soal mereka berdua yang bisa bareng lewat kedua matanya yang tajam dan alisnya yang terangkat. Asha membuang muka. Dia tidak ingin membahas.

"O ... Aku pikir setelah aku kenalin waktu itu kalian tuker-tukeran nomor ponsel terus janjian dan sering ketemu," tebak Cakra. Walaupun tidak seratus benar, kurang lebih memang jadi sering ketemu.

"Gak mungkin." Asha menggoyang goyangkan kesepuluh jarinya tanda tidak setuju. Lagi-lagi Asha menjawab dengan cepat sambil sesekali meringis ke arah lain. Sekali lagi Arga merasa heran. Ting! Namun mendadak Arga mendapat ide dari kalimat Cakra tadi. Keheranan tadi berkurang menjadi sebuah ide baru.

Nomor ponsel? Iya. Aku belum punya nomernya dia.

"Sha, sombong nih ... Gak pernah mau di ajak main basket lagi," kata Cakra.

"Iya. Capek," jawab Asha datar dengan roman muka di buat secapek mungkin agar sesuai dengan jawabannya. Namun sebenarnya memang jadi capek, karena laki-laki di sebelahnya ini menambah pekerjaan di dapur.

Sejak tadi dia diam saja saat bareng aku. Sekarang ada Cakra, bicaranya sangat lancar. Apa karena mereka teman, ya? Iya. Dia bilang Cakra temannya.

"Capek? Bukannya kamu bilang belum kerja. Kamu bilang sekarang masih jadi pengangguran. Kenapa bisa capek? Kan kamu sudah berhenti bekerja di restoran itu..," desak Cakra bikin Asha geram.

Gak kerja? Bukankah dia bekerja di rumah? Mungkin karena hanya jadi pembantu dia menyembunyikan diri. Arga berdialog dengan dirinya sendiri dalam diam.

"Ya capek pokoknya." Asha berusaha mencari alasan lain lagi.

"Capek main game?" Cakra terus saja bertanya.

"Iya kali. Hehehe ...," sahut Asha memilih mengiyakan saja. Cakra ikut terkekeh.

"Kalian temen apa?" tanya Arga tiba-tiba. Asha cemas.

"Temen sekolah. Dia satu SMA sama aku," kata Cakra  jujur. Lalu kenapa perlu di sembunyikan? Arga melihat ke Asha yang sibuk melihat ke arah lain.

"Dia sekolah?" pertanyaan Arga sangat aneh membuat Cakra ketawa ngakak. Asha menutup matanya sebentar mendengar obrolan mereka.

"Sebenarnya nanya apaan sih? Ya, dia sekolah. Kenapa? Kalau dia belum sekolah mau di sekolahin sama kamu? Dia gak kuliah. Sana kuliahin dia." Cakra tergelak. Asha mendelik.

Cakra banyak ngomong, ih. Lihat Tuan Muda itu jadi diam. Dia pasti berpikir banyak. Asha ingin menyumpal mulut Cakra.

Punya ijazah kok malah jadi pembantu? Menarik. Dia punya banyak rahasia rupanya. Gak heran kok ada pelayan mahir main basket. Arga tersenyum.

"Kalau dia mau sih," jawab Arga asal. Asha menggaruk lehernya yang tidak gatal . Dia jadi gelisah.

"Ayo gabung sama anak-anak yok." Cakra mengajak mereka gabung.

"Oke," jawab Arga.

"Tidak," jawab Asha yang munculnya bersamaan dengan jawaban Arga. Cakra melihat mereka berdua heran. Asha dan Arga juga saling memandang.

"Samain dulu jawaban, baru nongkrong bareng deh. Kalian seperti suami isteri yang  sedang bertengkar," ledek Cakra. Asha ingin meninju Cakra dengan puas.

"Kita berdua lapar, jadi lebih baik kita gabung saja dengan kalian," kata Arga setuju ajakan Cakra tanpa bertanya dulu ke Asha. Majikan sih bebas mengambil keputusan.

"Bagaimana denganmu, Sha?" tanya Cakra.

"Dia juga pasti berpikiran sama denganku," jawab Arga sambil melirik Asha. Dia tahu Asha tidak bisa membantah perintah majikan. Dan Asha memutar matanya kesal

karena itu benar.

"Baiklah... Aku ikut dengan kalian," kata Asha mengiyakan ajakan Cakra. Lalu mereka bertiga mengikuti Cakra menuju lesehan nasi jagung. Arga tersenyum.

Asha memang mencemaskan status pembantunya. Memangnya kenapa? Bila ingat Bapak, Asha merasa tidak enak sendiri kalau harus jadi pembantu padahal dia punya ijazah meskipun hanya tamat SMA. Bapak pasti akan merasa rendah diri kalau seandainya ada yang mendengar Asha bekerja di sini hanya sebagai pembantu. Dan bila bapak berpikir seperti itu pasti bapak kecewa.

Jujur, Asha menyetujui mau jadi pembantu karena gajinya yang besar dan tidak harus bingung membayar kost karena disini mendapatkan tempat tinggal dengan gratis.

Dan juga, Asha tidak bisa menjamin teman-teman cowoknya itu bakal tetap mau berteman dengannya kalau seandainya mereka tahu Asha sekarang bekerja jadi pembantu.

"Kau memikirkan sesuatu?" tegur Arga saat kaki mereka melangkah hampir sampai di tempat mereka berada. Cakra berjalan mendahului mereka. Dan mencoba mencari tempat duduk bagi teman direktur mereka.

"Ti-tidak,"

"Kenapa, kau takut mereka tahu kalau kau bekerja di rumahku?" tanya Arga seperti mendapatkan sebuah ide untuk selalu mengerjai perempuan ini. Asha diam tidak menjawab.

"Tenang saja, aku merasa tidak perlu melakukan suatu hal semacam itu. Karena itu tidak penting. Berhenti berfikir kalau mereka tidak akan berteman denganmu hanya karena kamu bekerja sebagai pelayan di rumahku. Itu kalau mereka lelaki sejati...," pungkas Arga sepertinya paham apa yang membuat khawatir tanpa menengok ke Asha.

Terpopuler

Comments

Upit Fianti

Upit Fianti

😊nice

2023-11-06

0

Riska Wulandari

Riska Wulandari

aku sukaaa..ceritanya ngalir apa adanya..👍👍

2022-09-05

0

Rokesih Esi

Rokesih Esi

bsik jg tuan muda

2022-08-03

0

lihat semua
Episodes
1 Bab. 1 Jemuran berkibar
2 Bab. 2 Dia tadi malam
3 Bab. 3 Bekal Makan Siang
4 Bab. 4 Pecat
5 Bab. 5 Asal-usul
6 Bab. 6 Perkelahian di gang
7 Bab. 7 Mie instan
8 Bab. 8 Mie instan enak
9 Bab. 9 Nona Muda yang baik
10 Bab. 10 Mantan
11 Bab. 11 Apa yang kau lakukan, Tuan?
12 Bab. 12 Sedang ingin?
13 Bab. 13 Pagi ini
14 Bab. 14 Bertemu teman
15 Bab. 15 Mantan
16 Bab. 16 Di telantarkan
17 Bab. 17 Dia bekerja untukku
18 Bab. 18 Pertemuan Asha dan Chelsea
19 Bab. 19 Asha dan Chelsea
20 Bab. 20 Dimana Asha?
21 Bab. 21 Makan siang
22 Paris yang emosional
23 Kenyamanan Arga
24 Pencarian Asha
25 Rendra melihatnya
26 Anonim
27 Asha membela Arga
28 Paris yang curiga
29 Janjian
30 Aroma menyenangkan
31 Kenangan
32 Arga vs Asha
33 Aura mendung Tuan Muda
34 Barang berharga
35 Nasihat Nyonya Wardah
36 Lelaki tampan di pasar
37 Paris salah tingkah
38 Pelajaran baru bagi Paris
39 Noda pada kemeja
40 Telepon darurat di malam hari
41 Ajakan Paris
42 Pemikiran yang salah
43 Arga cemas
44 Tirai itu
45 Dia sudah bangun
46 Otak tidak waras
47 Aku yang pertama
48 Masih ingat
49 Tas Arga
50 Interogasi intern
51 Perbincangan di bangku kayu
52 Panik
53 Kedamaian sesungguhnya
54 Tempat baru
55 Gangguan di pagi hari
56 Hilang pertahanan
57 Aku lelaki, Sha..
58 Ketahuan
59 Pengakuan
60 Peringatan
61 Senyar menggelitik
62 Perasaan manusia
63 Kegelisahan
64 Di balik pintu
65 Keheningan yang panjang
66 Usaha Arga
67 Seperti pengkhianat
68 Melepas tuas pertahanan
69 Seseorang
70 Dia
71 Dia dan aku
72 Andre dan Hanny
73 Tentang seseorang
74 Muncul lagi
75 Bertemu lagi
76 Alasan pergi
77 Menemukan hal baru
78 Kebenaran
79 Aku
80 Niat tersembunyi
81 Alasan sederhana
82 Orang baru
83 Mengaku
84 Keinginan Arga
85 Telepon yang mengejutkan
86 Arga yang aneh
87 Terima kasih Bunda
88 Pesan Bapak
89 Rasa penasaran
90 Dia
91 Chelsea dan Evan
92 Asha dan perasaannya
93 Suasana Hati
94 Kejutan
95 Hambar
96 Di belakang Asha
97 Cinta Pertama
98 Membantu Rendra atau...
99 Keputusan
100 Vitaminku
101 Maaf
102 Tidak bisa memilih
103 Pilihan bijak
104 Misi selanjutnya
105 Cerita ini
106 Bertekad
107 Kejujuran
108 Inilah waktunya
109 Kecewa
110 Gelisah
111 Mengamati
112 Usai
113 Memulai
114 Pendapat orang
115 Memasak bersama
116 Butik
117 Peduli
118 Permintaan
119 Sarapan
120 Masih
121 Nasehat ibu
122 Lebih dekat
123 Bimbinglah istrimu
124 Balita menggemaskan
125 Berangkat ke dokter
126 Bersalah
127 Pertemuan mereka
128 Gembira
129 Rindu rumah
130 Sakit
131 Kabar baru
132 Perlu belajar
133 Morning Sickness
134 Ngidam?
135 Mual dan lapar
136 Bertanya lebih baik
137 Berkunjung
138 Belanja
139 Wajan berpantat gosong
140 Tenanglah
141 Ijin dari Arga
142 Cemberut
143 Kejelasan tentangnya
144 Mulai lagi
145 Hangatnya teh
146 Keadaan Asha
147 Penjelasan dokter Murad
148 Cerita bunda
149 Keinginan Asha
150 Mini cafe
151 Cerita lama
152 Kejutan?
153 Arga vs Reksa
154 Tidak bertemu
155 Tamu tidak terduga
156 Gusar
157 Tamu lagi?
158 Jalan yang di pilih
159 Kedamaian
160 Tingkeban
161 Menemani
162 Perlengkapan bayi
163 Gelato dan kelas prenatal
164 Pijatan favorit
165 Erangan
166 Lelah
167 Detik-detik
168 Air mata
169 Terima kasih, istriku...
170 Bayi laki-laki
171 Masih ingat
172 Kata-kata
173 Bulan Juni
Episodes

Updated 173 Episodes

1
Bab. 1 Jemuran berkibar
2
Bab. 2 Dia tadi malam
3
Bab. 3 Bekal Makan Siang
4
Bab. 4 Pecat
5
Bab. 5 Asal-usul
6
Bab. 6 Perkelahian di gang
7
Bab. 7 Mie instan
8
Bab. 8 Mie instan enak
9
Bab. 9 Nona Muda yang baik
10
Bab. 10 Mantan
11
Bab. 11 Apa yang kau lakukan, Tuan?
12
Bab. 12 Sedang ingin?
13
Bab. 13 Pagi ini
14
Bab. 14 Bertemu teman
15
Bab. 15 Mantan
16
Bab. 16 Di telantarkan
17
Bab. 17 Dia bekerja untukku
18
Bab. 18 Pertemuan Asha dan Chelsea
19
Bab. 19 Asha dan Chelsea
20
Bab. 20 Dimana Asha?
21
Bab. 21 Makan siang
22
Paris yang emosional
23
Kenyamanan Arga
24
Pencarian Asha
25
Rendra melihatnya
26
Anonim
27
Asha membela Arga
28
Paris yang curiga
29
Janjian
30
Aroma menyenangkan
31
Kenangan
32
Arga vs Asha
33
Aura mendung Tuan Muda
34
Barang berharga
35
Nasihat Nyonya Wardah
36
Lelaki tampan di pasar
37
Paris salah tingkah
38
Pelajaran baru bagi Paris
39
Noda pada kemeja
40
Telepon darurat di malam hari
41
Ajakan Paris
42
Pemikiran yang salah
43
Arga cemas
44
Tirai itu
45
Dia sudah bangun
46
Otak tidak waras
47
Aku yang pertama
48
Masih ingat
49
Tas Arga
50
Interogasi intern
51
Perbincangan di bangku kayu
52
Panik
53
Kedamaian sesungguhnya
54
Tempat baru
55
Gangguan di pagi hari
56
Hilang pertahanan
57
Aku lelaki, Sha..
58
Ketahuan
59
Pengakuan
60
Peringatan
61
Senyar menggelitik
62
Perasaan manusia
63
Kegelisahan
64
Di balik pintu
65
Keheningan yang panjang
66
Usaha Arga
67
Seperti pengkhianat
68
Melepas tuas pertahanan
69
Seseorang
70
Dia
71
Dia dan aku
72
Andre dan Hanny
73
Tentang seseorang
74
Muncul lagi
75
Bertemu lagi
76
Alasan pergi
77
Menemukan hal baru
78
Kebenaran
79
Aku
80
Niat tersembunyi
81
Alasan sederhana
82
Orang baru
83
Mengaku
84
Keinginan Arga
85
Telepon yang mengejutkan
86
Arga yang aneh
87
Terima kasih Bunda
88
Pesan Bapak
89
Rasa penasaran
90
Dia
91
Chelsea dan Evan
92
Asha dan perasaannya
93
Suasana Hati
94
Kejutan
95
Hambar
96
Di belakang Asha
97
Cinta Pertama
98
Membantu Rendra atau...
99
Keputusan
100
Vitaminku
101
Maaf
102
Tidak bisa memilih
103
Pilihan bijak
104
Misi selanjutnya
105
Cerita ini
106
Bertekad
107
Kejujuran
108
Inilah waktunya
109
Kecewa
110
Gelisah
111
Mengamati
112
Usai
113
Memulai
114
Pendapat orang
115
Memasak bersama
116
Butik
117
Peduli
118
Permintaan
119
Sarapan
120
Masih
121
Nasehat ibu
122
Lebih dekat
123
Bimbinglah istrimu
124
Balita menggemaskan
125
Berangkat ke dokter
126
Bersalah
127
Pertemuan mereka
128
Gembira
129
Rindu rumah
130
Sakit
131
Kabar baru
132
Perlu belajar
133
Morning Sickness
134
Ngidam?
135
Mual dan lapar
136
Bertanya lebih baik
137
Berkunjung
138
Belanja
139
Wajan berpantat gosong
140
Tenanglah
141
Ijin dari Arga
142
Cemberut
143
Kejelasan tentangnya
144
Mulai lagi
145
Hangatnya teh
146
Keadaan Asha
147
Penjelasan dokter Murad
148
Cerita bunda
149
Keinginan Asha
150
Mini cafe
151
Cerita lama
152
Kejutan?
153
Arga vs Reksa
154
Tidak bertemu
155
Tamu tidak terduga
156
Gusar
157
Tamu lagi?
158
Jalan yang di pilih
159
Kedamaian
160
Tingkeban
161
Menemani
162
Perlengkapan bayi
163
Gelato dan kelas prenatal
164
Pijatan favorit
165
Erangan
166
Lelah
167
Detik-detik
168
Air mata
169
Terima kasih, istriku...
170
Bayi laki-laki
171
Masih ingat
172
Kata-kata
173
Bulan Juni

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!