Pelayanku, Asha
Pagi yang cerah. Awan-awan yang berarak mengikuti angin serasa ikut bahagia dengan suasana pagi yang indah. Burung-burung berkicau di taman depan dan belakang menambah cerianya penampakan pagi ini. Arga bangun lebih pagi dari biasanya. Dia juga sudah mandi bersih. Aroma sabun yang wangi menyeruak dari tubuh tegap dan berotot itu. Juga dari rambut hitamnya.
Semua pelayan rumah keluarga Hendarto sangat kaget saat Tuan muda mereka sudah berjalan-jalan di lorong rumah di depan kamar. Ini sangat di luar kebiasaan laki-laki muda yang masih berumur dua puluh lima tahun.
"Selamat pagi, Tuan..," Semua pelayan yang saat itu melakukan rutinitas pagi menyapa. Arga hanya mengangguk pelan. Pikirannya sedang memikirkan hal lain sejak tadi malam.
Aku yakin, aku bisa menemukannya. Jelas sekali tadi malam gadis itu masuk ke rumah ini. Masuk melalui pintu belakang. Dan itu menunjukkan kalau dia adalah pelayan di sini. Tapi dia pelayan bagian apa. Aku tidak begitu hapal dengan semua pelayan di rumah ini. Tapi aku yakin merasa pernah melihatnya.
Arga melangkahkan kakinya menuju ke dapur.
"Arga!" pekik nyonya Wardah kaget melihat putranya pagi-pagi sudah ada bangun. Bik Sumi juga terlihat tidak percaya dengan apa yang di lihatnya sekarang. Ini adalah hari istimewa dan keramat bagi seorang Arga.
"Bik, ini hari minggu bukan?" tanya nyonya Wardah mencoba meyakinkan dirinya sendiri.
"Iya, Nyonya. Ada apa?" Bik Sumi yang menyiapkan makanan menjadi heran.
"Tidak. Aku rasa Arga sedang keliru melihat kalender. Karena hari ini dia sudah bangun pagi." Nyonya Wardah masih memandang ke arah anak sulungnya dengan takjub. Arga tidak mempedulikan kehebohan bunda karena keberadaannya.
Pada hari minggu Arga biasanya memberi pesan jangan di ganggu dengan tanda seru banyak. Karena seminggu sudah bekerja keras di kantor. Dia ingin istirahat total
tanpa ada gangguan.Tapi pagi ini dia berada di luar kamar padahal hari minggu.
"Kamu beneran tidak apa-apa, Ga?" tanya Bunda mendekat.
"Apakah wajahku kelihatan sedang dalam masalah, Bun?" tanya Arga.
"Tidak. Wajahmu tetap tampan seperti biasanya. Tubuhmu juga tetap tegap dan bugar." Nyonya Wardah membuat gerakan tangannya mengalir dari kepala Arga sampai bawah. Seolah mempersembahkan puteranya yang sangat mempesona kepada pemirsa.
"Kalau begitu apa yang perlu di khawatirkan?" tanya Arga tanpa malu mengaku dia memang tampan dan gagah. Narsis berat nih.
"Betul. Bunda tidak perlu khawatir. Silahkan lanjutkan kegiatanmu dan Bunda akan melanjutkan kegiatan Bunda." Arga mengangguk. Nyonya Wardah masih memperhatikan putranya yang aneh bisa muncul pagi-pagi pada hari minggu. Bola mata Arga mengedar ke seluruh penjuru. Termasuk Rike yang kebetulan di suruh oleh Bik Sumi tak luput dari tatapan tajam pria ini.
"Kamu mencari siapa?" tanya nyonya Wardah ingin tahu.
"Tidak ada," jawab Arga singkat lalu dia pergi.
"Ada apa dengan anak itu...," gumam Nyonya Wardah.
"Apa ada yang membuat Tuan Muda kesal, Nyonya?" tanya Bik Sumi khawatir. Karena pelayan muda yang ada di dapur cemas.
"Aku tidak paham. Tapi tenang dia bukannya sedang marah kok...," Nyonya Wardah tersenyum sambil berusaha menenangkan. Beliau tahu persis putranya seperti apa. Arga tidak sedang dalam keadaan ingin memarahi seseorang. Dia hanya sedang mencari sesuatu.
"Kalau begitu ayo kita bikin makanan kesukaan Arga supaya dia bahagia." Nyonya Wardah membakar semangat para pelayan bagian dapur supaya menyala. Nyonya termasuk orang yang ceria. Jadi pelayan muda itu menjadi lebih tenang.
Arga masih berjalan menyelusuri setiap sudut ruangan. Dimana pelayan perempuan berada, kecuali tempat terlarang seperti ruang pribadi tentunya. Arga melihat keluar jendela. Melihat tukang kebun yang membersihkan kebun dan memotong dahan dahan yang sudah kering.
Enggak mungkin dia berada di kebun. Karena dia perempuan. Aku merasa pernah melihatnya, tapi dimana? Di bagian apa dia bekerja.
Arga masuk terus ke belakang. Saat ini dia sudah sampai di bagian taman belakang. Lagi-lagi taman. Tidak mungkin kan, dia bersantai di taman belakang sementara ini jam-jam pelayan semua sibuk. Sebaik-baiknya Nyonya Wardah, tidak mungkin membiarkan pelayan rumah bersantai saat jam kerja.
"Sha, semua selimut dan sprei harus di cuci dan di jemur langsung di jemuran belakang?"
"Iya. Siap."
Terdengar perbincangan dari ruang di sana. Arga mendekat ke arah ruang laundry dengan pintu yang langsung menghadap ke luar taman. Karena ada tempat jemuran di belakang dekat taman.
Karena Arga sibuk dan pada hari minggu dia mendekam di dalam kamar, dia baru tahu ada ruang khusus laundry seperti ini. Meskipun dia Tuan muda rumah ini, tapi dia tidak mengetahui dengan jelas semua bagian dalam rumah ini. Karena ada Nyonya Wardah alias Bundanya yang mengontrol semua urusan di dalam rumah. Semuanya yang mengatur Bunda. Arga hanya perlu fokus bekerja dan bermain di luar. Arga mendekati ruangan itu.
"Ah, selamat pagi tuan muda." Seorang bibi berumur sekitar empat puluh lima tahun berdiri dan membungkuk. Melihat Tuan muda berada di ruangan itu beliau langsung membungkuk dan memberi salam.
Meskipun penasaran dengan tujuan tuan muda datang ke area laundry, tapi tidak berani bertanya. Dia menunduk dan menekuk tangan di depan. Arga memperhatikan laundry tapi tidak orang yang di carinya.
"Semua pelayan sudah ada disini?" tanya Arga
"Masih ada yang di luar Tuan. Sedang menjemur selimut dan sprei," kata Bibi itu.
"Baiklah ... Terima kasih. Silahkan bekerja lagi." Ibu tua itu mengangguk. Arga melihat ke tempat sprei dan selimut di jemur. Sepertinya memang ada orang di sana. Semilir angin menerpa semua sprei dan selimut sehingga berkibar kibar. Hari ini cuaca sangat cerah. Arga mendekat masuk ke tempat penjemuran. Masuk di antara selimut dan sprei yang berkibar-kibar karena angin.
Saat itu seseorang sedang menjemur sprei. Memeras dan menjemur dengan susah payah. Arga memperhatikan perempuan itu. Setelah selesai dia menghela nafas lega.
Hh ... Karena rambut itu di ikat cepol ke atas lehernya terlihat jenjang, sehingga keringat-keringat terlihat bercucuran melewati lehernya. Dia menyeka keringat yang bercucuran di dahi dan lehernya dengan punggung tangannya.
Itu memang dia! Perempuan itu! Arga terus memperhatikan sosok yang dirasa memang cocok dengan gambaran seorang gadis tadi malam.
Setelah beberapa menit, gadis itu baru sadar ada Arga di sana. Matanya membulat kaget kemudian menunduk dan membungkuk.
"Se-selamat pagi, tuan Muda," sapanya dengan sopan dan gugup.
Sejak kapan Tuan muda ada di situ. Kenapa aku tidak menyadari kedatangannya.
Arga memperhatikan perempuan di depannya. Memastikan sekali lagi di adalah perempuan yang tadi malam.
"Kamu siapa?"
"Saya pelayan di tempat laundry ini," jawab Asha sambil tetap menunduk.
"Apa yang kamu lakukan di sini?"
Kenapa tanya? Sudah jelas sekali aku sedang menjemur selimut dan sprei.
"Saya sedang menjemur selimut dan sprei Tuan."
Aku jadi paham kenapa kemarin kamu menghindari ku. Ternyata kamu adalah pelayan rumah ini.
Arga mulai menyadari. Otaknya mampu merekam dengan jelas kilasan ingatan tadi malam di lapangan basket.
"Apa yang kamu lakukan kemarin?"
Asha mendongak heran. Tapi buru-buru menunduk karena Arga menatapnya tajam.
"Maaf Tuan, saya tidak paham maksud anda."
"Bukankah kamu sedang berkeliaran di luar tadi malam," tebak Tuan muda akurat. Benar! Asha diam.
Gawatttt.
"Kenapa kamu tidak menjawab?" tanya Arga dengan tatapan matanya yang tajam. Tidak setuju kalau pertanyaannya dibiarkan tanpa ada jawaban.
"Maaf Tuan," Asha tetap menunduk.
"Jawab saja pertanyaanku. Itu benar kamu kan?" Asha cemas.
Kalau aku jawab iya apa dia marah? Tapi kalau aku tidak menjawab bukankah itu tidak sopan. Dia Tuan Muda. Majikan.
"Maaf. Saya memang keluar kemarin malam." Arga memperhatikan perempuan di depannya yang menunduk. Dia hanya memakai kaos oblong dan celana selutut, juga sandal jepit dengan tali warna kuning. Rambutnya yang panjang di cepol ke atas tanpa di sisir terlebih dahulu. Sepertinya langsung di ikat begitu aja.
"Bukankah kita bertemu kemarin?" Arga masih mengajukan pertanyaan yang sama.
"Tidak mungkin Tuan." Asha menyangkal pertemuan tadi malam. Arga memastikan lagi wajah gadis di depannya yang menunduk. Dia yakin dia adalah perempuan itu.
Saat itu Rike, pelayan yang berumur belasan tahun hendak menuju ke tempat jemuran. Ia yang sudah selesai di suruh Bik Sumi di dapur, kembali ke tempat cuci. Mendadak dia berhenti saat melihat Asha tertunduk. Lebih terkejut lagi saat melihat Tuan Muda ada di depan Asha.
Tuan Muda ada disini! Aku harus pergi. Melihat mbak Asha yang menunduk seperti itu pasti ada kejadian tak bagus. Kabur. Selamatkan diri...
Pelan-pelan Rike melangkahkan kaki dan pergi meninggalkan sekeranjang sprei yang belum di jemur.
_____
...Baca novel yang lain juga ya ......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
Teti Hayati
Lagi tegang, auto ngakak...
rusak suasana... 😂
kirain bakal julid... 😂😂
2024-08-12
0
Slamet Riyadi
sudah baca yg ke 4xnya👍👍😍
2024-07-01
1
Borahe 🍉🧡
baca lagi di tahun 2024/3/30
2024-03-30
1