"Aku sering merindukanmu Arga," kata Chelsea lembut sambil mendekati Arga. Hh... Arga mendesah lelah. Merasa lelah dengan perasaannya sendiri. Merasa marah dengan hatinya yang tetap tergerak melihat Chelsea.
"Chelsea, sudahlah ... Jangan mengatakan hal seperti itu lagi." Arga mengatakan dengan dingin. Walaupun sebenarnya hatinya ingin. "Kamu tahu perkataan seperti itu sudah tidak di perlukan lagi untuk kita."
"Tapi aku tetap merindukanmu." Chelsea mengelus bahu Arga pelan.
"Sekarang statusmu adalah istri Evan. Dan kau tidak pantas bertingkah seperti ini di depanku." Nada Arga meninggi sambil membuang muka.
"Kau tidak lagi menginginkanku?" kata Chelsea berbisik di telinga Arga. Ini membuat Arga kacau balau.
"Hentikan tingkahmu!" kata Arga tegas. Mengibas tangan Chelsea dan berdiri. "Seharusnya kau mengatakan itu saat kita bersama. Bukan di saat seperti ini. Semua rengekanmu tidak mempan untukku." Arga mengambil jas yang ada di kursi kerjanya.
"Kalau kau masih ingin di sini, silahkan tetap di sini. Karena aku akan pulang," kata Arga dingin lalu melangkah menuju pintu dan pergi. Chelsea mendengus. Dia menjauh dari meja Arga.
"Aku yakin kamu masih mencintaiku. Aku tahu itu dari matamu."
Arga merasakan pusing di kepalanya. Pertemuan dengan Chelsea tadi sore benar-benar membuat otaknya ngadat. Arga sudah berusaha untuk terus menghindari wanita itu. Bagaimanapun dia adalah isteri sahabatnya Evan. Walaupun awalnya mereka berdua adalah pasangan. Tak di pungkiri kadang Arga merindukan saat bersama dengan wanita itu. Tapi dengan statusnya sebagai isteri orang bagaimana bisa Arga bertindak jauh.
Pukul 21. 30 wib
Masih sore untuk pulang ke rumah. Tapi Arga tidak ingin kemana-mana. Dia ingin pulang dan di rumah saja. Dimana Chelsea tidak akan pernah menemuinya. Setelah pertunangan batal karena kelakuan Chelsea satu tahun yang lalu. Bunda dan Ayah seperti enggan menerima tamu teman wanita Arga selain yang di tunjuk Bunda.
Bukan menolak, hanya enggan.
Di rumah sepi. Ayah dan Bunda menginap di rumah keluarga Ayah di luar kota. Paris adiknya belum pulang. Tadi dia meminta ijin untuk pulang malam.
"Kak, kasih ijin aku buat pulang malam ya entar." Paris merengek saat hendak keluar.
"Memangnya mau kemana kamu?"
"Nonton festival band."
"Sama cowok apa cewek?"
"Cewek lah ... Napa tanya begitu?" Paris tidak suka di selidiki.
"Gak ada Ayah sama Bunda. Jadi aku yang perlu jagain kamu."
"Kalau gitu ikut aja kalau khawatir sama aku."
"Tidak. Kamu berangkatnya ngajak Angga aja." Arga menyebut sopir rumah yang tubuhnya kayak bodyguard.
"Gak mau."
"Kalau gak mau, jangan keluar. Gak boleh keluar. Aku lapor ke Bunda."
"Jahat kamu. Kamu sendiri sedang bersama Chelsea gak apa-apa. Padahal dia isteri orang."
"Tutup mulutmu," pinta Arga sambil menunjuk adiknya. Paris mencebik. Arga mengacak rambutnya kesal.
"Oke. Asal boleh keluar."
"Boleh, tapi tetep Angga yang nganterin."
"Kan sama aja bohong."
"Kalau sama Angga kamu boleh pulang agak malam. Kakak bisa tenang."
"Beneran nih?" Mata Paris berbinar. Arga mengangguk lemas. Akhirnya Paris bisa keluar dengan bebas. Meninggalkan Arga yang sendirian memikirkan Chelsea.
***
Bruk! Arga merebahkan tubuhnya di atas sofa ruang tengah. Padahal tadi siang pekerjaan tidak begitu banyak tapi rasanya sangat lelah. Mungkin bukan tubuhnya yang lelah, tapi hatinya. Arga menutup mata dengan lengannya. Bayangan Chelsea yang cantik dan molek menari-nari di otaknya.
Gila! Dia gila! Bukankah dia isteri orang. Kenapa dengan mudah dia merayu laki-laki lain. Kalau tidak bisa menahan bisa saja aku juga terbawa suasana. Wanita itu benar-benar gila. Tapi aku juga hampir menjadi gila.
Cklek! Pintu samping ruang tengah terbuka. Arga membuka mata dan lihat ke arah pintu.
Gadis ini!
Muncul Asha yang kaget melihat Arga ada di situ. Dia tidak menyangka karena lampu ruang tengah di padamkan. Hanya lampu meja yang menyala.
Darimana lagi dia?
"Selamat malam, Tuan," sapanya setelah menutup pintu. Arga mengangguk. Asha menjadi canggung. Seperti lagi ketangkap basah. Dia tidak segera melangkah pergi karena Tuan Arga masih melihatnya tanpa mengatakan apa-apa.
"Buatkan aku mie. Sekarang," pinta Tuan muda Arga kemudian. Hh ... akhirnya. Asha segera menuju ke dapur tanpa mengganti baju. "Jangan lupa pakai telur!" teriak Arga dari ruang tengah. Asha sebenarnya sudah tahu kebiasaan Tuannya tanpa dia memberi tahu. Kebetulan Asha keluar hanya memakai pakaian kasual. Kaos warna mint dan celana jeans semata kaki. Jadi tidak ganti baju juga tidak apa-apa.
"Dari mana saja kamu?" Asha tersentak kaget Tuan Muda sudah ada di belakangnya. Menyeret kursi makan dan duduk menghadap Asha yang lagi memasak mie.
"Jalan-jalan, Tuan." Asha memutar tubuhnya menghadap Arga bermaksud untuk bersikap sopan.
"Kamu boleh menjawab sambil masak mie." Arga menunjuk ke panci di belakang Asha.
"Baik." Asha memutar tubuhnya lagi menghadap kompor.
Memangnya masih banyak pertanyaan lagi.
"Dengan siapa?"
"Teman saya, Tuan."
"Cakra?"
"Bukan, Tuan." Lalu tidak ada lagi suara tuannya. Asha gak ambil pusing. Dia menyelesaikan masakannya.
Mie sudah jadi sesuai pesanan. Asha mengangkat mangkok dan meletakkan di atas nampan. Hendak memberikan ke Tuan Muda.
Deg! Hampir mangkok itu jatuh karena tiba-tiba Tuan Muda Arga muncul. Tepat berdiri tegak di belakangnya. Entah kenapa dia berdiri pas di belakang Asha.
"Mie nya sudah jadi Tuan," kata Asha sambil menunduk. Karena Arga berdiri sangat dekat dengannya.
"Jangan menunduk," perintah Arga. Asha mengangkat kepalanya, tapi tidak bisa melihat ke wajah Arga. Karena tubuh Arga lebih tinggi dari Asha. Lalu Asha berusaha mundur untuk memperlebar jarak di antara dia dan Arga, tapi tidak bisa. Dia sudah ada di tepi meja dapur. Asha menatap lurus. Namun didepannya ada dada bidang milik majikannya itu.
Apa apaan ini? Di depanku ini ada dada bidang Yang Mulia Arga.
"Pegang erat nampan mie itu," perintah Tuan muda aneh. Asha menurut sambil memegang erat nampan berisi mangkok mie yang masih panas itu meski keheranan. Tiba-tiba Arga menurunkan wajahnya dan mengecup bibir Asha pelan. Mata Asha mendelik kaget. Nampannya bergetar. "Manis," ucap Arga tanpa peduli ekspresi Asha yang sangat terkejut. Lalu mengambil nampan mie dari tangan Asha. Dan membawanya ke meja makan. Asha masih membeku di tempatnya berdiri.
Kejadian barusan hanya sekejap, tapi Asha langsung merasakan wajahnya memanas. Kakinya tidak bergerak kemana-mana. Dia seperti linglung. Dia masih berpikir tentang kejadian barusan.
Apa yang dia lakukan?! Apa yang dia lakukan?! Teriak Asha di dalam hatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
Borahe 🍉🧡
heh Tuan
2024-03-30
0
Borahe 🍉🧡
heh apa"an si tuan muda ini. main cium " anak org aja. Entar dikira pelecahan terhadap pembantu
2023-06-16
0
Andini Maulana
aduh aduh Maen nyosor aje nih
2023-04-12
0