Hari ini, hari pertama Jessie dan Joanna masuk kerja. Karena jarak rumahnya yang cukup jauh dari tempat kerja, membuat Jessie memohon pada Arya untuk mengantarkan mereka ke sana. Karena mereka takut terlambat jika harus berjalan kaki. Belum menghitung lelahnya?
"Karmen, Sandra... Kalian jaga diri baik-baik ya! Jangan terlalu lelah kerja ngurus kebun! Gue janji, kalau udah seminggu kerja. Gue bakal pinjem duit buat bekal kalian disini!" Pesan Jessie sebelum pergi.
Kedua gadis yang sedang buncit itu, tak mampu menyahut. Hanya air mata yang mewakilkan perasaannya seraya menghambur. Keempat gadis itu pun saling berpelukan, sebelum benar-benar berpisah.
Setelah melewati banyak drama melow, Arya pun berangkat membawa Jessie dan Joanna dengan style bonceng tiga.
Butuh waktu kurang lebih 20 menit, mereka pun sampai di tujuan.
"Ya, titip Karmen sama Sandra! Selama kita disini, please tengokin mereka! Kalau bisa, tiap hari. Hehe..." Pinta Joanna setelah turun dari motornya.
"Iya siap, kalian tenang aja!"
"Oh iya, satu lagi! Kalau mereka butuh duit, lo kasih aja dulu! Nanti kalau kita udah gajihan, diganti!" Tambah Jessie.
Pria itu kembali mengangguk seraya mengacungkan jempol.
"Kalau gitu, kita ke dalem dulu" Pamit Joanna.
"Salim dulu, dong!" Goda Arya seraya memberikan punggung tangannya. Diiringi gelak tawanya.
"Baiklah, Mahadewa!" Sambut Jessie dan meraih tangan Arya. Lalu ia tempelkan sebentar di keningnya. Begitupun dengan Joanna, ikut-ikutan menirukan gayanya Jessie.
Mereka pun berpisah dengan gelak tawa yang mengiringi lambaian tangannya.
Jessie menarik nafasnya dalam-dalam. Dan menghempaskannya kasar. Kembali, matanya mengekor tajam ke arah motor milik Rhibie. Sejak kemarin, motor itu masih disitu dengan posisi yang sama. Itu artinya, motor itu tidak ada yang memakainya.
*****
Eldanno telah selesai mandi dan berpakaian. Namun tidak dengan Rhibie, gadis itu masih pulas dalam selimutnya. Eldanno menghampiri gadis itu dan duduk di sampingnya. Memandang teduh pada wajah polos tanpa beban, seraya tersenyum gemas.
Dengan hati-hati, Eldanno menyibak helaian rambut di wajah Rhibie. Memainkan pipinya sejenak, lalu mengecupnya. Dan mengecupnya lagi. Setelah puas, dia pun keluar dari kamarnya.
"Selamat pagi, Pak! Apa kamar anda mau saya bersihkan?" Tanya Jessie pada Eldanno yang baru bergabung di meja mini bar untuk sarapan bersama Baghal dan Axelle.
"Tidak perlu! Biar nanti saya bersihkan sendiri" Tolaknya seraya mengibaskan tangan, mengusir. Dan gadis itu pun berlalu, setelah mengangguk hormat.
"Tumben, lo sarapan bareng kita?" Tanya Axelle.
"Dia masih tidur"
Usai sarapan, ketiga pria itu mulai bekerja di ruangan yang cukup luas, di samping ruang tengah. Dan mereka menyebutnya, ruang kerja. Alias kantornya mereka.
Cukup aneh memang, tapi begitulah mereka mendesign rumah besar tersebut. Sesuai dengan kebutuhan penghuninya yang masih pada single, namun aktif bekerja. Di lantai atas ada tiga kamar, satu tempat nge-gym dan satu ruang perpustakaan. Sedang di lantai bawah, ada dapur yang saling berhadapan dengan mini bar design minimalis yang besar dan mewah. Kemudian ada ruang tengah, ruang tamu dan satu kamar kosong. Tapi kini, kamar itu bakal ditempati Jessie dan Joanna.
Usai membersihkan seluruh ruangan, Jessie berjalan ke parkiran. Memeriksa motor Rhibie lebih dekat.
"Motor lo ada disini. Lalu, lo dimana?" Gumam Jessie, lirih.
"Apa kau akan mencuci motor itu?" Tanya Axelle tiba-tiba, seraya menghampiri.
Jessie yang terperanjat, seketika menggeleng.
"Pak, apa aku boleh bertanya sesuatu?" Tanya Jessie ragu-ragu.
"Kok, manggil Pak? Memang aku kelihatan tua, ya?"
"Maaf, maksudku Mas..."
"Aku juga bukan Mas-mas. Karena aku gak punya kumis!"
Jessie mendengus jengah. Dia mencoba bersabar, dengan menarik nafasnya dalam-dalam. Dan menghembuskannya melalui mulut.
Axelle yang menangkap kekesalan terpendam dari gadis itu, hanya tersenyum seraya memalingkan wajahnya.
"Oke, Bro! apa aku boleh bertanya?" Ucap Jessie, dongkol.
"Haha..." Spontan, Axelle pun tergelak mendengarnya.
"Axelle. Namaku Axelle!" Ujarnya kemudian.
Jessie kembali mengatur nafasnya seraya berfikir. Mana mungkin sama bos sendiri harus panggil nama doang? 'Kan gak etis?
"Kak Axelle, ini motor siapa?" Setelah berfikir kesana-kemari, akhirnya Jessie memilih sapaan itu.
"Itu...."
"Jika niatnya untuk bekerja, fokuslah bekerja! Jangan coba-coba untuk mencari tahu, yang tak seharusnya kau ketahui!" Suara Eldanno tiba-tiba menggema, sebelum Axelle tuntas menjawab.
Axelle melempar pandangannya ke sembarang arah. Tak ingin mencampuri urusan mereka.
"Sebelumnya saya minta maaf, Pak! Tapi masalahnya, ini motor sahabat saya. Jadi saya berhak tahu, dimana pemilik motor ini? Karena dia menghilang tanpa kabar" Tutur Jessie seraya menundukkan wajah di akhir kalimatnya. Karena dia tak bisa membohongi perasaan yang sedang menyerangnya saat ini.
Melihat motor itu, membuat rasa rindu dan khawatirnya semakin menjadi. Hingga tanpa ia sadari, buliran air mata berhasil lolos dari pelupuk matanya.
Eldanno melirik gadis itu dengan ekor matanya. Namun dengan cepat, dia melemparkan tatapannya ke depan. Berpura-pura tak tahu dengan keadaan Jessie.
"Tentang pemiliknya, aku tidak tahu. Karena yang aku tahu, motor itu sudah terparkir di depan pagar rumah kami tanpa pemiliknya" Sahut Eldanno datar.
"Anda bohong! Saya yakin, anda tahu dimana Rhibie. Atau jangan-jangan, anda sudah membunuh sahabat saya?"
"Jaga bicaramu, Nona!!! Atau aku akan menuntutmu ke pengadilan, dengan tuduhan pencemaran nama baik!!" Bentak Eldanno, keras. Dengan sorot mata menusuk tajam. Kemudian berlalu memasuki mobilnya.
Jessie sempat terperangah sejenak, karena shock. Namun dengan cepat, dia mengembalikan kekuatannya. Lalu mengusap air matanya kasar. Dia tak ingin lemah. Dia harus tegar demi Rhibie.
"Jadi, kamu kenal dengan pemilik motor ini?" Tanya Axelle.
"Dia sahabatku, juga pelindung nyawa kami!" Jessie masih mengusap air matanya.
"Kemarilah! Ceritakan semuanya padaku!" Ucap Axelle seraya mengajak Jessie untuk duduk di kursi teras.
Jessie pun mengangguk dan mengikuti perintah Axelle. Dan mulai bercerita.
Axelle mengangguk-angguk, menyimak seluruh cerita dari Jessie. Namun tak ada niat di hatinya, untuk mengatakan kebenarannya. Biarlah Eldanno sendiri yang melakukan semua itu.
*****
Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Namun Rhibie belum juga beranjak dari tempat tidurnya. Eldanno sudah lebih dari tujuh kali memeriksa gadis itu untuk memastikan, gadis itu bangun atau belum.
Namun setiap kali dia mengunjunginya, gadis itu masih betah di tempatnya. Bahkan sarapannya, belum tersentuh sama sekali.
"Bie, apa kamu sakit?" Sapanya seraya menempelkan punggung tangan di kening gadis itu.
Rhibie hanya terusik sejenak. Lalu kembali tidur.
Eldanno pun kembali ke lantai bawah. Kali ini dengan membawa perasaan khawatir yang menyelimuti hatinya.
"Apa kalian tahu, dokter terdekat di daerah sini?" Tanya Eldanno pada Jessie dan Joanna yang sedang memasak di dapur. Masakan untuk mereka berdua saja.
Jessie melirik Eldanno sekilas, dan kembali pada kesibukannya. Dia malas berbicara dengan pria itu. Entah apa alasannya? Tiba-tiba saja dia merasa benci dengannya. Mungkinkah, karena pria itu membentaknya tadi pagi.
Tapi kalau dipikir-pikir, wajar jika dia mendapatkan perlakuan seperti itu dari Eldanno. Karena di hari pertama kerja, Jessie sudah berani-beraninya menuduh bos-nya seperti itu. Sungguh tak beretika!
"Di pertigaan jalan ini, ada sebuah sekolah. Samping sekolah ada gang, belok kiri, ada lagi jalan raya. Sebrang belokan itu, rumah dokter Dirga" Sahut Joanna.
"Iya, iya, terima kasih! Ribet banget lokasinya!" Ujar Eldanno seraya berlalu dengan wajah runyam. Meninggalkan Joanna yang melongo.
Jessie tersenyum sinis, hatinya merasa puas dengan jawaban dari Joanna yang membuat pria itu pusing sendiri.
Eldanno menelepon salah satu anak buahnya yang berdomisili asli daerah tersebut. Kemudian memintanya untuk mencarikan seorang dokter yang bisa di panggil ke rumahnya.
"Mohon maaf, Bos! Tapi biasanya, dia tak berkenan untuk di panggil ke rumah" Sahut seorang anak buahnya lewat telepon.
"Katakan padanya, aku akan membayarnya tiga kali lipat dari gajinya! Dan ingat, Dokternya harus perempuan!" Tegas Eldanno. Lalu mematikan panggilannya secara sepihak.
"Siapa yang sakit?" Tanya Axelle, kepo. Entah sejak kapan pria itu berdiri di belakang Eldanno dan menguping pembicaraannya.
"Cewek gue"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
🐝⃞⃟𝕾𝕳 TerlenARayuAn
pd bgt emng dia mau jd cwk u
2021-12-21
0
sandi
diiihhhh pede dah!!! sape cewe u ??!!! 😒😒😒😒
2021-10-01
3
Lily Andhini
eldano udh berani ngakuin rhibi sbg cweknya.😀😀😀
2021-09-18
3