Rhibie mengerjapkan matanya beberapa kali, setelah lampu mobil yang baru sampai di halaman rumah tersebut menyoroti wajahnya seakan menantang.
Rhibie pun terperanjat saat mengintip jam di layar ponsel jadulnya, sudah menunjukkan pukul sebelas lewat malam. Rupanya gadis itu ketiduran disana, saking lelahnya.
"Lo siapa?" Sapa Rhibie saat pria itu turun dari mobilnya. Dan memasuki teras rumahnya.
Pria itu tak menjawab pertanyaan Rhibie. Tentu saja, dia tak perlu mengatakan siapa dirinya. Karena rumah ini miliknya. Justru sorot matanya menyiratkan pertanyaan sebaliknya. Siapakah gadis yang sedang tiduran seenaknya di kursi teras rumahnya?
Makna pertanyaan yang terpancar dari sorot matanya hilang seketika, kala menatap wajah gadis itu yang nyaris sempurna. Pandangannya menyisir setiap lekuk tubuh gadis yang ada di hadapannya. Menjelajahi tubuh itu dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan tatapan menyelidik. Lalu senyum iblisnya menyeringai dari wajah tampannya.
Tanpa ingin tahu siapa gerangan gadis yang bernyali besar, dengan mengumpankan dirinya pada kucing lapar seperti dirinya. Dia langsung menyeret Rhibie masuk ke dalam untuk melepaskan rasa laparnya.
"Lepasin! Lo siapa brengs*k?" Teriak Rhibie meronta.
Namun pria itu tak menggubrisnya. Begitu juga dengan Rhibie yang tak berhenti berontak. Berharap dapat meloloskan diri dari cengkeraman pria yang hendak menculiknya.
Karena dirinya yang terus berontak, pria itu langsung menaruh tubuh Rhibie di pundaknya seperti karung beras. Membawanya ke kamar, dan menguncinya.
Sesampainya di kamar, Rhibie langsung di lemparkan ke atas ranjang. Lalu membuka kancing kemejanya sendiri dengan kasar. Melepaskannya, dan melemparnya ke sembarang arah.
Tak menyia-nyiakan kesempatan, Rhibie segera bangkit dari tempatnya dan berlari menuju pintu. Namun belum sempat dia meraih gagang pintu, pria itu sudah berhasil meraih tubuhnya kembali. Dan menghempaskannya lagi ke atas ranjang.
"Please! Lepasin gue!" Mohon Rhibie yang mulai terisak karena takut.
Kini dia sudah bisa menebak, apa yang akan terjadi padanya. Rhibie terus meronta, menepis tangan pria yang hendak melucuti pakaiannya. menendangnya, memukulnya, hingga ribuan cacian kotor terlontar dari mulut Rhibie.
Pria itu langsung menghimpit tubuh Rhibie dengan tubuhnya. Menghentikan gerakan si gadis, dan menyerangnya dengan ciuman gila. Menjelajahi setiap inci dari bibir dan leher jenjangnya. Menarik kasar t-shirt panjangnya ke arah samping, lalu menghujani bahunya dengan kecupan basah.
"Aku mohon, jangan lakukan ini padaku!" Pekik Rhibie gemetar dengan nyali yang mulai ciut. Di tariknya rambut si pria dengan kasar, sebagai bentuk pembelaan diri. Hingga mengundang kekesalan pria itu.
Dengan gusar, dia mengambil dasi dari lemarinya. Lalu mengikat kedua tangan Rhibie pada tepi ranjang. Membuat kedua tangan gadis itu tak mampu lagi berkutik. Namun Rhibie masih tetap berusaha berontak sebisanya.
Diiringi deru na*su yang memburu, pria itu melepaskan pakaian Rhibie menggunakan gunting tanpa ampun. Dan melemparkan serpihan kain itu ke lantai begitu saja.
Kini, tubuh putih dan mulus milik Rhibie telah terekspos, memamerkan bukit indahnya yang menggoda. Pria itu membinarkan bola matanya yang sayu karena mabuk. Menatap lapar pada gumpalan daging kenyal yang tersaji di hadapannya.
Takut? Malu? Risih? Jangan ditanyakan lagi? Semuanya Rhibie rasakan dan menyatukannya dalam tangisan. Kembali, gadis yang sudah tak berdaya itu mencoba berontak, menendang perut si pria asing untuk mengalihkan perhatiannya.
"DIAM!!" Bentak pria itu dan menonjok keras salah satu paha Rhibie yang masih di balut celana jeans-nya.
"Ah, sakit!" Pekik Rhibie dengan keringat dan air mata menyatu di wajahnya.
"Bersikap manislah, Sayang! Agar aku tak lagi menyakitimu!" Bisiknya dengan intonasi suara yang berubah halus seketika.
Kembali dia mengecup bibir Rhibie dan melu**tnya lembut. Tangannya berpetualang, meraba celana jeans milik Rhibie. Membuka kancingnya, lalu melepaskannya.
Rhibie tak lagi berontak, dia telah kalah dari lelaki itu. Andaipun dia berontak, semuanya akan sia-sia. Dan hanya akan menambah siksaan yang lebih menyakitkan lagi. Saat ini, dia sudah tak bisa lepas dari cengkeraman pria itu. Pria yang sedang asyik menghirup aroma tubuhnya. Menghisapnya dan meninggalkan beberapa jejak merah di sana.
Bibirnya mulai menyusuri setiap keindahan itu. Memainkan lidahnya di ujung bukit yang kenyal, lalu menghisapnya kasar. Tangannya mengusap lembut bukit lainnya. Dan meremasnya dengan nikmat.
Kembali tangannya menjelajahi tubuh Rhibie yang lain, tepat di bagian bawahnya yang sensitif. Melepaskan kain penutupnya. Membelainya dengan perasaan, sesekali menekan bagian intinya dengan lembut. Lalu memainkannya hingga basah.
Rhibie sudah pasrah akan tragedi yang menimpanya. Mahkotanya telah direnggut pria asing yang tak di kenalnya. Bulir-bulir air mata terus berjatuhan seiring dengan rasa sakit dan perih yang menjalar di sekujur tubuhnya.
Pria itu mengangkat bok*ng Rhibie sejenak dengan satu tangannya. Dia melihat bercak merah di bawah sana. Senyumannya mengembang dengan sempurna. Lalu menjelajahi wajah Rhibie dengan kecupan lembut.
Dia melepaskan sarung pengaman yang dipakainya. Mungkin dirinya tertarik untuk mencicipi kelembutan yang tak pernah terjamah itu secara langsung.
Erangan nikmat terus keluar dari mulutnya. Kenikmatan yang tak pernah ia dapatkan sebelumnya. Sungguh, gadis ini sangat luar biasa!
Entah berapa lama ia menikmatinya. Kini kenikmatan itu telah sampai pada puncaknya. Dan dia pun melepaskannya dengan kepuasan yang tak pernah sehebat ini.
Dari sekian banyak wanita yang pernah bercinta dengannya, namun tak ada satupun dari mereka yang membuat Eldanno terbang setinggi ini.
"Thanks, Beautiful!" Bisik Eldanno dan mengecup kening gadis itu. Diiringi senyuman manisnya, namun beracun!
Rhibie hanya memalingkan wajahnya datar. Mengunci mulutnya serapat mungkin. Menatap kosong pada arah yang tak ditentukan. Tatapannya begitu kosong. Sekosong pikirannya saat ini. Entah apa yang sedang dipikirkannya? Hanya isakkan dan isakkan yang terdengar darinya.
Tatapannya mulai sayu. Arah yang tadi di tatapnya, mulai kabur dari pandangannya. Rhibie pun terlelap dalam lelahnya.
Dengan hati-hati, Eldanno melepaskan ikatan pada tangan gadis itu. Dan dia pun ikut berbaring di sampingnya. Lalu memeluk tubuh Rhibie yang tidur membelakanginya.
Paginya...
Eldanno baru selesai mandi. Dia hanya mengenakan celana boxer dengan dilapisi bathrobe yang dibiarkan terbuka. Mengeksplor dada dan perutnya yang berbentuk kotak-kotak seperti dalaman lemari. Rambutnya yang masih basah di biarkan begitu saja, seakan menyuburkan pesonanya. Pria itu duduk bersantai di tepi tempat tidur yang masih ada penghuninya. Sesekali menyeruput secangkir kopi panas di tangannya.
"Dann..." Tiba-tiba suara Baghal mengejutkannya seraya membuka pintunya tanpa permisi.
Eldanno menatap Baghal, lalu melirik sekilas ke arah gadis yang masih terlelap dalam selimut hangatnya. Lalu mengalihkan tatapannya kembali, ke arah Baghal. Seakan mengisyaratkannya untuk tak mengganggu tidurnya.
Baghal pun mengangguk dan menelan ludahnya susah payah.
"Gue tunggu di bawah!" Ujar Baghal kemudian. Lalu menutup pintunya dengan perlahan.
Eldanno hanya mengangguk pelan menanggapinya, lalu menyesap kopinya lagi.
Rhibie meregangkan tubuhnya yang terasa remuk, menggeliat bebas. Membuka matanya perlahan dan mendapati ruang kamar yang begitu luas dan mewah dengan design minimalis yang manley.
Dia pun mengedarkan pandangannya lagi. Dan berhenti pada punggung yang sedang membelakanginya. Punggung pria yang merenggut kehormatannya semalam. Dengan cepat, Rhibie memalingkan wajahnya dari punggung itu. Isakkannya kembali terdengar, kala ia mengingat kejadian tragis semalam.
Kini dirinya tak lagi memiliki mahkota itu. Entah apa yang patut di banggakan dari dirinya saat ini. Masa depannya telah terenggut begitu saja oleh pria di hadapannya. Pria yang sama sekali tak dikenalnya.
Jangankan untuk mengukur kadar perasaannya. Untuk mengetahui namanya saja, nilainya sudah nol besar dalam imajinasi Rhibie.
"Kau sudah bangun?" Sapa Eldanno seraya menoleh. Setelah mendengar suara isakkan dari arah belakangnya.
Tak ada jawaban apapun yang keluar dari mulut gadis itu untuk merespon sapaannya. Rhibie hanya sibuk dengan air matanya.
Eldanno hanya tersenyum tipis menanggapinya.
"Makanlah sarapanmu!" Eldanno menyodorkan bubur ayam yang tadi di belinya dari pedagang keliling yang melintas di depan rumahnya.
"Mana pakaian gue?" Rhibie sama sekali tak melirik apa yang di suguhkan pria itu. Dia hanya bangun dari posisi tidurnya. Dan duduk bersandar pada kepala ranjang.
"Makan dulu sarapannya!" Perintah Eldanno lagi. Pria itu berlalu menuju lemarinya. Dan mengganti bathrobe-nya dengan t-shirt hitam yang bersimbol salah satu band metal favoritnya.
"Gue bilang, mana pakaian gue? Apa lo tuli?" Ulang Rhibie kesal.
Eldanno hanya mengarahkan tatapannya pada serpihan kain yang ia gunting sesuka hati, malam tadi. Lalu ia keluar dari kamarnya tanpa dosa.
"Kembalikan pakaian gue, Sial*n! Baj*ngan, gue ingin pulaaang!!" Teriak Rhibie seraya melempari pria itu dengan benda-benda di dekatnya.
Namun pria yang di teriakinya sudah berlalu dari hadapannya, tanpa merespon makiannya.
Rhibie beranjak dari tempat tidurnya dengan tubuh yang hanya di balut selimut. Dia mengguncang gagang pintu yang sudah terkunci dari luar.
"Sialan! Buka pintunya! Gue ingin pulang, Bangs*t!" Maki Rhibie lagi seraya menendang dan memukuli daun pintu itu hingga menimbulkan kegaduhan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
joong
nemu sial kamu Ribhie
2022-05-12
0
🐝⃞⃟𝕾𝕳 TerlenARayuAn
bkn kesal j
2021-12-13
2
Clara Akahsya
dasar orng edan...
2021-11-09
2