Eldanno keluar dari kamar mandinya hanya mengenakan celana boxer, seraya sibuk mengeringkan rambut dengan handuk kecil.
"Apa alergimu sudah berkurang?" Tanyanya pada Rhibie. Dan menghampirinya.
"Iya"
"Akan ku panggilkan dokter, untukmu!" Ucap Eldanno dan mengambil ponselnya. Lalu duduk di tepi ranjang, di samping Rhibie.
"Gak usah! Aku sudah membaik. Bentolnya juga, mulai hilang!"
"Benarkah?" Eldanno menarik selimut yang membungkus tubuh Rhibie untuk memeriksa keadaan gadis itu.
Benar saja, bentol-bentol di tubuh gadis itu perlahan mulai samar.
"Apa secepat ini, sembuhnya?" Tanya Eldanno lagi sambil mengusap lembut kulit Rhibie.
"Iya. Begitu aku menghangatkan tubuhku, maka kulitku akan kembali normal!"
Eldanno menyimpan kembali ponselnya, di samping meja tempat tidur. Sedang Rhibie menyibak selimutnya dan hendak beranjak.
"Mau kemana?"
"Aku mau ngambil baju"
"Emang kamu punya baju?" Goda Eldanno seraya menahan gadis itu.
"Maksudku, pinjem baju kamu!"
"Kamu gak perlu pake baju! Lagipula, hari ini celana dal*m kamu dicuci 'kan? Jadi percuma saja kamu pake baju, yang ini tetap terbuka" Tahan Eldanno sambil mencubit gemas, milik Rhibie.
Berhari-hari bersama Rhibie, membuat Eldanno mulai memperhatikan apa yang dilakukan gadis itu di dalam sangkar emasnya. Selang sehari, Rhibie akan mencuci celana dal*m semata wayangnya. Lalu akan memakainya esok hari.
Begitulah yang dilakukan Rhibie setiap hari selama di kamar pria asing tersebut. Karena Eldanno masih enggan untuk melepaskan gadis itu. Entah apa yang ada dalam pikirannya? Namun yang dia tahu saat ini, dia masih menginginkan Rhibie disampingnya. Eldanno akan memberikan segala yang terbaik untuk gadis itu. Menurut versinya!
Karena yang diinginkan Rhibie berbanding terbalik dengan apa yang diberikan si pria asing. Rhibie tak menginginkan makanan yang banyak, cemilan yang seabrek. Buah-buahan segar yang selalu tersaji di meja kamarnya. Bukan pula menginginkan berbagai jenis minuman kemasan yang selalu tersaji di hadapannya. Satu hal yang diinginkan gadis itu, yaitu sebuah kebebasan. Bukanlah jadi budak se*s untuk pria yang tak dikenalnya.
Eldanno tak pernah berbuat kasar padanya. Kecuali, ketika dirinya meminta untuk pulang. Maka Eldanno akan kehilangan kendali dan membentaknya. Meskipun demikian, pria itu tak pernah menyakiti fisik Rhibie. Bahkan, pria itu akan memperlakukannya bagai ratu saat Rhibie berubah jadi gadis penurut.
Hanya saja sampai detik ini, Rhibie tidak pernah meminta untuk dibelikan pakaian dalam. Entah karena gadis itu terlalu sungkan? Atau mungkin, dia terlalu gengsi untuk mengatakannya. Padahal jelas sekali, dia sangat membutuhkannya.
"Masa, aku gak boleh pake baju?" Rhibie mulai merengek.
"Kamu gak akan kemana-mana 'kan? Ini sudah malam, setelah bersenang-senang kita akan pergi tidur!" Sahut Eldanno dengan suara yang menggoda. Tangannya mulai bergerilya, menyentuh dan memainkan benjolan-benjolan di tubuh Rhibie yang polos.
Apa yang bisa dilakukan Rhibie ketika pria itu berbuat seenaknya atas tubuhnya? Rhibie hanya bisa diam, diam, diam dan diam. Memangnya dia bisa melakukan apa, selama dalam cengkeraman pria itu? Lalu, sampai kapan semua ini akan terus seperti ini?
Entahlah?! Rhibie sendiri tak mengetahuinya. Rhibie sudah pasrah akan hidupnya. Mungkin ini takdir yang harus dijalaninya. Menjadi budak se*s untuk pria berkuasa yang menyekapnya.
Berhari-hari jauh dari sahabatnya, tak membuat Rhibie melupakan mereka. Sedang apa mereka sekarang? Apakah mereka baik-baik saja selama dirinya menghilang? Apa mereka merindukan dirinya, seperti Rhibie yang tak pernah berhenti mengenang kebersamaan mereka.
Gelak, canda tawa selalu mewarnai hari-hari mereka ketika masih bersama. Tak jarang pula, mereka akan menangis berjamaah ketika hatinya sedang melow. Akankah hari itu terulang kembali?
"Apa aku boleh meminjam HP-mu?" Ucap Rhibie, memberanikan diri.
"Untuk apa?"
"Aku ingin menelepon sahabat-sahabatku. Aku janji, aku tidak akan mengatakan apapun tentang kamu. Aku hanya ingin mendengar suara mereka saja. Dan mengatakan, bahwa aku baik-baik saja"
Eldanno menundukkan wajahnya, menarik nafasnya dalam. Dirinya sungguh egois! Demi keinginannya, dia harus menyiksa perasaan orang lain. Tapi jika gadis itu dibiarkan pergi, mungkin dirinya yang akan tersiksa.
Biarlah, sebutan egois melekat pada dirinya! Bahkan disebut pecundang pun, dirinya tak keberatan selama Rhibie masih ada bersamanya.
Mungkin, Eldanno di kategorikan manusia bodoh yang tak bisa menyimpulkan perasaannya sendiri untuk Rhibie.
"Kalau kamu gak percaya, aku akan mengaktifkan load speaker saat menelepon mereka!" Tambah Rhibie berusaha meyakinkan pria itu yang nampak diam.
"Kenapa harus menelepon sahabatmu? Kenapa tidak menelepon orang tuamu saja? Mungkin, mereka juga merindukanmu?" Saran Eldanno yang mulai memiliki hati dalam celah keegoisannya.
"Paman Jo udah meninggal satu tahun yang lalu" Sahut Rhibie menundukkan wajah.
"Paman? Lalu, dimana orang tuamu?" Eldanno merubah posisinya. Dan mulai serius untuk menyimak kehidupan gadis dihadapannya.
Rhibie hanya menggeleng seraya tersenyum miris.
"Maksudnya apa, Bie?"
"Aku gak tau, siapa dan dimana orang tuaku? Yang aku tahu, orang tuaku adalah paman Jo. Seorang preman yang menjagaku dari bayi hingga dewasa" Tutur Rhibie yang masih tersenyum. Berusaha untuk mengubur kesedihannya.
Eldanno memandang gadis itu dengan hati yang mendesir. Diraihnya kepala Rhibie dan membawanya ke dalam pelukan. Dikecupnya rambut gadis itu sedikit lama. Menyalurkan perasaan hangat yang mengalir di hatinya.
Sekarang, alasanku semakin kuat untuk tidak melepaskanmu pergi...
Batin Eldanno. Dan kembali mengecup rambut gadis dalam pelukannya.
Eldanno menyerahkan ponselnya, tanpa ingin melepaskan Rhibie dari dekapannya. Kemudian menempelkan jari tengahnya pada layar ponsel, sebagai kode pengaman.
Rhibie memperhatikannya dengan seksama. Kemudian menengadah untuk menatap wajah Eldanno.
"Terima kasih!" Ucapannya sambil tersenyum.
Eldanno hanya membalasnya dengan senyuman. Dan kembali meletakkan tangannya di kepala gadis itu, memeluknya.
"Kenapa? Apa kau lupa nomornya?" Tanya Eldanno yang melihat Rhibie menekan nomor, lalu menghapusnya berulang kali.
"Iya. Aku lupa nomor ujungnya"
"Coba telpon saja, sesuai nomor yang kamu ingat!"
Rhibie pun mengangguk dan menekan tombol pada layar untuk menghubunginya. Dan nomor yang di maksud adalah nomor Jessie. Gadis yang telah lama tinggal bersamanya, dibanding yang lain.
Maaf! Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan...
Meski sebal, Rhibie mengulangnya kembali. Namun hanya suara itu yang menjawab panggilannya. Bahkan, Rhibie mengulanginya hingga lima kali. Namun jawabannya tetap sama.
Tak ingin menyerah, Rhibie menekan nomor yang berbeda. Dan mencoba lagi untuk menghubunginya.
Maaf! Nomor yang anda tuju, tidak terdaftar
Kembali, Rhibie harus menelan ludah kecewa.
"Semua gara-gara kamu, nih! Ngapain HP aku pake acara dibuang segala?" Maki Rhibie, cemberut.
"Orang HP-nya udah mati. Ngapain disimpan, 'kan udah gak guna?"
"Tapi nanti setelah aku boleh pulang, 'kan bisa diperbaiki di counter langganan aku!"
"Emang siapa yang bolehin kamu pulang?"
"Ya... Kamu lah!"
"Kata siapa?"
"Orang aku yang ngomong, ya pasti kata aku lah!!!" Ujar Rhibie meninggikan suaranya.
"Gak usah teriak-teriak! Pelan juga, aku denger kok"
"Lagian jadi orang nyebelin banget! Seenggaknya, SIM card-nya di simpen kek! Gak perlu ikut-ikutan dibuang juga!" Umpat Rhibie bersungut-sungut.
"Jangan marah-marah, jelek tau!"
"Bodo! Syukur-syukur beneran jelek. Itu artinya, kamu bakal ilfill sama aku. Terus, aku dibiarin pulang deh!"
"Tapi aku akan tetap menyukai gadis yang sudah ku rusak mahkotanya. Sekalipun dia jelek!"
Rhibie kembali mencoba nomor yang lain, yang terlintas dipikirannya. Sama sekali tak menghiraukan kicauan Eldanno yang lebay.
Karena dimatanya, pria itu hanyalah seorang bajing*n. Andaipun pria itu berniat untuk bertanggung jawab atas dirinya. Namun pandangan Rhibie takkan berubah. Bahwa pria itu tetap bajing*an.
Jika dia beneran bertanggung jawab? Maka tanggung jawab, artinya bajing*an!
Jantung Rhibie mulai berdegup kencang, ketika nomor yang ditujunya kali ini tersambung. Namun sayang, belum juga ada yang mengangkat panggilannya.
Rhibie pun menghubunginya lagi.
"ADA APA LAGI? AKU SUDAH MUAK DENGAN OMONG KOSONGMU!!! AKU TAHU, ITU KAU! JANGAN BERPURA-PURA DENGAN NOMOR YANG BERBEDA!!"
Seketika, Rhibie menjauhkan ponsel milik Eldanno dari telinganya. Setelah mendengar jawaban dari sebrang sana yang sedang marah-marah. Dan,
Tut!
Panggilan terputus.
Eldanno pun tergelak mendengarnya.
"Coba nomor yang lain!" Perintahnya seraya menahan tawanya.
Rhibie mencoba lagi nomor yang berbeda.
"Hallo! Bengkel mobil??"
"Aaaa... Aaa.!!" Rhibie menjerit kesal. Seraya membenamkan wajahnya pada bantal.
Namun tawa Eldanno semakin menggelegar, memenuhi ruang kamar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Ngapain kamu merasa tersiksa, selama ini juga gak ada Rhibi kan?? Biasa aja tuh kamu main dgn wanita panggilan,Cih alesan 🙄🙄
2023-09-13
0
Qaisaa Nazarudin
Menurut ku Rhibi gak terlalu bersikap tegas ke Eldanno, Bisa aja dia ngancam El kalo dia gak kasih Rhibi pulang harusnya El ijinin Rhibi ngehubungin temen2 nya,Biat temen2 nya gak terlalu kawatir, kasian deh mereka,ancam dia jgn dikasih jatah..
2023-09-13
0
Qaisaa Nazarudin
Kayak Eldanno miskin aja gak mampu blikan daleman dan baju utk Rhibi, cl percuma kaya tp pelit,make tubuh Rhibi aja yg doyan..🤦🏻♀️🤦🏻♀️
2023-09-13
0