Jessie dan yang lainnya, menengok ke arah jalan berulang kali dari teras rumahnya. Berharap seseorang yang mereka tunggu menampakkan batang hidungnya. Namun hingga pagi ini, Rhibie belum juga kembali.
"Kenapa gak dari semalem aja lo telponin dia?" Protes Sandra pada Jessie yang sedang mengutak-atik ponselnya. Menekan kontak Rhibie berulang kali. Namun nomor yang dituju masih tidak aktif.
"Semalem, gue telpon dia sekali. Cuma, gak di angkat. Gue pikir, dia lagi di jalan. Jadi gue membiarkannya. Tapi sampe sekarang, Rhibie belum juga pulang" Suara Jessie terdengar sedikit bergetar, menahan tangisnya.
"Lo dimana sih, Bie?" Karmen pun tak bisa menyembunyikan keresahannya. Wanita berusia 21 tahun itu berjalan mondar-mandir di teras rumah, sambil sesekali mengelus perutnya yang belum terlalu buncit.
"Kita gak bisa diem kayak gini terus. Sementara Rhibie tidak diketahui keadaannya" Suara Joanna ikut nimbrung. Gadis itu nampak berfikir untuk mencari solusinya.
"Men, San... Lo diem di rumah! Gue sama Jessie mau cari Rhibie. Kalau Rhibie pulang, tolong kabarin kita!" Seru Joanna, mengambil langkah.
Tanpa protes lagi, mereka serempak mengangguk dengan wajah berornamen kegelisahan.
Jessie dan Joanna berjalan kaki untuk mencari Rhibie. Karena kendaraan yang mereka punya cuma satu. Itupun dibawa Rhibie untuk berjualan.
Mereka bertanya pada setiap orang yang ditemuinya. Mulai dari tetangga, para nelayan hingga para pengunjung yang datang ke pantai itu.
Sebagian dari mereka ada yang mengatakan tak melihatnya. Dan sebagian lagi, mengatakan mereka bertemu kemarin. Bahkan diantara mereka ada yang sempat membeli sayurannya.
Joanna dan Jessie kembali melanjutkan langkahnya dengan menelan ludah kecutnya. Hingga tengah hari menjelang sore, mereka masih belum menemukan jejak Rhibie. Karena lelah, mereka pun memutuskan untuk pulang. Dan melanjutkan pencariannya besok.
*****
Sudah jam sembilan lebih, Rhibie masih terpaku di tempatnya. Perutnya mulai berontak minta di isi. Sesekali, gadis itu melirik bubur yang di berikan Eldanno tadi. Namun dia masih ogah untuk menyentuhnya.
Semakin lama, perutnya semakin berbunyi tak terkendali. Pertanda cacing dalam perutnya sedang berdemonstrasi.
Dengan ragu, Rhibie mulai mendekati mangkuk itu. Dan hendak mengambilnya.
Tunggu sebentar! Bagaimana jika makanan itu beracun?
Rhibie menarik tangannya kembali.
Memangnya kenapa kalau beracun? Percuma juga 'kan dia hidup lama? Masa depannya sudah hancur sekarang. Bukankah kematian lebih baik untuknya?
Rhibie menyentuh mangkuk itu lagi.
Tapi, bagaimana dengan Jessie, Joanna, Karmen, Sandra...? Apa mereka takkan sedih jika dirinya mati?
Rhibie menghentikan pergerakannya. Dan memandang pilu pada isi dalam mangkuk di hadapannya.
Semakin lama di pandang, isi dalam mangkuk itu seakan melambai padanya untuk mendekat.
Aah... Persetan dengan racun! Andai dirinya harus mati hari ini karena bubur itu. Yakinlah, semua adalah takdir yang sudah di lukiskan Tuhan dalam cakrawala hidupnya.
Rhibie mengambil mangkuk itu perlahan. Dan menelan ludahnya beberapa kali.
"Joan... Jessie... Karmen... Sandra... Gue sayang kalian. Semoga kalian baik-baik aja! Dan please, jangan tangisi kepergian gue!"
Begitulah doa yang keluar dari mulut Rhibie sebelum menyantap makanannya. Rhibie mengunyah buburnya dengan meraba-raba. Takutnya ada yang tak beres dengan rasanya.
Tapi kenapa semakin lama bubur itu ada di mulut Rhibie, justru rasanya semakin lezat?
Tanpa fikir lagi, Rhibie kembali menyendok bubur itu ke dalam mulutnya dengan lahap. Ia tak menyadari, jika Eldanno tengah memperhatikannya di ambang pintu.
"Sudah kuduga!" Gumam Eldan sambil menyeringai tipis, dan menutup pintunya kembali. Lalu menguncinya.
Tiga menit...
Lima menit...
Sepuluh menit...
Rhibie masih belum merasakan reaksi apapun dari makanan itu.
Aah... Sistem imunnya kuat, kali? Makanya, racunnya tak bereaksi dengan cepat.
Sambil menunggu sakaratul mautnya, Rhibie melangkahkan kakinya ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya disana.
Bak seorang model sabun mandi. Sambil berjalan, Rhibie melepaskan selimut yang membungkus tubuhnya. Kini tubuh polosnya terekspos tanpa batas penghalang.
Di kamar mandi, Rhibie tak langsung sabunan. Dengan telaten, dia memeriksa dengan detail semua alat mandi milik Eldan. Seperti manusia kurang kerjaan, Rhibie menciumi aromanya satu-persatu.
Pantas saja tubuh pria itu begitu wangi! Perlengkapan mandinya aja, udah sewangi ini.
Batin Rhibie seraya tersenyum. Dia mengenang kembali, aroma tubuh si pria asing malam tadi. Masih tercium sangat jelas dalam ingatannya, dada berototnya menebarkan aroma wangi maskulin yang merasuk ke dalam rongga hidungnya. Saat dada itu berada di atas tubuhnya. Perutnya juga, sangat keras waktu Rhibie menendangnya.
Woy... Sadar! Itu otak udah mengarah ke jalur mana?
Rhibie terperanjat dari angannya. Berusaha mengembalikan seluruh kesadarannya. Lalu mengguyur tubuhnya di bawah shower. Dan membersihkan tubuhnya menggunakan alat mandi milik Eldanno.
Perang batin tentang bubur baru saja berakhir. Kini Rhibie kembali di hadapkan dengan masalah baru. Dirinya memang sudah mandi. Lalu, bagaimana dengan pakaiannya?
Rhibie menatap sedih pada potongan pakaiannya yang sudah tak berwujud. Dan mengarahkan tatapannya pada celana jeans-nya yang masih utuh.
Apa Rhibie yakin, akan mengenakan celana itu saat area sensitifnya masih luka kayak gini?
Uh!... Membayangkannya saja, Rhibie sudah ngilu sendiri.
Otak briliannya mulai bekerja, Rhibie berjalan ke arah lemari. Dan menggeledah isinya, tanpa izin dari Tuannya.
Rhibie mulai menunjukkan keonarannya. Dia melempar pakaian yang di anggapnya tak menarik ke lantai. Lalu berpindah pada pakaian yang lain. Dan begitu seterusnya. Gadis itu sama sekali tak mengindahkan kamar Eldanno yang berantakan karena ulahnya. Hingga akhirnya, dia menjatuhkan pilihannya pada kemeja putih milik Eldan.
Gadis itu bercermin, sambil memutar-mutar tubuhnya kesamping kanan dan kiri. Dan berdiri lagi mematung. Kemeja itu nampak over size di tubuh Rhibie. Tapi tidak berlaku jika yang memakainya Eldanno.
Persetan dengan ukuran! Yang penting, kini tubuhnya tak terlalu polos.
Rhibie berjalan ke arah balkon di kamar itu, berharap dapat mengusir penatnya. Dia berdiri mematung di tepi pagar pengaman. Mengeluh resah atas apa yang terjadi pada dirinya kini. Kenapa dia harus berteduh di rumah ini, kemarin? Membuatnya harus bertemu pria itu dan merenggut kehormatannya. Kenapa harus rumah ini yang di pilihnya untuk berteduh?
Tapi bukankah sebelumnya, gadis itu sudah terbiasa numpang beristirahat atau berteduh di rumah ini? Tapi kenapa pula, rumah ini tiba-tiba ada penghuninya?
Rhibie kembali menangis tersedu, menyesalinya.
*****
"Ini Bos, belanjaannya!" Seorang pria membungkuk hormat dihadapan Eldanno, seraya menyerahkan kantong belanjaan dari sebuah mini market.
Eldanno hanya mengangguk, seraya menggerakkan tangannya untuk mengusir pria suruhannya itu.
"Tumben, lo beli snack banyak? Kayak cewek aja!" Ledek Axelle dan merapihkan kembali kantong belanjaan yang baru saja di geledahnya.
Eldanno hanya menyeringai tipis menanggapinya.
Kening Axelle pun mengerut, tak mengerti.
"Ada tamu di kamar Eldan, mungkin itu untuk dia" Ujar Baghal, menguraikan benang kusut di otak Axelle.
Mata Axelle pun membulat seketika, mendengar pernyataan itu.
"Cewek yang lo booking semalam, belum di pulangin? Kalau dia masih betah, bolehlah entar di pindahin ke kamar gue!" Pinta Axelle seraya nyengir. Dia tertarik untuk mencicipi, bagaimana rasanya berbagi wanita dengan sahabatnya sendiri.
"Jaga mulut lo, Xell!" Bentak Eldan, kasar.
Seketika Axelle tercengang, terkejut dengan sikap Eldan yang seakan tersinggung dengan ucapannya. Tak biasanya, Eldan semarah itu jika di singgung tentang wanita bookingannya.
Hanya tentang wanita bayaran 'kan, yang mereka bicarakan? Se-spesial apa sebenarnya wanita itu untuk Eldan?
Baghal hanya melirik datar ke arah mereka, sekilas. Lalu kembali acuh.
Eldanno menarik nafasnya, dan menghempaskannya kasar. Berusaha menstabilkan kembali emosinya. Tanpa bicara, dia langsung naik ke lantai atas. Menuju kamarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Apa Eldan pikir Rhibi adalah wanita yg dia booking ya, Gak mungkin kan, kalo wanita panggilan gak mungkin dia berontak,,
2023-09-13
0
sandi
isssshhhh kulkas!!! 😒😒😒😒
2021-09-30
2
🍹girl Cancer 🍭
semangat thor
2021-09-30
1