"Tak masalah, jika pun saya mati, setidaknya saya tak sendirian, benar begitu Nona Sania?" ujar Zan. Sania hanya tersenyum kecut.
"Terserah Anda saja Tuan Zan yang terhormat, yang harus saya tanyakan pada Anda, kenapa Anda meminum minuman saya? Pria terhormat seperti Anda harusnya tak peduli apakah minuman itu ada racunnya atau tidak, untuk apa Anda harus repot-repot memeriksanya?" ujar Sania sembari menatap lekat ke arah Zan.
Zan terdiam sejenak, mengerjap beberapa kali. "Seharusnya kamu berterimakasih pada saya, bagaimana jika minuman ini dicampur dengan obat-obatan yang lain yang bisa membuatmu tidak sadar? Kamu sungguh mempercayai pria seperti dia?" Zan menunjuk ke arah Fandi.
"Tunggu, maksud Anda apa? Anda menuduh saya ingin melakukan sesuatu yang buruk pada Sania?" Fandi akhirnya bersuara.
"Lalu kenapa? Waspada sebelum hal buruk itu terjadi bukanlah suatu kesalahan, sekarang saya tanya, kamu tidak terima dengan tuduhan itu apakah benar kamu telah mencampurkan sesuatu dengan minumannya?" Zan balik menantang.
"Wah, Anda benar-benar ingin cari masalah sepertinya, buktinya apa jika saya memang mencampurkan sesuatu pada minuman Sania? Anda punya bukti? Perlihatkan sekarang!" Fandi berdiri dengan geram menatap Zan.
"Kamu berani menantang saya?" Zan ikut berdiri, tidak ada di dunia ini yang boleh membuatnya mendongak.
"Kalian berdua stop! Cukup! Apa yang kalian berdua perdebatkan? Kalian lihat semua orang sedang memperhatikan kalian, sadar dengan usia, sudah tua masih saja bersikap kanak-kanak, jika kalian ingin berdebat, jangan di hadapanku, paham?!" bentak Sania sambil ikut berdiri.
"Tuan muda, tahan emosi Anda, Anda itu orang yang terhormat dan disegani di kota ini, jangan merusak reputasi Anda hanya karena pria yang tak dikenal." Sekretaris Wen mencoba untuk menenangkan majikannya.
"Kamu ikut saya sekarang." Zan menarik tangan Sania agar mengikutinya.
"Tunggu, dia datang bersama saya, pulang juga harus bersama saya, atas dasar apa Anda ingin membawanya pergi begitu saja?" Fandi menarik tangan Sania yang satunya.
Sekretaris Wen memijit alisnya merasa malu melihat pemandangan seperti ini, semua orang memperhatikan mereka, bagaimana mungkin kedua lelaki ini memperebutkan wanita di depan umum?
"Sebaiknya kau lepaskan tangan dia sekarang, jangan pernah mencoba menyentuhnya sedikit pun, mengerti?" tukas Zan sembari menatap tangan Fandi yang menggenggam pergelangan tangan Sania.
"Lalu kenapa jika saya tidak mau? Sania bukan milikmu, dia berhak memilih siapa pun di antara kita. Jadi, kau tidak berhak melarang siapa pun untuk mendekatinya, sebaiknya kau saja yang lepaskan tangannya, jangan mengganggu kesenangan orang lain," bantah Fandi.
"Kau ingin tahu siapa aku? Aku Zan Munarga, presdir Eternal grup. Dan juga calon suami Sania, paham?!" kata Zan mempertegas.
Sania menaikkan alisnya terkejut, sejak kapan Zan menjadi calon suaminya? Begitu pula Sekretaris Wen, dirinya orang yang paling tak mengerti dengan ucapan Zan, sejak kapan majikannya itu pernah ingin mengakui seorang wanita sebagai calon istrinya?
Sementara Fandi, ia masih terdiam, berpikir sejenak, ia telah berurusan dengan orang yang seharusnya tidak ia provokasi, tetapi karena sudah terlanjur, sebaiknya tuntaskan saja sampai selesai. "Memangnya kenapa kalau calon suami? Baru calon, kan? Belum juga menikah, itu artinya Sania masih berhak memilih siapa lelaki yang tepat untuknya, kuyakin Sania akan memilih dengan bijak," ujarnya masih memprotes.
"Wen, pegang dia," titah Zan.
"Maafkan saya Tuan Fandi, saya harus melakukan ini pada Anda." Lalu Sekretaris Wen mengunci kedua tangan Fandi hingga terlepas dari Sania.
"Zan, kau apa-apaan? Kenapa kau bersikap kasar pada Fandi?" Sania menghempas tangannya hingga terlepas dari genggaman Zan. Namun, Zan tak menyerah, ia lagi-lagi meraih tangan Sania. "Ikut aku jika tidak ingin terjadi sesuatu padanya."
Sania mau tak mau mengikuti perintah itu, mengikuti Zan masuk ke mobil dan meninggalkan cafe tersebut.
Zan membawa Sania ke kontrakan di mana Sania tinggal. "Sebaiknya kamu fokus pada pekerjaanmu selama kerjasama kita berlangsung, saya tidak ingin kamu menemui siapa pun selama proyek yang kamu kerjakan belum selesai, jika saya menemukan kamu kembali bertemu dengan dia, maka saya tidak akan segan-segan membatalkan kerjasama ini dengan alasan bahwa kamu tidak bisa memberikan yang terbaik dan bekerja secara tidak profesional, mengerti?"
"Ya, bersikaplah semaumu, dari dulu hingga sekarang kau benar-benar tidak berubah, egois dan pemarah, itu sebabnya aku juga tidak ingin bertemu denganmu seumur hidup ini, kuharap kita tidak akan bertemu lagi setelah kerjasama ini berakhir." Sania keluar dari mobil dan menghempas pintu begitu saja, masuk ke area perumahan tanpa menoleh ke belakang sekali pun.
Zan memukul stir mobil begitu geram. "Sial, ada apa denganku? Kenapa bersikap begitu bodoh seperti ini?" Sembari mengusap wajahnya menyadarkan diri sendiri, sebagai pria terhormat, seharusnya ia tak melakukan hal bodoh seperti itu.
Keesokan hari. Sania datang ke perusahaan untuk menyerahkan separuh sketsa desainnya, tapi kali ini bukan Sekretaris Wen yang menghadiri rapat ini dengannya, tapi Zan sendiri yang turun tangan langsung.
"Kenapa bukan Sekretaris Wen? Biasanya dia yang rapat bersamaku mengenai kerjasama ini?" tanya Sania, tak suka melihat kehadiran Zan.
Zan diam saja, menatap lurus ke arah Sania dengan lekat dan dalam.
"Maaf." Tiba-tiba saja kata maaf itu terujar dari bibir Zan.
Sania balik menatap Zan sedikit lama, tak berniat untuk bertanya apa maksud kata maaf itu.
"Maaf karena bersikap kasar padamu, maaf sudah membuat keributan dan melibatkanmu," sambungnya lagi. Dan Sania mendengus sinis.
"Jika kamu ingin minta maaf, minta maaflah pada Fandi, dialah orang yang paling dirugikan."
Zan menggeleng. "Aku tidak akan minta maaf padanya."
"Kalau begitu, beritahu dia bahwa kamu bukanlah calon suamiku, kita tidak memiliki hubungan apa pun, jadi jangan pernah mencampuri urusanku, paham?" Sania melototi Zan begitu geram.
"Aku juga tidak akan melakukan itu." Masih dengan santai mengucapkannya.
"Baiklah, lupakan kata maafmu itu, anggap tidak terjadi apa-apa, tapi satu hal yang harus kupertegas lagi padamu. Tolong, jangan mencampuri urusan pribadiku!" Sania mengucapkan itu dengan penuh penekanan.
"Setelah melahirkan Month, apa kamu langsung pindah ke Amerika?"
"Ck, apa urusanmu menanyakan hal itu? Sudah lima tahun, Zan. Month sudah berumur enam tahun, ke mana kau selama ini, pertanyaan ini seharusnya tidak terucap dari mulutmu. Lupakan saja, aku datang tidak untuk menceritakan kehidupanku di masa lalu, aku datang hanya karena pekerjaan, sebagai pemimpin yang profesional, seharusnya kau tahu ke mana arah pembicaraan kita, jangan menyangkut pautkan masalah pribadi dengan pekerjaan, jika memang tidak ingin membahas soal desain ini, lebih baik aku pulang, aku masih ada urusan lain."
"Tunggu." Zan segera meraih tangannya ketika Sania berdiri. Dan Sania pun menoleh.
"Apa kamu ingin bertemu dengan Month?"
"Lalu apakah kamu bersedia mengatakan padanya bahwa aku adalah ibunya?"
Zan terdiam, tidak ada yang bisa ia katakan pada Sania.
Sania menghela napas kasar. "Sebaiknya kamu tawari aku untuk bertemu dengannya setelah kamu memutuskan untuk mengatakan padanya bahwa aku benar ibu kandungnya, ibu yang telah melahirkannya. Permisi." Sania menarik kembali tangannya dan keluar dari ruangan itu, meninggalkan Zan yang masih membeku di tempat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Any Eka
buang ego dan gengsimu itu zan,
2021-10-05
1
Edha Suraeda
suka ceritamu thor,lanjut dong
2021-10-04
1
Nur Aini Tarigan
🥰🥰🥰🥰🥰🥰
2021-10-04
0