Sania bangkit dari tempatnya dan berhadapan mata dengan Zan. "Kau tidak pantas membuatku takut."
Sania menoleh ke samping menatap Sekretaris Wen, lalu merampas kembali surat pengunduran dirinya. "Kuladeni permainan kalian." Lalu ia pergi begitu saja, menyenggol bahu Zan dengan keras hingga pria ini mundur selangkah dari tempatnya.
Zan hanya bisa memejamkan mata mencoba mengendalikan emosi, baru kali ini ada orang yang berani berbuat begitu padanya.
"Tuan muda, Anda membutuhkan sesuatu?" tanya Sekretaris Wen.
Zan menggeleng dan mengatakan, "Tidak." Lalu ia berbalik badan dan pergi begitu saja.
Sekretaris Wen hanya bisa menatap ke arah pintu dengan terheran, jika tidak ada perlu, lantas kenapa jauh-jauh datang ke ruang pertemuan?
"Month, kurasa kita harus bergerak cepat kali ini, bagaimana jika kita datang ke perusahaan Papi dan menyerahkan hasil tes DNA itu?" usul Star tak sabaran.
"Tidak-tidak, kita tidak bisa ke sana, Papa bahkan sangat melarang keras jika aku datang ke perusahaan, identitasku tidak ada yang tahu, bagaimana mungkin kita mencari masalah dengan memperlihatkan jati diri di hadapan banyak orang, aku tidak setuju mengenai hal ini, harus pikirkan cara lain," tolak Month sembari terus menggelengkan kepala.
"Lalu bagaimana caranya agar kita bisa mempertemukan mereka dan membuat mereka berbaikan? Karena jika yang terlihat di depan mata, mereka seperti kucing dan tikus, tidak ada damai sedikit pun." Star semakin berpikir keras.
"bukankah sekolah kita besok mengadakan camping bersama wali murid? Aku akan membujuk Papa untuk ikut, kamu juga harus bisa membujuk Mama agar mau pergi, untuk selanjutnya, kamu pasti tahu apa yang harus kita lakukan pada mereka, aku juga akan memberi tahu pada guru penanggung jawab untuk tidak mengatakan apa pun tentang kemiripan kita, sebaiknya Papa jangan tahu dulu, aku khawatir dia akan merusak rencana kita."
Usai menyusun rencana, mereka pun kembali masuk ke kelas melanjutkan pelajaran.
Malam hari.
"Pa, besok semua murid pergi camping, ini surat izin wali yang harus Papa tandatangani," ujar Month sembari meletakkan surat tersebut di hadapan ayahnya.
Zan yang sedang sibuk bekerja, lantas menandatangani langsung tanpa membacanya terlebih dahulu.
Month tersenyum puas. "Sebaiknya Papa siapkan keperluan camping untuk besok, itu tidak akan mudah pastinya."
"Tunggu." Seketika Zan menatap lekat ke arah Month.
"Maksudnya? Kenapa harus Papa yang menyiapkannya? Kamu tidak lihat Papa sedang sibuk? Minta Paman Wen siapkan untukmu," tolak Zan.
"Tapi yang akan pergi bersamaku itu Papa, tentunya Paman Wen memiliki keterbatasan menyiapkan barang-barang Papa, dia tidak mungkin menyentuh pakaian dalam Papa untuk dimasukkan ke dalam tas, kan? Apa Papa tidak membutuhkan pakaian dalam untuk dibawa? Kurasa itu sangat kotor jika tidak diganti," kata Month dengan santainya.
"Tapi Papa tidak bilang akan ikut camping bersamamu, kau bisa pergi bersama Paman Wen, Papa sibuk." Zan masih saja protes dan menatap lekat anaknya.
"Tapi Papa sudah menandatangani surat persetujuan wali murid, itu artinya Papa setuju untuk ikut, sekarang aku tidak butuh alasan apa pun, menurutlah dengan baik jika tidak ingin aku pergi menemui Mama." Month melambaikan tangan menjauhi Zan, keluar dari ruangan tanpa ada perasaan bersalah sedikit pun.
"Anak ini, bisanya dia mengelabuiku," gumam Zan sambil fokus menatap ke arah pintu dengan pikiran yang kosong.
~~
"Tidak, Mami tidak setuju kau ikut camping, itu sangat berbahaya untuk anak seusiamu, tetaplah dirumah, Mami tidak akan menandatangani surat itu." Sania bertolak pinggang mendengar permintaan anaknya.
"Disana ada banyak guru yang melindungi semua murid, jika masih merasa berbahaya, Mami juga bisa ikut ke sana untuk melindungiku. Ayolah, Mami, aku ingin sekali merasakan bagaimana rasanya saat camping, mau ya?" mohon Star dengan polosnya.
Lagi-lagi hati Sania tak setegar ucapannya, ia tetap saja merasa iba ketika Star memohon dengan wajah memelas seperti itu. "Baik, Mami ikut, tapi hanya untuk satu malam, setelah itu kita pulang."
"Deal." Star mengulurkan tangan untuk berjabat tangan perjanjian pada ibunya. Sania membalas dengan jabatan pula, sembari berkata, "Deal."
Keesokan pagi, wajah Zan semakin terlihat menyeramkan, ketika sesuatu yang tidak ia inginkan terjadi dalam kehidupannya, maka jangan pernah berharap wajahnya baik-baik saja, benar-benar tidak ada secercah harapan sedikit pun untuk melihat pria itu tersenyum.
"Tuan muda, mobil sudah siap, saya akan mengantar Anda ke sekolah," ujar Sekretaris Wen menundukkan kepala.
"Ada apa dengan kalimatmu itu? Telingaku mengatakan bahwa kau sedang mengejekku." Tatapan tajam Zan tersirat ke arah Sekretaris Wen.
Ia segera menggeleng cepat. "Tidak, Tuan muda, saya tidak berani."
Zan beranjak, masih dengan wajah yang tak sedap, sementara Month mengikutinya dari belakang, Sekretaris Wen tampak keheranan melihat wajah Month yang selalu tersenyum simpul menatap ayahnya.
"Papa tidak suka?" tanya Month tiba-tiba.
"Papa suka, sangat suka." Zan memaksakan diri untuk tersenyum.
"Pa, kapan aku bisa bertemu nenek dan kakek? Mereka sampai sekarang belum kenal aku yang sebagai cucunya, Papa tidak ingin mereka tahu keberadaanku?" Pertanyaan yang tak pernah keluar dari mulut Month, kini akhirnya melesat juga, membuat Zan sendiri bingung harus menjawab apa, pernikahannya dengan Sania dulu bahkan tidak pernah ia ceritakan terhadap siapa pun, hanya Sekretaris Wen dan Kayra yang mengetahuinya.
"Kau tahu dari mana tentang kakek dan nenek?"
"Aku sudah besar, tidak sulit untuk mengetahuinya, Papa lupa dengan perbekalan ilmu yang kupelajari selama ini?" Month mendongak menatap ayahnya.
Zan mengangguk mengerti. "Nanti, tapi belum sekarang, lebih baik mereka jangan tahu, itu tidak baik untukmu." Zan sudah mempertimbangkannya sejak dulu, jika orang tuanya tahu mengenai Month, ia pasti tidak akan diperbolehkan untuk mendidik anaknya, mereka pasti mengambil alih Month darinya, ia sangat paham tentang bagaimana didikan orang tuanya yang terlalu lembut, ia tidak ingin Month hidup dalam naungan siapa pun.
Tiba di depan sekolah, semua yang ikut serta dalam camping memandang ke arah mobil Zan yang baru tiba, sedikit terperangah ternyata ada anak bangsawan yang bersekolah di sana.
Sania adalah orang yang paling terkejut melihat wajah Zan muncul dari mobil. "*Mengapa pria itu juga ikut-ikutan? Bukankah dia pria yang sibuk? Dan kenapa aku baru tahu bahwa Month juga sekolah di sini*?" batinnya.
Sania menyembunyikan Star di belakangnya, agar Zan tidak melihat keberadaan anak itu, Star sendiri mengerti dan segera memakai topeng mainannya.
"Mami tidak perlu khawatir," ucap Star sembari keluar dan memegangi tangan Sania.
Zan menatap lekat ke arah Sania, lalu berpindah menatap Star, raut wajahnya terlihat begitu penasaran dan melangkah pelan menghampiri.
"Ternyata kita bertemu lagi, apa kamu sengaja membuntuti saya? Sampai menyekolahkan anakmu di sini bersama Month? Ck, kamu harus ingat, Month bukanlah anak yang selevel dengan anakmu, mereka tidak akan bersatu seperti rencanamu." Zan menyunggingkan bibir tersenyum sinis, begitu dalam hingga menusuk ke netra Sania.
"Kenapa Papi bicara seperti itu pada Mami? Mami pasti terluka mendengar kata-katanya." Star merasa iba melihat ibunya diperlakukan tidak baik oleh ayah kandungnya sendiri, akankah dia membuka jati dirinya detik itu juga?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Marhaban ya Nur17
y krn pengen ketemu ama eks istrinya pk wen
2022-06-18
0
auzi
ni kpn ni up ya.
gak mcm crta bpk ya sma ma2
2021-09-26
0
Citra Ayu
Top dech, 🥰🥰🥰🥰🥰
2021-09-26
0