Star menyusuri kamar tersebut, membuka lemari pakaian, sepatu, dan tempat lainnya.
"Kamarnya luas sekali, pakaian dan juga barang lainnya begitu banyak, juga tidak terlihat barang murah, semuanya memiliki merk dari brand ternama, sekaya apa paman itu sebenarnya?" gumam Star merasa takjub dengan apa yang dia lihat.
Lalu matanya tertuju ke sebuah meja nakas yang ada di samping tempat tidur, ia melihat sebuah foto, foto anak yang sangat mirip dengan wajahnya.
Foto tersebut ia raih dan memperhatikannya dengan sesama. "Dia sangat mirip denganku, tapi ekspresinya terlihat lebih datar, apa karena itu ayahnya mengira bahwa aku adalah dia? Lalu ke mana dia pergi? Seharusnya yang ada di sini bukan aku, tapi dia. Apakah dia tersesat?" gumamnya sembari mengusap foto tersebut.
"Aku harus menelepon Mami." Star buru-buru membuka ponselnya dan mencari nomor Sania.
Sania yang sedang mengawasi Month dari kejauhan, tiba-tiba terkejut saat ponselnya berdering. "Anak ini bikin aku kaget saja." Ia pun menerima panggilan tersebut.
"Star, Sayang. Kamu di mana sekarang? Apa kamu baik-baik saja?" tanya Sania.
"Aku baik-baik saja. Mami ada di mana? Apa yang harus kulakukan? Sampai saat ini aku masih berpura-pura jadi anaknya, aku tidak bisa bertahan lebih lama lagi, Paman itu terlalu kaku, aku tidak nyaman," sahut Star dari seberang telepon.
"Zara, lihat, itu bukannya Zan Munarga? Apa ini rumahnya? Anak itu tahu alamat rumahnya, tidak heran dia berani pulang sendiri," tegur Dinda yang berhasil mengalihkan fokus Sania dari Star.
"Benar, lalu apa menurutmu Star ada di dalam?" tanya Sania.
"Bukankah kau sedang bicara dengan Star? Tanyakan saja padanya."
Sania mengangguk pelan dan kembali bicara pada anaknya. "Star, beritahu Mami keberadaanmu sekarang. Apa kau dibawa ke rumah pria itu?"
"Benar Mami, sekarang aku ada di kamar milik anaknya paman itu, paman itu benar-benar salah mengenali anaknya," jawab Star.
"Star, dengarkan Mami, kau kaburlah sekarang, terserah mau lewat mana asal tidak ketahuan, Mami dan Tante Dinda menunggu di tempat yang tidak jauh dari rumah itu, jika kau berhasil keluar, carilah mobil warna merah dan masuk, Mami ada di dalam mobil, maafkan Mami karena tidak bisa masuk dan membantumu. Ingat, kau anak yang pintar, gunakan otakmu untuk berpikir agar bisa kabur, Mami percaya kau pasti bisa, jangan sampai kau ketahuan, oke?" Sania sedikit gugup sebanarnya, takut Star ketahuan dan identitas mereka terbongkar, ia tidak ingin Zan lagi-lagi merampas anaknya.
"Baiklah, Mami. Akan kucoba, Mami jangan matikan telepon, agar aku bisa tetap mendengar suara Mami dari sini," ujar Star sambil menatap ke sekeliling, memikirkan bagaimana ia bisa kabur dari rumah itu.
Hanya ada satu jendela. Kamarnya berada di lantai dua, bagaimana mungkin ia bisa kebur lewat jendela? Mau terjun pun tidak mungkin, bisa-bisa kakinya patah saat tiba di bawah.
Star pun diam-diam keluar dari kamar, mencari ruang dapur tempat para pelayan memasak. Saat ia menemukannya, terlihat beberapa pelayan yang sedang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. "Halo, permisi," sapa Star.
Mereka semua menoleh dan menatap Star keheranan, sejak kapan tuan muda mereka begitu ramah? Apalagi sampai mau masuk ke ruang dapur, selama ini tuan muda yang mereka kenal tidak pernah menyapa siapa pun di rumah ini. Lantas ada apa sekarang?
"Kalian kenapa diam saja? Dan masih menatapku begitu heran, apakah tidak terbiasa?" Star tahu, mungkin sikapnya sekarang tidak mencerminkan keseharian anak yang mirip dengannya, tapi ia juga tidak bisa bersikap seperti orang lain, dia adalah dia, takkan menjadi orang lain.
"Salam, Tuan muda. Ada yang bisa kami bantu?" tanya Pak Gun sembari membungkuk hormat, diikuti oleh para pelayan lain, membuat Star merasa tidak enak hati, sikap hormat pada orang tua selalu ia tanamkan dari kecil, sesuai dengan ajaran ibunya, tapi sekarang malah sebaliknya, tentu saja hal itu membuatnya tak nyaman.
"Em, itu. Kalian tidak perlu sungkan, aku hanya ingin melihat-lihat saja. Oh iya, Paman, apa di sini ada pintu keluar? Aku ingin jalan-jalan sebentar." Star tersenyum sambil menutupi rasa gugupnya, di seberang telepon, Sania juga masih mendengarkan obrolan mereka.
"Ada, Tuan muda kecil, tapi kenapa harus lewat sini? Bukankah Anda bisa lewat pintu depan?" tanya Pak Gun.
"Aku hanya ingin merasakan hal baru saja, Paman."
Lagi-lagi Star memanggil Pak Gun sebagai paman, mengingat usia Pak Gun sekarang, rasanya tidak pantas lagi dipanggil paman oleh anak sekecil Star.
"Baiklah, mari saya antar, Tuan kecil." Pak Gun mempersilahkan dengan membungkkukkan badan.
"Tak kusangka, semudah itu ternyata bisa keluar dari rumah ini. Hehe." Star tertawa licik sambil memegang mulut mungilnya dengan tangan.
"Heh, jangan senang dulu, kau belum masuk ke mobil, jangan mengambil persepsi lebih awal, berhati-hatilah, anak yang sebenarnya sudah pulang," tegur Sania dari seberang telepon, meski Star juga termasuk anak yang sebenarnya, tapi tetap saja mereka tidak tahu mengenai hal itu.
Di sisi lain, Zan terkejut melihat anaknya Month yang tiba-tiba berada di hadapannya. "Kenapa kau ada di sini? Papa sudah katakan padamu untuk tidak keluar dari kamar selama kau belum menyadari kesalahanmu," tukas Zan dengan alis yang mengernyit.
Month hanya menatap ayahnya dengan raut wajah yang datar tanpa ekspresi apa pun, sama sekali tak berniat untuk menjawab ucapan ayahnya.
"Mm, Tuan muda kecil, Apa Anda butuh sesuatu? Paman akan berikan padamu, katakan saja." Sekretaris Wen ikut menimpali.
"Tidak butuh, aku akan masuk," jawab Month tak peduli.
"Apa Papa memintamu untuk masuk? Kemari," panggil Zan tiba-tiba di saat anaknya telah melangkah pergi, panggilan dari Zan sama sekali tak digubris oleh Month. Ia hanya bergumam pelan yang tentunya dapat didengar oleh mereka. "Beritahu di mana ibuku dan aku akan akan menurut." Lalu ia pergi begitu saja, meninggalkan mereka berdua yang terdiam seribu bahasa.
"Tuan muda, apakah baik membiarkan Tuan kecil terus mengharapkan seorang ibu? Kenapa Anda tidak mencoba memberikan kesempatan untuk Tuan kecil bertemu dengan ibu kandungnya, bukankah Nona Sania sekarang ada di negara ini?" Sekretaris Wen mencoba untuk memberi pendapat, tapi bukannya disetujui, ia malah mendapat tatapan tajam dari majikannya.
"Fokus pada pekerjaanmu saja, jangan pernah campuri masalah pribadiku, Month tidak boleh bertemu ibunya, dia tidak akan menjadi setegar itu lagi, seorang wanita hanya bisa memanjakan anak, aku tidak mau itu terjadi pada anakku, kau paham?" ujar Zan memperjelas.
"Paham, Tuan muda. Maafkan saya yang sudah lancang." Sekretaris Wen menundukkan kepala.
Duh, sampai kapan sih mereka pergi dari sana? Kakiku sudah kram menunggu di sini. Batin Star sambil terus mengawasi Zan dan Sekretaris Wen dari balik tembok, ada mereka di sana, ia pun pastinya tidak bisa keluar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Mazree Gati
berarti sania tolol masa ga bisa bujuk anaknya
2025-02-27
0
Any Eka
brarti mont sedang merindukan ibunya,
2021-09-13
1
auzi
kan zan tau klau ank yg sma sania jgn ank ya.
thor bkn zan ska sma sania
2021-09-13
1