"Star, kamu dari mana saja? Kamu tahu betapa Mami mengkhawatirkanmu? Kamu tidak memikirkan perasaan Mami? Mami kan sudah bilang, jangan keluar rumah tanpa izin dari Mami, kamu lupa dengan perjanjian kita?" Sania menegur dengan suara yang sedikit lantang, kini ia benar-benar harus tegas, jika tidak, maka Star bisa saja tidak akan mendengarkannya lagi.
"Mami, maafkan aku, aku berjanji tidak akan melakukannya lagi," ucap Star dengan wajah yang memelas, sembari meraih tangan Sania dan menciumnya dengan lembut.
Melihat wajah Star yang tampak sedih, membuat Sania tak tega. "Kamu tahu Mami sangat takut kehilanganmu? Mami melakukan ini karena Mami tidak ingin terjadi sesuatu padamu, kamu paham, kan?" Sania memegangi kedua belah pipi Star yang halus.
"Iya, Mami. Maafkan aku, tidak akan ada kedua kalinya, aku janji. Mami jangan marah, ya," mohon Star.
"Ya sudah, Mami akan maafkan jika kamu mengatakan dari mana kamu pergi dan bersama siapa?" ujar Sania dengan raut wajah yang menuntut.
"Mami ... aku sudah tahu bahwa sebenarnya aku memiliki saudara kembar. Dan pasti Mami juga sudah tahu mengenai hal ini karena Mami yang melahirkan kami, tapi kenapa Mami tidak pernah cerita padaku? Kenapa Mami tidak pernah mau menceritakan tentang Papi dan saudara kembarku itu? Apa Mami tidak merasa kesepian hanya tinggal berdua denganku?" ujar Star penuh tanda tanya.
Sania menelan saliva begitu berat, terdiam kaku di tempatnya, bagaimana bisa Star tahu tentang dirinya yang memiliki saudara kembar?
Tok tok tok!
Belum sempat Sania mengondisikan ekspresinya, sebuah ketukan pintu kembali membuatnya tersadar.
"Mami belum selesai bicara padamu, tunggu di sini, Mami akan keluar sebentar," ujarnya lalu meninggalkan Star untuk membuka pintu.
Saat pintu menganga lebar, Sania seakan merasa bahwa jantungnya berhenti berdetak, melihat wajah pria yang paling tak ingin ia temui dan wajah anak yang paling ia rindui, tepat berada di hadapannya.
"K-kalian, untuk apa datang ke sini?" Kaki Sania gemetar hingga terasa sulit untuk berdiri dengan seimbang.
"Apa aku dan Papa boleh masuk?" tanya Month sembari mendongak menatap ibunya.
Sania menunduk memandang wajah Month dengan mata berkaca-kaca, ini kali pertama anaknya itu meminta sebuah permintaan, tapi apa yang harus ia jawab? Ia tidak mungkin membiarkan Zan mengetahui keberadaan Star di dalam, wajah mereka sangat mirip, mustahil Zan tidak mengenali anaknya.
Sania tersenyum kurang sedap, sembari berjongkok di hadapan Month. "Em ... kamu bukankah pria kecil yang kutemui di bandara saat itu? Siapa namamu? Dan, kamu ke sini untuk apa?"
"Apa aku tidak boleh ke sini?" tanya Month dengan wajah datar.
"B-bukan, bukan seperti itu, jika kamu datang ke sini ingin bermain dengan Bibi, kamu tidak perlu membawa ayahmu ke sini," ucap Sania merasa tak enak pada anaknya.
"Apa Papa pernah menyakitimu?"
Sania menelan saliva terasa berat, ia melirik ke arah Zan yang saat ini seakan tak peduli dengan pembicaraan mereka. Lalu kembali berpindah menatap Month dan tersenyum hangat. "Bibi dan ayahmu tidak saling kenal, jadi kamu tenang saja, dia tidak pernah menyakitiku."
Seketika Zan menatap Sania tajam, entah kenapa dia merasa begitu marah ketika Sania mengatakan bahwa mereka tidak saling kenal.
"Mami, apa aku boleh keluar untuk melihat?" Dari dalam, Star yang begitu penasaran pun berteriak memanggil.
Zan lagi-lagi terkesiap, ia refleks mengedarkan pandangan ke arah kamar Sania. "Suara itu? Kenapa terdengar familiar?"
"Siapa di dalam?" tanya Zan tak menunggu waktu lama.
"Anda tidak perlu tahu." Sania langsung berdiri demi mencegah Zan agar tidak masuk.
"Sekarang sudah malam, tidak baik membawa anak sekecil dia keluar, jadi pulanglah," lanjut Sania.
"Kamu belum menjawab pertanyaan saya, anak siapa di dalam? Lebih baik jangan mencoba untuk berbohong, kamu tahu apa akibatnya ketika kamu berniat membohongi saya?" tegas Zan.
"Dia anakku, puas?" Sania semakin kesal dibuat pria itu, bisanya hanya bisa mengancam dan memerintah.
"Siapa ayahnya?"
Seketika Sania terkekeh geli. "Tuan muda yang terhormat, Anda siapa? Kenapa harus begitu penasaran tentang siapa ayah dari anak itu? Saya mau punya anak dengan siapa pun itu terserah saya, Anda tidak perlu bertanya apa pun lagi, yang jelas dia bukan anak Anda."
Zan mengepalkan tangan mencoba menahan diri. "Month, pulang sekarang, dia bukan siapa-siapa, tidak perlu datang ke sini."
Seketika Sania merasa aliran darahnya berdesir hebat ketika Zan mengatakan bahwa dirinya bukan siapa-siapa, jelas-jelas dia adalah wanita yang telah melahirkan anaknya, tapi ... ingin menyangkal pun ia tidak mampu, memang pada dasarnya, perjanjian kontrak telah disepakati, ia tidak boleh mengaku pada Month bahwa ia adalah ibu kandungnya.
Saat Sekretaris Wen ingin menggendong Month, seketika Month memberontak dan berteriak. "Papa, aku tidak mau pulang, aku ingin disini bersama Mama!"
Sania seketika terbelalak kaget, mama? Kenapa Month bisa menyebutnya seperti itu?
Sementara Zan yang tadinya berbalik badan ingin pulang, seketika kembali menoleh pada anaknya. "Kamu bilang apa tadi?" tatapan mata Zan menajam, Month terdiam.
"Jawab Papa, kamu panggil apa dia tadi?" Zan mendekat, membuat anaknya mundur mendekati Sania.
"Dia ibuku, aku tidak ingin pulang!" teriak Month.
Zan menggertakkan gigi merasa geram. "Wen, paksa dia pulang."
Sekretaris Wen pun memaksa menggendong Month meski anak itu menolak dan berteriak, Month yang biasanya selalu menghemat suara, kini malah benar-benar tak menahan diri untuk berteriak sesukanya.
Akhirnya Wen berhasil membawa Month pergi dari sana, saat itu pula para tetangga Sania keluar untuk melihat keributan apa lagi yang terjadi.
"Kalian lagi? Sekarang kenapa? Sania, lebih baik ikut saja bersama suamimu, kamu tidak kasihan pada kami yang istirahatnya jadi terganggu karena keributan kalian?" tegur salah satu dari mereka.
"Maaf, Bu. Kami tidak akan melakukannya lagi, kalian bisa kembali istirahat, kami tidak akan mengganggu. Maaf sekali lagi." Sania terus menunduk meminta maaf.
Setelah mereka semua kembali ke kamar masing-masing, Sania juga menutup pintu kamarnya dan menarik pergelangan tangan Zan untuk keluar dari perumahan itu.
"Kamu pulang sekarang, jangan ganggu aku lagi!" Sania menghempas tangan Zan meminta agar pria itu segera pergi dari tempatnya.
"Katakan pada saya sekarang, apa kamu yang sudah mengatakan sesuatu pada Month?" tatap tajam Zan pada Sania.
"Katakan apa? Aku tidak pernah mengatakan apa-apa padanya." Sania menolak tuduhan Zan.
"Lalu kenapa dia bisa memanggilmu seperti itu jika bukan karena dia tahu sesuatu? Siapa lagi yang akan memberitahukan dia jika bukan kamu? Kamu masih belum rela berpisah dariku, kan? Lantas kamu ingin dia mengetahui siapa ibunya agar kamu bisa kembali padaku, begitu? Kamu merendahkan dirimu dengan cara seperti ini?" Zan menyeringai.
Plak!
"Tutup mulutmu, pria kotor!" Tangan Sania melayang begitu saja dan mendarat keras pada wajah lelaki di hadapannya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Marhaban ya Nur17
plak plak plak seharusnya 🤔 jangan plak doank
2022-06-18
0
Citra Kamila
seru..karena ke egoisan orang tua anak yg jadi korban nya
2022-01-07
1
Any Eka
lanjut
2021-09-22
0