"Nona, Nona Sania, Tunggu!" Sekretaris Wen berjalan cepat mengejar Sania yang hampir melewati pintu keluar.
Semua karyawan yang melihat Sekretaris Wen buru-buru hanya untuk seorang wanita, tampak memasang wajah terheran-heran, di kota ini siapa yang bisa membuat Seorang Sekretaris Wen tergesa-gesa? Semuanya mengitari pandangan ingin mencari tahu siapa yang akan dihampiri oleh sekretaris bos mereka.
"Nona Sania, tunggu." Sambil terus melangkah lebar mengejar.
Sania menoleh ke belakang saat mendengar namanya dipanggil, saat matanya tertuju pada Sekretaris Wen, ia pun kembali menyembunyikan wajahnya dan berlari, sebisa mungkin harus menghindari seseorang yang bersangkutan dengan pria yang dibencinya.
Melihat Sania yang berlari menghindar, Sekretaris Wen tidak bisa untuk tidak ikut berlari, kalau tidak, ia tidak mampu membayangkan resikonya ketika harus menghadapi majikannya nanti.
Baru saja Sania. ingin menyebrang jalan, tapi lagi-lagi ia gagal melarikan diri, gerakan Sekretaris Wen yang cekatan, berhasil menarik tangannya. "Aakh, sakit." Sania merintih kesakitan.
"Maaf, Nona. Jika Anda tidak melarikan diri, saya juga tidak perlu melakukan ini pada Anda." Sekretaris Wen segera melepas tangan Sania, seumur hidup ini, mungkin hanya Sanialah wanita yang pernah ia sentuh.
"Bisa-bisanya perusahaan ini memiliki orang yang sangat tidak sopan, Anda tahu apa yang Anda lakukan barusan? Itu bisa saja membahayakan nyawa saya. Saya sarankan pada Anda, jika Anda tidak tahu mengenai kesehatan seseorang, lebih baik jaga perlakuan Anda, tidak semua orang suka disentuh sekalipun Anda memiliki wajah tampan, mengerti?!" bentak Sania dengan wajah yang berapi-api.
"Saya hanya ingin menjalankan perintah, Nona. Tolong jangan mempersulit, silakan ikut saya, beliau ingin bertemu Anda," ujar Sekretaris Wen sopan.
"Ck, kamu pikir aku yang sekarang sama dengan aku yang dulu? Yang mudah ditindas dan menurut begitu saja? Cih, sampai kapan pun, aku tidak akan mengulangi sikapku yang bodoh itu, siapa pun bosmu sekarang, katakan padanya, aku tidak ingin bertemu, permisi." Sania berbalik badan meninggalkan Sekretaris Wen dengan amarah yang menggelora.
Memang dapat diakui, sikapnya yang sekarang dan yang dulu, sungguh sangat berbeda, kini ia berubah menjadi lebih berani dan melawan, tapi hal itu tak membuat Sekretaris Wen menyerah, ia kembali mengejar Sania dan tiba-tiba menggendong tubuh wanita itu di depan umum, menggendong dengan posisi Sania berada di atas pundaknya.
Sania memekik tak percaya, untung saja ia menggunakan celana panjang, jika tidak, Sekretaris Wen sudah pasti berhasil menyentuh kulit kakinya.
"Brengsek, lepaskan aku!" pekik Sania sambil memukul pundak Sekretaris Wen sekeras mungkin.
Tentu saja hal itu membuat semua orang lagi-lagi tak percaya ketika melihat Sekretaris Wen masuk dengan menggendong seorang wanita, terlebih wanita yang ia gendang terus memberontak dan berteriak, membuat pemandangan itu lebih terfokus seperti sebuah penculikan.
"Sstt, ada yang tahu siapa wanita itu? Sejak kapan Sekretaris Wen begitu terobsesi pada seorang wanita? Ini di perusahaan, lho. Kukira pria itu tidak normal, ternyata ia bisa tertarik juga dengan wanita." Lalu mereka terkekeh, tentu saja yang menggibahi Sekretaris Wen adalah karyawan lelaki, jika karyawan wanita, mereka lebih tidak terima melihat pemandangan itu, sosok Sekretaris Wen di perusahaan, adalah seorang idola yang menjanjikan bagi para wanita di sana, tapi sayangnya satu di antara mereka tidak ada yang pernah dilirik oleh Sekretaris Wen.
Tidak peduli bagaimana Sania mencoba melepaskan diri, Sekretaris Wen tetap diam sampai mereka tiba di dalam ruang meeting tempat tadi Sania mempresentasikan karyanya.
"Kau mau apa?" Sania segera menjauhkan diri dari pria itu.
Sekretaris Wen mengerutkan alisnya melihat Sania yang tiba-tiba menjauh. "Apa dia berpikir aku ingin melakukan hal bodoh padanya?"
"Anda tunggulah di sini, sebaiknya jangan berpikir untuk kabur." Lalu ia pergi dan mengunci pintu membiarkan Sania sendiri di dalam sana.
"Hei, jangan kunci pintunya, biarkan aku keluar!" teriak Sania sembari mengetuk pintu dengan kasar.
Setelah putus asa berteriak dan tak mendapat jawaban sama sekali, ia pun menyenderkan punggung di daun pintu. Sesekali memijit alisnya frustasi. "Apa lagi yang dia inginkan?" gumam Sania.
Tak lama kemudian tiba-tiba pintu dibuka begitu saja membuat Sania tersungkur di lantai. "Akh, apa tidak bisa pelan sedikit buka pintunya?" gerutu Sania kesal. Saat ia hendak bangun, sepasang sepatu formal berbahan kulit tepat berada di depan mata, Sania mendongak untuk melihat siapa gerangan pemilik sepatu tersebut. Ya, tepat sekali, mata mereka akhirnya kembali saling menatap, kali ini terlihat sama-sama dingin.
Sania segera bangun dan menjauh. "Untuk apa kamu membawaku ke sini?" tanya Sania waspada.
Zan masih diam, melangkah beberapa kali mendekati wanita di hadapannya ini, Sania ikut mundur ketakutan hingga punggungnya menenmpel di tembok ruangan. Zan menempelkan telapak tangannya di dinding dan sedikit membungkuk mensejajarkan wajahnya dengan wajah Sania.
Jantung Sania seakan ingin lepas dari tempatnya, tatapan itu ... kenapa sampai sekarang masih sedingin dulu? Sania kembali teringat kejadian 6 tahun lalu saat pertama kali mereka bertemu, sedikit kelembutan pun tidak terlihat dari matanya, Zan adalah pria paling datar yang pernah ditemui Sania, entah kenapa takdir malah menentukan dirinya menikah dengan pria itu.
"Pergi sana, jangan mendekatiku!" Ia akhirnya tak tahan lagi dan mendorong tubuh Zan sekuat yang ia bisa, tapi tubuh Zan yang kekar itu, hanya dapat mundur dua langkah dari Nia.
"Kau mau apa lagi? Aku tidak ingin memiliki hubungan apa pun lagi denganmu, jadi tolong, jangan ganggu aku lagi!" teriak Sania dengan mata yang mulai berkaca-kaca, di sana hanya ada mereka berdua, tidak ada yang bisa mendengar suaranya karena ruangan itu diberi sistem kedap suara, Sania takut dirinya akan dianiaya tanpa ada yang bisa menolong.
Mendengar kalimat Nia, Zan pun terkekeh geli. "Tidak ingin berhubungan lagi kah? Sungguh? Kamu yakin dengan ucapanmu itu?" Zan menyeringai dan kembali mendekati Nia.
"Lalu kenapa masih datang ke sini jika tidak ingin berhubungan lagi? Kamu sengaja datang ke sini untuk mencari informasi tentang anak saya, kan?" Zan menatap Sania dengan penuh penekanan.
"Eh, Pak. Kamu jangan lupa, dia bukan hanya anakmu, dia anakku juga. Dan tuduhanmu itu tidak berdasar, siapa juga yang mau cari-cari informasi? lebih baik kamu fokus pada pekerjaanmu dan jangan ganggu aku," ucap Sania membela diri.
"Lalu jika tidak, apa kamu bermaksud untuk menggoda saya, begitu? Kamu ingin membuat saya tergoda agar kamu bisa memanfaatkan saya, benar?" Zan pun semakin tak memberi Nia kesempatan untuk berpikir.
"Pria ini, bagaimana mungkin dia bisa berpikiran seperti itu, siapa juga yang mau menggoda pria sepertinya?" batin Sania.
"Baiklah, jika kamu memang ingin menggoda saya, anggap saja kamu berhasil, lakukanlah apa yang ingin kamu lakukan."
"Apa? Apalagi yang ingin dia lakukan?" Melihat Zan membuka kancing jasnya, Sania buru-buru mencegah. "Stop, apa yang ingin kamu lakukan?" teriak Sania sambil melotot penuh curiga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Aidul Putra
sorry to say..... TERLALU LEMBEK KARAKTER WANITA NY....... jika dgn dalih membalas dengan gaya ELEGAN TP TDK SELEMBEK ITU JUGA..... CAPEK DEH.....
2024-12-19
0
Mazree Gati
tendang kontolnya sania biar kapok zan
2025-02-27
0
Mazree Gati
wen terlalu patuh jadi anjing
2025-02-27
0