9 bulan kemudian.
"Tuan muda, Nona Sania tidak lama lagi akan melahirkan, meski Anda tidak pernah datang mengunjunginya sekali pun, tapi apa Anda juga tidak ingin memeriksakan anak di dalam kandungannya? Anda tidak ingin mengetahui bagaimana kondisi anak Anda di dalam perutnya? menurut artikel yang saya baca dari komunitas perdokteran dan kebidanan, Pemeriksaan USG bagi wanita hamil itu sangat penting," Sekretaris Wen memberanikan diri untuk ke sekian kalinya mengatakan hal tersebut, meski itu bukan ranah yang harus ia urusi, tapi ia juga tidak tega melihat Sania harus dikurung tanpa bisa keluar selama masa mengandung.
"Wen, silahkan angkat kakimu dari sini jika kau benar-benar tak ingin lagi bekerja denganku," hanya itu yang dijawab oleh tuan mudanya.
"Maaf, Tuan muda." Sekretaris Wen mundur dua langkah dan menunduk, tidak berani melawan ucapan sang majikan.
Tak berapa lama, ponsel milik Sekretaris Wen bergetar, ia dengan cepat memeriksanya. Wajahnya tampak panik. "Tuan muda, saya mendapat laporan dari pengurus Nona muda bahwa Nona sepertinya akan melahirkan, kita harus membawanya ke rumah sakit agar segera ditangani," ujar Sekretaris Wen sedikit cemas. Namun, bukannya ikut cemas dan khawatir, sang majikan malah mengangkat alis menatapnya.
"Kita? Kau saja, aku akan menyusul setelah anak itu lahir, aku tidak ingin membuang waktuku menemaninya." Masih begitu fokus dengan berkas dan pulpennya.
"Baik, Tuan muda. Saya pergi dulu, ada apa-apa, silahkan hubungi saya, saya permisi." Tidak banyak yang bisa dikatakan oleh Sekretaris Wen, mengingat tempramen tuan mudanya yang sangat buruk, hanya bisa mengiyakan apa pun yang diperintahkan untuknya.
Setelah tiba di kediaman Sania, ia segera masuk dan melihat Sania terkulai lemah di atas tempat tidur. "Apa yang terjadi padanya?"
"Saya tidak tahu, Tuan. Sepertinya Nona sudah menahan rasa sakitnya sejak tadi malam, dari tadi saya perhatikan, dia selalu memegangi perutnya dan meringis, sebab itu saya rasa dia benar-benar ingin melahirkan, sampai sekarang dia bahkan menolak untuk berbicara, bahkan saat saya bertanya pun, dia tidak ingin menjawabnya." Wanita yang mengurus keperluan Sania sehari-hari, ikut panik melihat majikannya yang terlihat begitu lemah.
"Nona muda, apakah Anda bisa berjalan? Kita ke rumah sakit bertemu dokter, ya." Dalam situasi genting dan panik seperti itu, sisi lembut dari sekretaris Wen pun tak dapat dielakkan, siapa pun tidak akan ada yang percaya bahwa dia bisa berkata sehangat itu. Namun, tak peduli bagaimana lembutnya pria itu, Sania sama sekali tak berniat untuk menjawab.
Sekretaris Wen menghela napas dalam lalu berkata, "Maafkan saya, Nona. Saya terpaksa melakukan ini." Setelah itu ia pun menggendong tubuh Sania keluar dan melarikannya ke rumah sakit.
"Tuan, kondisi pasien terlalu lemah, kami tidak bisa mengambil risiko besar untuk membuatnya melahirkan normal, jalan satu-satunya hanya bisa melakukan operasi agar bisa menjamin keselamatan ibu dan bayinya, apa Anda adalah walinya? Silakan tanda tangan di sini jika Anda setuju untuk melakukan operasi pada pasien." Perawat datang menghampiri Sekretaris Wen dengan membawa sebuah berkas persetujuan operasi.
Awalnya Sekretaris Wen ragu, tetapi ia hanya bisa memberanikan diri dan menandatangani persetujuan itu, jika menghubungi tuan mudanya, itu hanya akan percuma, pasti tidak akan ditanggapi.
"Baik, terimakasih, Tuan. Anda bisa menunggu di depan ruang operasi, dokter akan melakukan yang terbaik." Perawat itu pun masuk ke ruangan di mana Sania berada, sebelum Sania dibawa ke ruang operasi, dokter melakukan pemeriksa sekaligus melakukan USG, demi untuk memastikan bayi di dalam perut Sania baik-baik saja.
"Bayinya kembar, Dok?" Si perawat langsung bertanya ketika ia melihat gambaran bayi di dalam perut Sania.
Dokter mengangguk dan berkata, "Iya, bayinya kembar."
Sania yang tak menyangka anak yang ia kandung ternyata bayi kembar, seketika tersenyum senang, meskipun terlihat begitu lemah. "Dokter, saya mohon untuk tidak katakan pada siapa pun mengenai bayi kembar ini, nanti setelah mereka lahir, katakan saja pada pria di luar itu bahwa bayinya hanya satu, Anda bisa berikan satu anak itu padanya. Dan yang satunya, biar saya yang merawat, tapi tolong sekali lagi, jangan katakan pada siapa pun mengenai anak kembar saya, bolehkan, Dok?" pinta Sania dengan sangat-sangat memohon.
"Memangnya kenapa anak Anda harus diberikan pada orang lain?" tanya si dokter.
"Sudah terikat perjanjian, Dokter. Bahwa anak yang lahir ini, harus diberikan pada ayahnya, saya tidak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa menurut tanpa membantah, ayah dari anak ini mungkin akan datang setelah anaknya lahir, jadi saya memohon pada Anda untuk sembunyikan salah satu anak saya selama mereka masih di sini, cukup berikan satu pada mereka, Anda bisa, kan?"
Dokter pun mengangguk mengerti. "Saya tidak masalah, soal ini gampang, tapi itu artinya, riwayat kelahiran anak Anda yang satunya, tidak dicantumkan pada riwayat bersalin Anda, apa Anda tidak masalah soal itu?"
"Tidak masalah, Dokter. Memang itu yang saya inginkan, sebisa mungkin mereka tidak akan pernah menemukan informasi apa pun tentang anak kembar saya."
Setelah melakukan kesepakatan, akhirnya Sania pun dibawa ke ruang operasi.
Setelah semuanya berjalan lancar, Sania dipindahkan ke ruang rawat biasa.
"Tuan muda, bayi Anda telah lahir, sesuai dengan keinginan Anda, ia berjenis kelamin laki-laki." Sekretaris Wen sebagai bawahan yang setia dan siap siaga, tentunya harus melapor setiap saat, sesuai yang diinginkan oleh majikannya.
"Kau sungguh menginginkan aku menyetir mobil sendiri, hm? Lalu apa gunanya mempekerjakanmu?" Terdengar suara majikannya yang begitu dingin dan sinis.
"M-maaf, Tuan muda. Saya tidak bermaksud. Saya akan menjemput Anda sekarang." Sekretaris Wen segera menyimpan ponselnya buru-buru keluar dari rumah sakit.
Setelah luntang lantung ke sana ke mari, akhirnya Sekretaris Wen berhasil membawa sang majikan tiba di rumah sakit, ia segera masuk ke ruangan di mana Sania berada.
Sania kini hanya bisa berbaring di atas ranjang pasien, bekas luka operasi ditambah efek bius yang memudar, membuatnya tak bisa bergerak bebas, tetapi dengan kehadiran buah hatinya yang kini menemani, membuatnya melupakan rasa sakit itu.
Tiba-tiba pintu terbuka dan jantung Sania seketika berdegup kencang melihat siapa yang datang.
"Kau pastinya tahu kedatangan saya di sini untuk apa, kan?" Sang tuan muda yang berhati es, kini duduk di sebuah kursi agak jauh dari Sania, ia duduk dengan posisi yang menyesuaikan martabatnya, penuh dengan wibawa.
Sania hanya diam saja, ia terus menatap bayinya tanpa peduli dengan ucapan pria itu.
Tak mendapat jawaban apa pun dari Sania, sama sekali tak membuat sang CEO tersebut memiliki empati sedikit pun, malah semakin tak peduli.
Tak berapa lama kemudian, seseorang mengetuk pintu dan menyerahkan sebuah map coklat pada Sekretaris Wen, lalu Sekretaris Fan memberikannya pada Sania. "Nona muda, silahkan tanda tangan."
Sania menatap tajam pada Sekretaris Wen sembari berkata, "Untuk apa?"
"Ini surat cerai Anda bersama tuan muda, sesuai dengan isi perjanjian, setelah Anda melahirkan, kalian juga harus bercerai dan kembali hidup masing-masing, dengan begitu Anda juga bisa hidup bebas tanpa campur tangan dari tuan muda, tentunya juga anak itu tidak bisa Anda miliki, tuan muda yang akan merawat dan membesarkannya, tidak mungkin Anda lupa dengan perjanjian itu, kan?" jelas Sekretaris Wen.
"Lalu bagaimana jika saya tidak ingin tanda tangan?"
"Tidak mau pun Anda juga harus melakukannya, pada dasarnya Anda itu seperti sebuah barang yang telah dibeli oleh tuan muda dan sekarang tuan muda ingin membuangnya, menurut Anda bukankah memang sudah selayaknya jika tuan muda ingin membuang barang yang sudah tidak diinginkannya lagi?" Ucapan Sekretaris Wen benar-benar menggelitik perasaan Sania, dalam sekejap kata-kata itu juga mampu menjatuhkan perasaannya hingga ke neraka.
Tak diinginkan lagi? Ck, kata-kata ini, aku sungguh sangat membencinya. Sania mengepalkan tangan begitu erat, ingin rasanya ia memukul wajah dua lelaki di hadapannya dengan sebuah batu besar, kalau perlu sampai mati sekalian.
"Jangan membuang waktu, sekali pun kau memohon untuk tetap menjadi istri saya, saya juga tidak tertarik, tanda tangan sekarang sebelum saya berbuat hal di luar batas."
Sania seketika menatap tajam pada pria yang kini sebentar lagi akan menjadi mantan suaminya, lalu berkata, "Bahkan dari awal hingga sekarang, saya bahkan tak tertarik menjadi istri dari lelaki seperti Anda."
"Lalu apakah saya peduli? Tidak, saya tidak peduli sedikit pun, maka dari itu tanda tanganlah sekarang. Untuk apa menunda waktu jika bukan karena kau masih tak rela berpisah dari saya?"
Lalu Sania terkekeh geli. "Selain sombong, Anda juga sepertinya memiliki muka yang begitu tebal," sindirnya.
"Sombong dan bermuka tebal, itu layak untuk orang-orang yang memiliki kemampuan dan kekuasaan." Dengan santainya dia menjawab, bahkan tak memiliki eskpresi apa pun, membuat Sania semakin terbakar amarah dan menandatangani surat cerai itu tanpa pikir panjang.
Setelah Sania menandatanganinya, Sekretaris Wen kembali menyimpan kertas itu ke dalam map, lalu mengambil alih bayi tersebut dari tangan Sania.
"Saya harap bayi saya berkembang dengan baik, saya tidak ingin mendengar kabar buruk darinya, baik dari sekarang, sampai ia besar sekali pun," ujar Sania dengan penuh penekanan.
"Kau tidak berhak menggurui saya, dia anak saya, saya akan merawat dan membesarkannya sesuai dengan aturan yang saya buat, pergilah sejauh mungkin, saya harap, saya tidak akan pernah bertemu denganmu lagi." Lalu ia pun pergi diikuti oleh Sekretaris Fan. Meninggalkan sejuta luka untuk Sania, air mata itu tak mampu lagi terbendung, butir air mata satu persatu jatuh membasahi pipinya, ia harus melepaskan seorang anak yang ia perjuangkan hidup dan matinya, siapa yang akan rela begitu saja?
"Atas dasar apa kau bisa memiliki anak itu setelah kau menyiksaku dengan kurungan selama 9 bulan? Luka di perutku bahkan masih belum sembuh. Kau pikir aku akan terima? Kita lihat saja, salah satu di antara kita, tentunya akan tetap berdiri di akhir permainan, tentunya itu bukan kau, tapi aku, kita tunggu saja, Zan Munarga." Tatapan mata Sania tersiratkan sebuah kebencian, kebencian yang menghantarkannya pada sebuah keyakinan bahwa selamanya ia akan tetap memperjuangkan anaknya. Bahkan sampai ia mati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Siti Hajar
kenapa Zaza jd gt perangai nya Thor ...
bukan nya dulu kecil nya dia sgt imut ,baik & pemaaf ...ko ssdh dewasa jd jahat dan ga punya hati nurani ...
ayahnya yg segitu arogan tp ga jahat lhoooo ...😒😒😒
2022-02-02
0
Nur Aini Tarigan
lanjut
2021-09-15
0
Bunda Saputri
Semangat thoorr
2021-09-12
1