"Jauhkan pikiran kotormu, saya hanya tidak ingin menggunakan pakaian yang sudah disentuh olehmu." Zan pun melempar jasnya ke atas meja.
"Hei, Wanita. Saya sudah berbaik hati melepaskanmu, kamu bebas melakukan apa pun, tapi sekarang kamu malah kembali bahkan masuk ke perusahaan saya, kamu sengaja ingin bertemu saya karena kamu merindukan saya, begitu kan?" tukas Zan sambil menyunggingkan bibir tersenyum miring.
"Berapa usia pria ini? Gaya bahasanya bahkan masih menggunakan bahasa formal, kuno sekali." batin Sania.
"Apa yang sedang kamu pikirkan?" Zan lagi-lagi mendekat.
"Kau ini kenapa sih? Bisa tidak jangan mendekat? Bukankah kau sendiri yang bilang tidak ingin disentuh olehku? Lantas kenapa masih berani mendekat ke sini? Bilang saja kalau memang situ yang tertarik padaku," cibir Sania marah-marah.
"Kamu berani meneriaki saya seperti itu? Kamu lihat, di dalam sini hanya ada kita berdua, kamu tidak takut saya melakukan sesuatu padamu?" Zan pun semakin senang menakuti Sania.
"Oh, begitu kah? Kalau begitu biar kutunjukkan pada Tuan yang terhormat ini bagaimana cara seorang wanita melindungi dirinya dari buaya darat!" Sania melotot tajam menyindir Zan. Lalu ia melangkah cepat menuju ke sebuah bel pertanda bahaya di dekat pintu keluar.
Zan buru-buru ingin mencegahnya tapi terlambat, alhasil mereka malah sama-sama terjatuh ke lantai. Terlambat sudah, suara auman bel tersebut terdengar ke seluruh perusahaan, semua karyawan berlarian keluar, seorang manager dan Sekretaris Wen segera membukakan pintu untuk Zan agar mereka bisa keluar, tapi apa yang mereka lihat? Zan dan Sania kini berada dalam posisi yang membengongkan, membuat Sekretaris Wen dan manager tersebut segera mengalihkan pandangan, lalu Sekretaris Wen berkata, "Tuan muda, cepatlah keluar, sepertinya ada kebakaran di perusahaan."
Sania tersadar dan segera bangun, ia menjulurkan lidah meledek Zan yang masih terbaring di lantai, lalu ia berlari kabur dari sana.
Sania tertawa bahagia setelah ia berhasil keluar dari perusahaan, ia menatap orang-orang yang sedang kelimpungan dari kejauhan. "Rasakan itu, siapa suruh main-main denganku, pasti kau panik sekarang, kan? Sania kok dilawan, rasakanlah akibatnya. Lihat saja, jika kau masih berani mengangguku, akan ada banyak kejutan baru yang kuberikan nantinya." Lalu ia tertawa puas dan pulang.
Zan segera bangkit dan memencet kembali bel tersebut, seketika perusahaan kembali senyap, tidak ada lagi bunyi yang keluar.
Sekretaris Wen memerhatikan ke sekeliling. "Sudah mati? Apa sudah baik-baik saja?" gumamnya.
"Tidak ada bahaya apa pun, wanita itu yang bikin ulah, tidak menyangka dia seagresif itu." Zan pun meninggalkan tempat itu dan kembali ke ruangannya.
Tiba di ruangan, Zan menyerahkan beberapa dokumen desain pada Sekretaris Wen. "Coba kamu lihat, dari beberapa desain di sana, menurutmu mana yang paling layak untuk diterima?"
Sekretaris Wen menerima dokumen tersebut dan memilah secara teliti, mau dilihat dari segi mana pun, tetaplah milik Sania yang paling unik dan terkesan elegan, tapi apakah Zan bisa menerimanya?
"Katakan saja sesuai pendapatmu, aku sudah menentukan siapa yang akan memenangkan tender kali ini," ujar Zan sambil mengetuk meja beberapa kali menggunakan telunjuknya, tenggelam pada pikirannya sendiri.
"Kalau boleh jujur, saya lebih tertarik dengan karya Nona Sania, Tuan muda," sahut Sekretaris Wen sambil menyerahkan dokumen Sania.
"Bagus, pilihanmu tepat, umumkan saja pemenangnya besok, semakin cepat akan lebih baik, aku juga ingin lihat apakah wanita itu mampu menyelesaikan proyek besar ini sendiri, bahkan dia datang tanpa asisten, lihat bagaimana aku akan membuatnya tak betah." Zan tersenyum yang tampak mengerikan.
"Tapi, Tuan muda. Bukankah ini tidak akan bagus jika Anda memilih Nona Sania hanya karena Anda memiliki maksud lain? Jika orang lain mengetahuinya terutama yang ikut tender kali ini, mereka pasti akan protes, ini juga tidak akan baik bagi citra perusahaan Anda." Sekretaris Wen mulai ragu.
"Siapa bilang aku memiliki maksud lain, aku memilih desainnya karena dia memiliki struktur yang unik dan berkelas, kita butuh desain yang seperti ini, perusahaan tidak bisa dipandang hanya dengan kualitas perkembangannya, tapi juga kualitas desain gedungnya, paham?" sangkal Zan.
"Baik, Tuan. Maafkan saya." Sekretaris Wen menunduk tak berani membantah.
"Bukanlah Tuan muda tidak menyukai Nona Sania? Tapi kenapa kali ini ia bersikukuh ingin memilih desain mantan istrinya? Apakah sungguh tidak ada maksud lain?" batin Sekretaris Wen.
"Wen, beri aku informasi mengenai wanita ini, siapa kerabatnya dan di mana ia tinggal sekarang," sahut Zan tiba-tiba.
"Baik, Tuan muda."
"Tuan muda benar-benar tidak bisa ditebak, sekarang dia baru mau mengetahui informasi tentang Nona Sania setelah 5 tahun mereka berpisah." Batin Sekretaris Wen sembari duduk di tempatnya dan memulai mencari informasi yang diinginkan oleh tuan mudanya itu.
1 jam kemudian, Sekretaris Wen kembali mendekati Zan. "Tuan muda, ini informasi yang Anda inginkan, semua sudah tertera di dalam sini." Lalu ia meletakkan beberapa berkas di atas meja.
Zan menghentikan pekerjaannya dan meraih berkas tersebut tanpa menunda waktu. Alisnya mengerut saat ia membacanya. "Ia tidak memiliki kerabat lain selain bibinya?"
"Benar, Tuan muda. Sejak masih usia 12 tahun, Nona Sania ditinggal mati oleh kedua orang tuanya dalam sebuah kecelakaan dan ia diasuh oleh bibi kandungnya, tapi dari informasi yang saya dapat, Nona Sania dan bibinya tidak memiliki hubungan yang terlalu dekat, Nona Sania termasuk anak yang penurut, semua yang diperintahkan oleh bibinya, beliau tidak berani membantah, termasuk menikah dengan Anda, Tuan muda."
Mendengar ucapan Sekretaris Wen, seketika Zan menatapnya tajam, membuat Sekretaris Wen gelagapan dan segera berkata, "M-maafkan saya, Tuan muda. Saya salah bicara."
"Lalu di mana ia tinggal?" Tak peduli di berkas itu sudah tertera alamat Sania, Zan masih saja bertanya membuat berkas-berkas tersebut seolah tidak ada artinya.
Sekretaris Wen pun mengatakan alamat lengkap Sania. "Beliau tercatat tinggal bersama seorang anak berusia 5 tahun, Tuan muda, tapi mengenai anak itu, sampai sekarang saya masih belum bisa menemukan informasinya, siapa dan apa hubungannya dengan Nona Sania, sepertinya informasi detail tentang anak itu sangat dijaga ketat, saya juga tidak mendapatkan satu pun gambar anak itu." Sekretaris Wen menjelaskan.
Kerutan dahi Zan terlihat semakin dalam, ia terus berpikir anak siapa sebenarnya yang tinggal bersama Sania? "Apa dia memiliki anak bersama pria lain? Ck, berani sekali dia."
Zan seketika beranjak dari tempatnya. "Siapkan mobil untukku, datangi dia, aku ingin lihat siapa anak yang tinggal bersamanya." Lalu ia keluar dari ruangan, Sekretaris Wen melangkah cepat mengejar sang majikan.
"Tuan muda, apakah baik dengan kita mendatangi rumahnya hanya karena ingin mengetahui tentang anak itu? Bukankah ini sama saja dengan melanggar privasi seseorang?" Di dalam mobil, Sekretaris Wen akhirnya mengajukan pertanyaannya. Barangkali tuan mudanya itu tidak bertindak gegabah, sesuai informasi dari kedua orang tua Zan Munarga, pria ini memang jenius, tapi ia juga gegabah, itu sudah menjadi sifat aslinya sejak kecil. Maka dari itu sebagai seorang sekretaris dan juga kaki tangannya Zan, ia harus sebisa mungkin bersikap lebih tenang.
"Dia mantan istriku, aku harus tahu siapa anak itu," jawab Zan tak peduli.
"Tapi, kan?"
"Tapi apa lagi? Jalan sekarang!" titah Zan memotong ucapan Sekretaris Wen.
"Tapikan meskipun adalah mantan istri, bukan berarti bisa bebas mengetahui hal pribadinya." Sekretaris Wen hanya bisa melanjutkan ucapannya dalam hati dan kembali melajukan mobil menuju ke kediaman Sania.
Tiba di sebuah perumahan berloteng, Zan masih diam di samping mobil memperhatikan bangunan tersebut. "Kau yakin di sini tempatnya? Seorang desain arsitektur pintar sepertinya sungguh tinggal di tempat seperti ini?" Zan tampak terlihat ragu.
"Iya, Tuan. Saya sudah menyeledikinya beberapa kali, tetap saja hanya ada satu alamat rumah yang tertera, yaitu di sini," jawab Sekretaris Wen.
Namun, Zan masih sangat ragu untuk masuk. "Kau yakin tempat ini bersih?"
Untuk masuk saja, Zan masih membutuhkan banyak pertimbangan, melihat tampilan luar gedung, ia benar-benar tak yakin bisa masuk ke sana.
"Saya belum sempat mencari informasi tentang kehigienisan tempat ini, tapi jika Anda ragu, kita bisa kembali ke perusahaan, Tuan muda." Sekretaris Wen ingin membuka pintu mobil, tapi dicegah oleh Zan.
"Tidak perlu, aku akan masuk." Dengan langkah yang begitu elegan ia pun masuk ke gedung tersebut, sepanjang perjalanan menuju kamar Sania, wajah Zan selalu saja ditekuk. "Jika aku mengalami infeksi saluran pernapasan karena debu ini, kau yang akan bertanggung jawab." Zan menyalahkan Sekretaris Wen sambil terus menutup hidung dan mulutnya menggunakan sapu tangan.
Sekretaris Wen hanya bisa pasrah saja dengan keadaan sekarang, majikannya ini gila akan kebersihan, tidak dapat melihat debu walau secuil pun, apalagi sepanjang mereka berjalan, seringkali menemukan lantai keramik yang sudah pecah, tentu saja hal itu membuat majikannya kesal.
Tak lama setelah Zan menggerutu, mereka pun tiba di depan kamar Sania dan Sekretaris Wen langsung mengetuk pintu tanpa menunda waktu.
"Sebentar." Terdengarlah Suara Sania dari dalam sana.
Entah kenapa, saat mendengar suara itu, darah Zan seketika berdesir hebat diiringi dengan jantung yang berdetak kencang, ia sendiri tidak tahu kenapa ia mengalami situasi aneh tersebut, aliran darahnya terasa begitu panas naik ke otak, hingga menimbulkan sesak di dada. Zan menekan dadanya dengan kuat sedikit membungkuk.
"Tuan muda, Anda kenapa?" Sekretaris Wen tampak panik, penuh dengan tanda tanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Marhaban ya Nur17
keingat kenangan yg dulu kali os maksa mantaf" 🤔
2022-06-18
0
🌸つみれ🌸
emangnya kenapa klo sania punya anak dengan orang lain kn udah cerai sama situ
2022-02-03
2
Shinta
buat bucin aja Thor tuan zan😁💪
2021-09-17
0