Siang itu di restoran yang terletak di daerah Jakarta pusat, Revan sedang melakukan makan siang dengan sahabat lamanya yang datang dari luar kota namanya Rafael Bagaskara.
Ya, dia adalah sahabat seperjuangan Revan selama menempuh masa putih abu-abu. Selepas wisudah ia meniti karir dengan menggantikan posisi Ayahnya sebagai seorang direktur sama seperti Revan. Hari ini dia ada keperluan di Jakarta dan ia meminta revan untuk menjemputnya dan menemaninya selama berada di Jakarta.
" Gimana nih bro sama bisnis lo?"
" Bisnis gue sih sejauh ini lancar. Gue ngelanjutin bisnisnya Bokap, seandainya nggak dipaksa gue juga nggak mau. Tapi gue nggak bisa nolak, kalaupun gue nolak semua yang gue punya bakalan di cabut sama Bokap gue. Tapi seiring berjalannya waktu gue udah bisa nyesuaiin diri."
Revan terkekeh mendengar cerita sahabatnya. Rafael memang terkenal anak playboy dan suka hura-hura. Namun walaupun begitu ia termasuk anak yang tidak bisa menolak kemauan orang tua.
"Ya, itu kan juga dilakuin sama orang tua lo supaya lo bisa berubah dan bertanggung jawab. Nggak terus bergantung dibawah ketek orang tua."
" Iya, juga sih yang lo bilang, seandainya gue nggak ngambil langkah ini gue pasti masih ngamburin duit orang tua gue tanpa tau susahnya nyari tuh gimana."
" Syukur deh kalau lo udah ada sedikit perubahan."
" Sedikit perubahan bagaimana maksud lo?"
" Maksud gue lo udah bisa jadi pemimpin di perusahaan tapi sikap playboy pasti masih melekat didiri lo. Yakan, ngaku lo."
" Gue udah tobat bro. Semenjak gue diputusin sama Alisya, lo tau kan cewek tomboy yang dulu jadi pacar gue."
Revan tertawa cekikikan mengingatnya. Memang dulu Rafael berpacaran dengan Alisya hanya untuk memanas-manasi mantan pacarnya dan ia menganggap Alisya hanya mainan.
" Awalnya gue cuma mainin dia aja eh, tau taunya gue jatuh cinta sama dia. Dan karena kebodohan gue dia ninggalin gue. Gue nyesel udah nyakitin dia. Sampe sekarang gue nyari dia tapi nggak pernah ketemu."
" Itu juga salah lo Raf, anak orang lo gituin. Tau rasa kan lo sekarang."
" Gue nyesel udah nyakitin dia. Mangkanya itu ampe sekarang gue masih nyari dia."
" Yang sabar yah bro, semoga lo ketemu lagi sama dia nanti."
" Semoga deh... nah, sekarang giliran gue yang nanya. Lo udah punya cewek belum?" tanyanya dengan antusias karena setaunya Revan dari dulu merupakan lelaki yang cuek pada masalah asmara. Hampir selama sekolah tidak pernah ada kabar kedekatannya dengan murid cewek.
Revan terdiam mendengar pertanyaan dari sahabatnya. Sebenarnya sudah ada wanita yang mengisi hatinya tapi masalahnya mereka terhalang oleh tembok yang tinggi.
Ia tak bisa mendekatinya karena ada sekat di antara mereka.
" Ya gue gini gini aja. Gue belum punya cewek. Tapi kalau gue udah punya bakalan langsung gue kasih undangan. "
" Maksudnya lo mau langsung nikahin anaknya orang gitu. Gila aja lo."
" Ya, prinsip gue gitu. Gue nggak mau macarin anaknya orang. Mau langsung gue bawa ke pelaminan. Lagian juga cewek mana yang nggak mau sama gue, secara gue paket lengkap."
" Ckckck, yaelah percaya diri amat lo Bambang."
Mereka berdua tertawa dengan lepas. Bercerita tentang kehidupan mereka, melepas kerinduan secara selama lulus sekolah baru kali ini mereka bertemu.
Namun dering telephone terdengar dari handphone Revan. segera ia angkat
" Halo"
" Halo bos. Saya sudah dapat informasi lengkap mengenai suami dari mbak Hana."
" Ok, saya mau kamu kirim ke email saya semua informasinya."
" Siap bos. Kalau begitu saya tutup telephone nya."
Dan di jawab deheman oleh Revan. Setelah itu bunyi tut tuttt.
Revan terdiam sesaat, tenggelam dengan lamunannya sebelum suara sahabatnya menyadarkannya.
" Woy, lo kenapa. Kayak punya banyak masalah aja lo. Gue ada disini lo malah ngelamun."
" Sorry sorry. Gue cuma mikirin masalah kantor."
" Kalau lo punya masalah lo bisa cerita ama gue."
" Ini cuma masalah biasa kok bukan masalah serius."
Rafael merasa ada yang ditutup-tutupi oleh sahabatnya ini. Tapi ia tak mau menggali lebih dalam mungkin Revan butuh sedikit privasi.
" Raf abis ini lo mau kemana?"
" Gue mau langsung balik ke hotel aja. Pengen langsung istirahat."
" Oh, yaudah kalau gitu gue langsung anterin lo ke hotel yah. Soalnya gue masih ada urusan. Besok kita ketemu lagi."
" Ok, besok gue kabarin lo kalau urusan gue udah selesai."
" Yaudah, kita langsung balik."
" Seterah lo, gue ngikut aja."
Revan pun membayar tagihan makan mereka setelah itu mereka sama sama menuju ke mobil untuk mengantar Rafael ke hotel dan ia kembali ke perusahaan.
Setelah 30 menit waktu perjalanan akhirnya Revan pun sampai di perusahaannya. Ia langsung menekan angka 25.
Saat pintu lift terbuka, dari jauh ia bisa melihat Hana yang sibuk dengan komputer di depannya.
Revan berjalan menuju ruangannya dan sewaktu melewati Hana ia sempat meliriknya sekilas. Lalu setelah itu ia langsung masuk ke ruangannya.
Revan mengecek apakah pesan email dari orang suruhannya sudah masuk dan ternyata memang sudah lama terkirim.
Revan membaca dengan seksama informasi yang di kirim oleh orang suruhannya.
Setelah membaca itu ia tampak menahan amarahnya, rahangnya mengeras dan tatapan matanya tajam menatap kedepan.
" dasar lelaki si*lan, lelaki bang**t."
Suara ketukan menghentikan kemarahannya. ia menarik nafas panjang lalu melepaskannya setelah itu baru ia menjawab.
" Masuk!"
Hana membuka pintu dan berjalan memasuki ruangan direktur.
" Siang pak, saya cuma mau ngingetin nanti jam dua bapak ada meeting sama klien dari perusahaan A."
" Iya, nanti kamu siapkan semuanya dan kabari lagi saya sebelum jam 2."
" Siap pak. Kalau begitu saya permisi dulu."
Revan hanya menganggukkan kepalanya. Namun baru Hana mau berbalik sudan dipanggil lagi sama Revan.
" Hana ada yang mau saya bicarakan sama kamu."
" Mau bicara apa pak?"
Revan tampak memandang Hana. ia berfikir sejenak lalu menjawab," nanti saja kalau kita sudah pulang."
Hana mengernyitkan keningnya mendengar penuturan Revan. Apa yang akan di bicarakan oleh Revan. Karena biasanya kalau ia mau bicara akan langsung ia utarakan.
" Yasudah, kalau begitu saya permisi pak."
Sesampainya Hana di kursinya. Ia masih memikirkan tentang apa yang akan d ibicarakan oleh Revan. Mungkinkah ini tentang suaminya.
Kalau benar maka ia pasti akan sangat bahagia mendengarnya. Semoga dengan ini ia jadi bisa menemukan titik terang dari pertanyaan di otaknya dan penantiannya selama ini.
Memikirkan itu Hana jadi semangat bekerja. Ia tersenyum sendiri.
Melanjutkan pekerjaannya dan menyiapkan bahan bahan untuk meeting nanti dengan klien
^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^
Happy reading guys nya😘😘
jangan lupa like, komen, rate dan vote.
salam story from by_me
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Nuzlie🎭eiLzun
ngapain harus tersenyum mbak hana klau suami mu suda 2 tahun ga pernah pulang atau bertanyakan khabar bahkan mbak hana suda melihat suaminya di seberang jalan ternyata masih hidup tapi selama ini ga pernah pulang ke pangkuan isteri dan anak sendri... tinggalin aja suami kayak gitu😎😎
2022-01-28
0
Ruby Talabiu
smanagat hana
2020-10-31
3
danish Danis
ayo jujuro van
2020-10-26
7