=18= Cinta Rahasia

Akhirnya Haru sampai di Hotel tempat dia menginap, dengan rambut yang acak-acakan dan wajah capeknya dia berjalan santai menyusuri lobi Hotel, lift, dan pada akhirnya sampai di lorong kamarnya berada. Ketika langkah kakinya sudah mendekati kamar Hotelnya, Haru melihat seseorang sudah berdiri didepan kamarnya sambil memegang hp ditangan kanannya.

Iya… orang itu adalah Semi, dia terus mencoba mengecek kamar Haru secara berkala, karena merasa cemas dengan keadaannya. Begitu mendengar suara langkah kaki orang, kedua matanya selalu tertuju pada ujung lorong yang sepi, tapi beruntungnya waktu dia menoleh ke arah ujung lorong saat itu, dia melihat sosok laki-laki yang sudah lama dia tunggu.

Perasaan lega seketika mengalir ke sekujur tubuh Semi, ketika kedua matanya melihat Haru yang sudah lama dia tunggu akhirnya kembali, meskipun saat itu dia berjalan dengan tertunduk lesuh. Sementara Haru yang sadar dengan kehadiran Semi, langsung menghentikan langkah kakinya tepat didepan Semi sambil kembali mengangkat kepalanya dan mentap Semi dengan sejuta perasaan yang masih dia sembunyikan.

“Haru, kamu baik-baik saja kan?” tanya Semi dengan kedipan pelan dari kedua matanya yang berbinar.

“Heem, aku baik-baik saja,” angguk pelan Haru.

“Kamu bohong, mata kamu mengatakan sebaliknya,” sangkal Semi dengan gelengan pelan.

Tiba-tiba Haru melangkah secara perlahan dan mendekati Semi yang ada dihadapanya, tanpa berfikir panjang dia menyenderkan dahinya di bahu Semi kiri. Diiringi nafas beratnya, Haru kembali mulai menitihkan air matanya, dalam tangisan diamnya dia menumpahkan semua rasa sesaknya yang sudah dia tahan dalam hatinya.

“Hey, kamu nangis?!” tanya Semi yang sesekali mendengar Haru sesenggukan pelan.

Semi mencoba mendorong tubuh Haru untuk menjauh darinya, namun tidak bisa. Tangan kanan Haru tiba-tiba menggenggam tangan kiri Semi sambil mengatakan, “Sebentar, beri aku waktu 5 menit... tidak, 3 menit saja seperti ini. Aku minta maaf, tapi dunia ku hampir hancur hari ini.”

Seperti penyakit menular, perasaan sedih itu dengan mudah menular ke Semi, perlahan dia mulai meneteskan air matanya sembari membalas genggaman tangan Haru yang menggenggam tangannya. “Haru, gimana kalau kita minum Hari ini? Mungkin dengan minum, kamu bisa meredahkan beban kamu,” tanya Semi.

Haru melepaskan senderan kepalanya dan kembali menatap Semi dengan kedipan pelan. “Tapi, ini masih siang. Kamu mau minum siang-siang begini? Apa kamu gak ada jadwal syuting?” balas Haru dengan mata sembabnya.

“Siapa bilang aku gak syuting? Aku sudah melakukan semua bagian solo ku, tinggal adegan berdua dengan kamu aja yang belum aku lakukan,” ujar Semi melempar ekspresi percaya dirinya.

“Yasudah kalau gitu, kita ke kamar sekarang,” ajak Haru yang kembali melangkahkan kedua kakinya menuju ke depan pintu kamarnya.

“Eh... tunggu! Ke kamar?!” pekik Semi sedikit terkejut.

“Ho, memang ada yang salah? Bukannya kamu tadi mengajak untuk minum?” tanya Haru kembali.

“Ah... iya minum, benar juga.” Mendadak nada suara Semi menjadi canggung tak terkontrol saat menjawab pertanyaan Haru.

“Jangan berpikiran aneh-aneh, karena aku gak akan melakukan yang kamu bayangkan,” sahut Haru menegur Hemi dengan tegas.

“Siapa juga yang berpikiran aneh-aneh, lagian salah kamu sendiri mengucapkan kata-kata ambigu seperti itu,” sangkal Semi memecah tuduhan Haru kepadanya.

“Ah... iya, kalau sudah selesai... kamu bisa kan lepasin tangan ku?” ucap Semi sembari menunjuk ke arah ke tangan keduanya yang masih menempel seperti diberi lem perekat.

“Ah… maaf,” ucap Haru dengan cepat melepaskan tangannya.

“Patuh banget jadi orang,” gerutu Semi pelan.

Setelah Haru berhasil membuka pintu kamarnya, dia segera mempersilahkan Semi untuk masuk mengikutinya, sementara Semi sendiri terlihat sangat patuh dan melangkah masuk saat Haru sudah mempersilahkan masuk kedalam kamarnya. Begitu masuk kedalam kamar Haru, Semi tidak melakukan apapun dan hanya duduk di sofa panjang nan sedikit lebar yang ada di tengah ruangan.

Sedangkan Haru berjalan ke arah lemari es mini yang ada dibawa meja rias Hotel, dia mengambil 6 kaleng bir yang masih belum dia minum. “Maaf, disini cumin ada bir kaleng, tapi kalau kamu mau minum wine kita bisa pesan sekarang,” kata Haru sambil berjalan menuju Semi sembari membawa 6 kaleng bir dengan susah payah.

“Enggak usah, menurutku ini sudah cukup,” jawab Semi, sambil membantu Haru menurunkan minuman kaleng yang dibawanya.

“Begitu? Padahal menurutku kurang,” sahut Haru dengan suara pelan.

“Kalau kurang, kita bisa pesan lagi nanti, untuk sekarang kita minum ini aja dulu,” jelas Semi tersenyum tipis.

“Oke,” jawab Haru yang berubah jadi penurut.

Tanpa dimintai tolong, dengan sigap Haru meraih kaleng yang dipegang Semi untuk membantunya membuka kaleng itu, dan setelah kaleng itu terbuka dengan sempurna, dia mengembalikan kaleng itu ke tangan Semi, dia juga tidak lupa membuka satu kaleng lagi untuk dia minum sendiri. “Karna kamu sudah terlihat lebih baik, jadi aku boleh kan tanya sesuatu?” celetuk Semi.

“Heem, tanya saja,” angguk Haru.

“Gimana kondisi Mama kamu? Kenapa kamu sampai berperilaku seperti tadi?” tanya Semi yang mulai melempar pertanyaan ke Haru.

“Untuk sementara ini dia sudah membaik, tapi kata dokter... karna penyakit Mama sudah parah, jadi penyakit itu bisa jadi bom atom buat Mama. Karna itu rasa bersalah masih terus menyelimuti perasaanku. Jadi maaf kalau membuat kamu gak nyaman, waktu aku berbuat seperti tadi,” jelas Haru dengan mata sayunya.

“Haru, aku sama sekali gak keberatan sama perilaku kamu tadi. Karena kamu tahu sendiri kan, bagaimana perasaan ku ke kamu?! Kalau misalnya kamu benar-benar gak bisa membalas perasaan ku, maka izinkan aku untuk jadi teman baik buat kamu, teman yang selalu menghibur kamu saat kamu sedang dalam posisi seperti ini,” ujar Semi dengan panjang lebar.

Kata-kata Semi membuat Haru hanya bisa menundukkan pandangannya dan kembali minum bir yang ada di tangannya. Mereka berdua terus menerus melemparkan bahan pembicaraan, hingga menghabiskan seluruh kaleng bir yang tersisah, dan sesuai perkataan mereka diawal, mereka kembali memesan 2 botol wine melalui pelayanan Hotel.

Setelah menghabiskan setengah botol wine, Haru mulai kehilangan kesadarannya dan mulai berbicara melantur kesana-kemari denga topik random, dia juga tanpa sadar melampiaskan semua perasaan sedihnya dihadapan Semi yang masih duduk di sebelahnya. Sementara Semi yang memiliki tolenrasi alkohol yang lebih tinggi, terlihat masih belum kehilangan kesadarannya.

Ketika Haru akan menuangkan kembali wine ke gelas kosongnya dengan kondisi sudah sempoyongan, Semi dengan sigap mencoba menghentikan langkah Haru dengan mengatakan, “Hey... hey... udah jangan minum lagi, lihat kamu sudah mabok karna terlalu banyak minum.”

Dengan kedua mata yang sudah terpejam setengah Haru melanturkan, “Oh... Semi! Eh salah... kamuuu bukan Semi. Karna... Semi lebih cantik, cinta pertama ku lebih cantik dari siapa puuun!!” ucap Haru sambil tersenyum lebar, kata-kata itu seketika mengejutkan Semi.

Kedua mata berbinar Semi dengan cepat hanya memfokuskan tatapannya ke Haru yang bertingkah diluar kendali. “Benarkah, lalu... apa kamu dan Semi sudah berkencan,” tanya Semi kembali mencoba memancing kejujuran Haru.

“He... he... he… enggak. Kita gak akan bersama,” jawab Haru cengengesan.

“Kenapa? Apa kamu sudah tidak menyukainya lagi?” Semi kembali memancing semua informasi yang ingin dia ketahui selama ini.

“Karna aku enggak bisa membiarkan dia menjadi orang terpenting buatku, dan membuat keselamatannya terancam. Aku... sangat takut dia terluka gara-gara keluarga ku,” balas Haru yang masih dalam pengaruh alkohol.

“Jadi, kamu sesuka itu sama Semi?” Terus-menerus Semi mengajukan pertanyaan yang masih mengganjal dalam hatinya.

“Bukan hanya suka, tapi juga cinta. Aku sangat... sangat... mencintainya, itu sebabnya aku sangat takut kehilangannya,” jelas Haru sembari meneteskan air matanya dan tersenyum tipis dibawah pengaruh alkohol.

Setelah mengatakan pernyataan terakhirnya, Haru tejatuh tertidur dibahu Semi. “Dia pasti sangat merasa tersiksa dengan menahan semua perasaannya selama ini, dia bahkan rela menyiksa hatinya demi melindungi ku dari bahaya, dia benar-benar sangat perbeda dengan laki-laki lain,” gumam Semi tepat disebelah Haru yang sudah tertidur pulas.

Beberapa jam kemudian….

Hari yang terang kini sudah berubah menjadi petang, Haru terlihat mulai bagun dari tidurnya. Kedua matanya mulai bergerak perlahan, sambil menahan rasa sakit di kepalanya dia mencoba membuka kedua matanya. “Kenapa dia bisa tidur disini? Kita gak sampai ngapa-ngapain kan?” batinnya dalam hati sembari menatap….

.

.

.

Bersambung~

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!