“Mulai hari ini Hemi akan menjadi Manager umum fashion stylist, yang akan menangani semua fashion para idol dan artis yang ada di agensi kita ini, termasuk masalah fashion kamu,” kata sang Papa yang mulai menjelaskan pekerjaan yang akan diberikan ke Hemi.
“Itu artinya kamu gak akan balik ke Paris lagi?” celetuk Haru yang kembali ingin menuntaskan rasa penasarannya.
“Iya, aku akan lebih banyak menghabiskan waktu di Seoul, dan aku juga akan memindahkan pusat HM Love ke Seoul, meskipun nantinya aku tetap harus bolak-balik ke berbagai negara cabang,” jelas Hemi.
“Nah... Haru, kamu sudah dengar sendiri kan? Itu artinya kamu harus bantu Adik kamu untuk mengembangkan brand nya,” sahut sang Papa.
Mendengar ucapan sang Papa, Haru hanya bisa melempar senyum tipisnya sambil menundukkan kepalanya. “Kenapa harus aku? Apa itu artinya aku akan dapat upah dari membantu dia?” balas Haru.
“Benar-benar gak punya hati, sama Adik sendiri aja perhitungan!” sambar Hemi sambil melotot.
“Kamu yang gak punya hati! Minta model terkenal, tapi maunya gratisan,” jawab Haru dengan sedikit menaikan suaranya.
“Hey... hey... hey... hentikan! Kok malah berantem lagi?! Haru, ayolah sebagai saudara bukannya kalian memang harus saling membantu?” potong sang Papa menghentikan perdebatan kakak beradik itu.
“Tau nih!” sahut Hemi.
“Hey!” sambar Haru kembali dengan nada tinggi.
“Hentikan! Begini saja, Hemi kamu buat proposal resmi dan minta tanda tangan Kakak kamu untuk mengajaknya kerja sama. Lalu Haru, jangan pernah menolak proposal itu dan langsung tanda tangani tanpa syarat apapun lagi, karna dalam proposal jelas sudah tertulis semuanya.” Karena sang Papa sangat mengetahui sifat dari anak-anaknya, sang Papa pun mencoba mencari jalan tengahnya.
“Oke kalau begitu gitu saja. Kalau memang sudah tidak ada yang dibicarakan lagi, aku permisi dulu mau latihan.” Merasa sudah tidak ada yang ingin dia sampaikan lagi, Haru pun beranjak dari tempat duduk nya. Sebelum melangkahkan kedua kakinya, dia tidak lupa menundukkan kepalanya terlebih dahulu dengan sopan.
Sementara Hemi yang melihat sang Kakak meninggalkan ruangan terlihat langsung pamit dengan buru-buru dan menyusul langkah kaki sang Kakak. “Hey Kak Haru! Tunggu sebentar,” panggil Hemi yang berhasil menghentikan langkah sang Kakak.
Panggilan lantang Hemi yang memenuhi lorong pun seketika menghentikan langkah Haru, dan membuatnya langsung membalikkan badannya sambil menatap ke arah Hemi. Kedua alisnya pun iku mengerut mengikuti tatapan bingung yang dia lemparkan kepada sang Adik yang memanggilnya.
Dengan langkah cepat Hemi segera menghampiri sang Kakak dan berkata, “Aku sudah menyiapkan proposal yang dikatakan Papa tadi, jadi kalau bisa Kakak ikut aku ke ruangan ku.”
“He?! Secepat itu? Kapan kamu buatnya? Kalau memang sudah buat kenapa malah buang-buang waktu dengan debat seperti tadi?” jawab Haru mengerutkan dahinya.
“Aku cuma mau menguji Kakak aja. Ternyata Kakak tetap gak berubah, dan masih sama seperti dulu,” kata Hemi sambil menarik ujung bibirnya.
“Dasar gila, bisa-bisa nya membuang waktu ku,” balas Haru sembari menghela nafas beratnya.
“Kalau begitu biar gak membuang waktu lagi, kita ke ruangan ku sekarang dan tanda tangani proposal itu,” ajak Hemi yang berjalan lebih dulu.
Melihat sang Adik berjalan mendahuluinya, Haru pun segera menyusul dibelakangnya. Lorong per lorong pun mereka lalui, hingga mereka sampai disuatu ruangan yang terlihat cukup besar dengan satu sofa panjang dan empat sofa pendek lengkap dengan meja kaca yang menghiasi ruangan.
“Oww... ruangan ini lumayan luas juga,” gumam Haru mengagumi seluruh isi ruangan dengan kedua matanya yang tak berhenti-henti menyusuri setiap sudut ruangan.
“Silahkan duduk, aku akan ambilkan proposalnya,” ucap Hemi yang melanjutkan langkahnya menuju meja kerjanya.
Setelah mengambil proposal yang Hemi maksud, dia pun kembali menghampiri Haru yang sudah duduk di sofa panjang yang ada diruangan itu dengan membawa sebuah map hitam ditangan kanannya. “Ini, silahkan Kakak baca dulu, dan kalau ada ada yang kurang kita bisa bicarakan lagi,” kata Hemi dengan menyodorkan sebuah map berwarna hitam yang dibawanya dari meja.
Tanpa melempar kata-kata lagi, Haru segera membaca setiap kata yang terketik rapih dengan teliti. Setelah dia sudah merasa paham dengan apa yang sudah tertulis, dia langsung mengambil bolpoin yang ada dihadapannya. Kemudian dia meletakkannya diatas meja begitu saja, tidak lupa pula ia menutup bolpoin yang sudah ia gunakan dan meletakkannya juga disebelah berkas yang sudah ia tandatangani.
Kedua alis Hemi seketika naik saat Haru telah menyelesaikan apa yang sudah dikerjakannya. “Sudah?! Gitu aja? Gak ada yang ingin Kakak tanyakan tentang isi proposalnya?” tanya Hemi heran.
Kedua tangan Haru dia tautkan satu sama lain sebelum mulai menjawab pertanyaan sang Adik sambil berfikir. “Heeemm... ada tapi bukan soal proposal ini, melainkan hal lain,” balas Haru.
“Apa? Kalau aneh-aneh aku gak akan menjawab pertanyaan Kakak,” ucap Hemi.
“Oke, jadi apa alasan kamu yang sebenarnya ingin pindah ke Seoul? Bukannya di Paris kamu sudah sukses besar, dan meskipun kamu gak ada di Seoul... brand kamu sudah memuncaki pasar Seoul,” tanya Haru yang sesekali menggelengkan kepalanya.
“Eeeemmm... oke, karena Kakak sepertinya sudah tau... aku akan mengatakannya,” jawab Hemi menghentikan ucapannya sejenak.
“Aku ingin membantu misi yang akan Kakak lakukan,” sambung Hemi dengan menurunkan nada suaranya.
“Apa?!” sahut Haru mengangkat kedua alisnya.
“Aku tahu Kakak sedang merencanakan sesuatu untuk mengungkap semua kebusukan Paman kan? Aku juga tahu, kalau pendengaran Kakak hilang juga gara-gara Paman. Karena itu Kakak ingin membalas dendam dengan mencari bukti langsung yang mengarah ke Paman, tapi bukti itu belum cukup.” Hemi sedikit demi sedikit membuka semua yang telah dia sembunyikan sejak lama.
“Dari mana kamu tahu semua itu? Terus gimana kamu bisa tahu, padahal....” Saat Haru ingin melemparkan pertanyaan kembali, saat itu juga kata-kata nya tiba-tiba dipotong.
“Padahal aku ada di Paris?” potong Hemi dengan cepat.
“Heem,” balas Haru singkat.
“Masalah itu gak penting, yang terpenting sekarang aku ingin membantu Kakak dalam melakukan misi Kakak. Meskipun Kakak gak setuju, aku akan tetap lakuin... dan aku gak akan pernah mau balik ke Paris meskipun Kakak memaksa,” kata Hemi dengan tegas.
“Tapi Hemi, langkah yang Kakak ambil ini sangat berbahaya. Kamu bisa saja terluka jika berurusan langsung dengan Paman,” jelas Haru.
“Kalau memang bahaya, kenapa Kakak boleh terluka dan aku gak boleh terluka?” tanya Hemi meninggikan suaranya.
“Hey!” pekik Haru setelah mendengar jawaban sang Adik.
“Sudahlah Kak, toh aku juga sudah dewasa dan bukan anak-anak lagi, jadi tolong perlakukan aku seperti layaknya orang dewasa.” Hemi mencoba terus menenangkan sang Kakak yang masih terlihat marah sekaligus khawatir.
Jawaban sang Adik yang begitu kekeh dalam mengambil keputusan membuat Haru tidak dapat mengeluarkan kata-kata kembali, dia hanya menghelah nafas beratnya sambil menundukkan kepalanya untuk menenangkan pikirannya.
“Oke, tapi ingat... kamu disini hanya membantu Kakak, jadi jangan memperlihatkan langsung didepan Paman,” ucap Haru setelah mendinginkan kepalanya beberapa saat.
“Baik, aku akan menuruti semua arahan Kakak,” jawab Hemi.
Merasa tidak ada yang ingin dia katakan lagi, Haru berdiri dari tempat duduknya dan hendak keluar dari ruangan, tetapi langkah itu tiba-tiba terhenti. “Aku kemarin bertemu Mama, dia sekarang tinggal di Bali Indonesia,” ucap Hemi.
Haru membalik badannya dan menjawab ucapan sang Adik, “Apa Kak Hera baik-baik saja?” tanya Haru yang hampir tidak dapat berkedip.
“Kak Hera baik-baik saja, dia juga menanyakan keadaan Kakak,” jawab Hemi.
“Kamu gak bilang kondisi telinga Kakak kan?” sahut Haru kembali.
Hemi menggelengkan kepalanya dan menjawab, “Enggak, tapi apa menurut Kakak... mereka gak akan tahu kondisi Kakak dari media?”
“Aku yakin mereka gak akan tahu. Karena mereka bukan kpopers, jadi kemungkinan mereka belum mengetahuinya,” kata Haru berkedip pelan.
“Apa selama ini Kakak masih marah sama Mama?” sahut Hemi kembali.
“Marah? Sepertinya lebih tepat dibilang kecewa. Karena keegoisannya, dia lebih memilih pindah sejauh itu.” Dengan mata yang mulai sedikit berkaca-kaca, Haru mulai mengungkapkan apa yang dia pendam selama ini.
“Tapi kan Kak, berkali-kali juga Mama mencoba memperbaikinya. Dia juga berkali-kali mencoba menghubungi Kakak melalui telepon, tapi Kakak gak pernah angkat.” Hemi berdiri dari tempat duduknya dan berjalan mendekat ke arah Haru.
Ucapan Hemi seketika membuat Haru mengeluarkan smirk andalannya. “Itu bukan memperbaiki, tapi mencoba membela diri. Seharusnya dia gak perlu keluar negeri, kalaupun dia ingin menjauh... dia bisa aja pindah ke pulau jeju, bukan malah angkat kaki dari negara yang masih terdapat dua anaknya!!” ujar Haru meninggikan suaranya.
“Kalau memang sudah gak ada yang perlu dibahas lagi, Kakak permisi dulu mau latihan,” sambung Haru.
Setelah menyampaikan unek-unek yang selama ini dia simpan sendiri, Haru pun melenggang pergi dari ruangan untuk menuju ruangan tempat dia berlatih, ketika dia sudah sampai dilantai tiga, tiba-tiba dia bertemu….
.
.
.
Bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments