Sesuai instruksi sang Paman, Haru hanya bisa menunggu dengan duduk di sofa pendek yang ada ditengah ruangan itu. Beberapa detik kemudian, sang paman berjalan ke arah Haru dengan membawa amplop coklat di tangan kanannya. Sang Paman ikut duduk di sofa yang berada tepat didepan Haru, kemudian dia meletakkan amplop coklat yang dari tadi dia tenteng diatas meja.
“Ini berkas yang kamu cari, tapi ini semua data lama. Jadi kemungkinan banyak yang berubah,” kata sang Paman.
“Oke, thank you.” Haru mengambil amplop coklat yang ada diatas meja, dan dengan cepat membukanya.
“Tapi, ngomong-ngomong buat apa minta data pribadi teman-teman sekelas kamu?” tanya sang Paman memasang mata yang mencurigakan.
“Heem?! Ah... ini, beberapa hari ini ada orang bernama Yihyun, dia mengaku sebagai teman sekelas ku dulu waktu SMP, dia mau minta nomor pribadi ku melalui instagram, tapi aku gak yakin... takutnya dia stalker dan malah menyebarkan nomorku, jadi ya... aku terpaksa minta Paman untuk cari data ini,” jawab Haru diiringi senyum lebarnya melemparkan alasan palsu, untuk menyembunyikan alasan aslinya.
“Ah... iya juga, apalagi kamu seorang idola. Kalau nomor pribadi kamu tersebar, keselamatan kamu juga bisa terancam,” balas Pamannya.
“Heem. Yasudah kalau begitu Paman, aku pamit dulu... karena masih ada jadwal syuting hari ini.” Haru berdiri dari duduknya untuk mengakhiri pembicaraannya dengan pamannya.
“Heem,” jawab Pamannya dengan cepat.
Sebelum keluar dari ruangan, tidak lupa Haru membungkukkan sedikit badannya untuk menunjukkan rasa sopannya kepada sang Paman yang memiliki usia lebih tua. Barulah Haru berjalan keluar dari ruangan sambil menenteng berkas yang sudah diberikan sang Paman.
Sesuatu tak terduga terjadi saat Haru berjalan menyusuri lorong sekolahnya dulu itu, seseorang langsung mengenalinya meskipun wajahnya tertutup masker dan topi.
“Eh, itu bukannya Kak Haru?” gumam seorang siswa berseragam yang berjalan bersama temannya setelah berpapasan dengan Haru.
“Ho, aku pikir juga begitu,” sahut temannya.
“Tunggu disini sebentar.” Satu siswi itu dengan cepat menghampiri Haru yang semakin mempercepat langkahnya.
Siswi itu terus mengejar Haru tanpa lelah, dan saat sudah dekat dia langsung menghadang jalan Haru. “Permisi, apa kamu Kak Haru?!” tanya siswi itu.
Haru menghela nafasnya saat mengetahui langkahnya berhasil terkejar oleh orang yang mungkin adalah fans nya. Dia hanya bisa mengangguk pelan dengan pasrah sembari menarik kebawah masker yang menutupi setengah wajahnya.
“Wahh... hebat, beneran Kak Haru,” ucap sang siswi memasang wajah berbinar dan kagum.
“Kalau begitu apa boleh aku minta tanda tangannya?” sahut siswi itu kembali, sambil mengeluarkan selembar kertas dan sebuah bolpoin dari saku seragamnya.
“Heem, silakan,” jawab Haru melempar senyum lebarnya, menerima kertas dan bolpoin dari siswi yang ada dihadapannya itu.
“Maaf, apa boleh pinjam punggung nya?” ujar Haru kembali.
“Heem.” Siswa itu dengan senang hati memutar tubuhnya dan meminjamkan punggungnya untuk dijadikan tembok tempat Haru bisa membubuhkan tanda tangannya ke kertas putih sang siswi.
“Nama kamu?” Haru kembali bertanya nama sang siswi untuk dia tuliskan bersamaan dengan tanda tangan yang akan dia berikan.
“Aku Song Tami,” balas sang siswi.
Setalah menandatangani kertas milik siswi itu, Haru segera mengembalikan kertas dan bolpoin yang dia pinjam. “Terimakasih banyak Kak Haru,” ucap sang siswi sambil membungkukkan badannya sedikit.
“Heem, sama-sama. Ingat jangan berikan kertas itu kepada orang lain, tanda tangan itu mahal... jadi simpan untuk diri sendiri,” balas Haru kembali melempar senyum lebarnya.
“Iya pasti, tapi... apa boleh minta foto juga? Karena nanti dipikir tanda tangan ini palsu,” kata sang siswi memasang wajah memelas.
“Baiklah kalau begitu,” angguk Haru menyetujuinya.
Siswi itu dengan cepat mengambil hp nya, dia mencoba mengambil gambar dengan tangannya sendiri, tapi apalah adaya... dia tidak lebih tinggi dari Haru. Hingga membuatnya kesulitan memposisikan kamera, sampai kedua kakinya berjinjit sekalipun dia tidak bisa menyamakan ketinggiannya dengan Haru. Pada akhirnya Haru yang melihat sang fans kesulitan itu hanya bisa tersenyum tipis sembari meliriknya.
“Sini biar aku yang pegang.” Haru menyambar hp yang dipegang sang siswi dan mencoba menyamakan ketinggiannya dengan siswi itu, lalu dia dengan cepat mengambil 2 gambar sekaligus.
“Sudah kan? Kalau begitu aku permisi dulu ya, karena harus melanjutkan syuting.” Sekali lagi Haru menunjukkan sifat rendah hati nya didepan fans nya, dia tidak juga tidak segan membungkuk didepan sangn fans sebelum melanjutkan langkahnya.
“Iya Kak terimakasih banyak!” pekik siswi yang bernama Tami itu melambai ke arah Haru yang semakin menjauh.
“Wahh... pantesan aja fans nya banyak banget, orang dia seramah itu sama fans nya,” gumam Tami membalik badannya dan kembali ke kelas bersama temannya yang dari sudah menunggunya.
Setelah memberikan tanda tangannya kepada sang fans, Haru segera naik ke mobilnya dan segera memacunya meninggalkan sekolahan itu, sementara sang Paman yang mengintip Haru dari balik jendela ruangannya yang terdapat di lantai atas hanya bisa bergumam, “Kita lihat saja keponakan ku, apa yang bisa kamu lakukan dengan beberapa kertas itu.”
....
Haru yang sudah ada ditengah-tengah perjalanan tiba-tiba saja teralihkan oleh sebuah pohon besar yang masih berdiri dengan kokoh di tepi danau yang tak jauh dari SMP Myungsung. “Pohon itu... ternyata masih ada,” batin Haru sembari terus menatap ke arah pohon yang dia maksud.
Kedua mata nya yang masih terfokuskan ke arah pohon besar itu, membuat hati nya tiba-tiba goyah hingga membuatnya membelokkan setir mobilnya menuju ke pohon besar yang dia maksud. Pada akhirnya dia memarkirkan mobil nya, dan berjalan ke pohon besar yang terus dia pandang itu. Setibanya dihadapan pohon besar yang dia maksud, dia terus memandanginya setiap bagian pohon.
Rumah pohon lama tempat Haru bermain dulu masih tetap kokoh berdiri, bentuknya yang masih sama berbentuk setengah lingkaran itu membuatnya kembali mengingat masalalunya. Tekatnya yang kuat langsung menuntun langkahnya untuk naik ke rumah pohon yang ada dihadapannya, satu-persatu tangga dia daki hingga sampai ke puncak rumah pohon.
Angin dari arah danau yang sejuk pun seketika menerpa wajah Haru, hingga mampu menyibakkan rambut coklat nya saat dia sampai diatas rumah pohon. “Semua yang ada disini belum ada yang berubah, dari danau, rumah pohon dan juga... pohon nya,” gumam Haru yang langsung membalikkan badannya menghadap pohon besar, pondasi dari rumah pohon yang dia pijak.
Haru berjalan lebih mendekat ke rumah pohon, satu tangannya secara perlahan menyingkirkan lumut-lumut yang menempel di badan pohon. Ketika lumut-lumut hijau itu sudah menyingkir, terpampanglah sebuah tulisan “HS Forever”. Terdiamlah dia saat mengetahui tulisan itu masih terukir rapih disana, helaan nafasnya seketika muncul diiringi kedipan pelan matanya sembari bergumam, “ Ternyata semuanya benar-benar masih sama."
Tanpa Haru sadari seseorang tiba-tiba menyahuti ucapannya, “Tentu saja semuanya masih sama.”
“Semi?! Kenapa kamu bisa ada disini?” tanya Haru melempar ekspresi terkejutnya, saat dia mengetahui orang yang dia kenal sudah ada dihadapannya.
“Seharusnya aku yang tanya kamu, ngapain kamu bisa ada disini?” balas Semi.
“Bukan urusan kamu.” Wajah Haru dengan cepat kembali berubah menjadi dingin. Kedua kakinya kembali melangkah menuruni tangga dan merasa ingin cepat-cepat pergi dari hadapan Semi.
“Hey Haru, tunggu dulu!” pekik Semi menyusul langkah Haru menuruni tangga, dengan cepat dia menghadang Haru dan tak membiarkannya melangkah lebih jauh.
“Aku minta waktu kamu 5 menit... tidak 3 menit saja, untuk bicara empat mata,” kata Semi dihadapan Haru secara langsung.
Permintaan Semi sekali lagi membuat Haru menjadi sedikit bimbang, hingga membuatnya kembali mengeluarkan nafas beratnya. “Oke, 3 menit,” balasnya sembari kembali melangkah naik ke atas rumah pohon.
Jam terus berdetak, dan awan pun terus berjalan mengikuti angin, sudah satu menit Haru dan Semi hanya berdiri menatap jauh ke arah danau, tanpa ada yang memulai percakapan lebih dahulu. Haru yang merasa sudah mengetahui pertanyaan yang akan dilemparkan Semi pun mencoba membuka membuka pembicaraan lebih dulu.
“Karena kebakaran,” celetuk Haru memberanikan dirinya memecahkan keheningan diantara mereka.
“Ho?!” tanya Semi yang sedikit terkejut dengan deep voice Haru.
“Telinga ku begini... karena kebakaran kantin SMP Myungsung. Bukannya itu yang ingin kamu tanyakan?” jelas Haru sembari mengalihkan tatapannya ke arah Semi.
“Heem, aku memang sudah lama ingin menanyakan itu. Terus apa alasan kamu yang sebenarnya ingin menjauhi ku? Apa aku ada salah sama kamu?” tanya Semi kembali.
“Gak ada, kamu gak ada salah sama aku. Aku hanya gak ingin kamu terluka, karena dekat dengan ku,” balas Haru.
“Terluka?! Kenapa aku bisa terluka kalau aku dekat dengan kamu?” Semi terus melemparkan pertanyaan yang masih membuatnya ingin tahu.
“Karena aku mencoba...,” ujar Haru kembali menjelaskan yang sudah dia ketahui.
.
.
.
Bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments