SEMBILAN (KECURIGAAN)

DOR… DOR… DOR…

Gebrakan demi gebrakan masih terdengar dari arah pintu, Marni dan Hanum masih saling memeluk satu sama lain. Mereka belum tahu siapa yang ada dibalik pintu.

“Mar… buka pintunya Mar…”

Marni dan Hanum saling tatap kala mendengar suara itu. Suara yang mereka kenal dengan sangat baik dan membuat mereka yakin bahwa yang sejak tadi menggedor pintu adalah sosok manusia.

Hanum dan Marni sama-sama keluar dari kamar, mereka mendekati pintu rumah dan segera membuka pintunya sebelum pintu rumah mereka roboh. Pintu terbuka dan merekapun sangat lega saat melihat orang yang menggedor rumah mereka.

“Kalian nggak apa-apa?” Tanya Marini di temani Pak Mahmud dan Bima.

Yang ditanya belum menjawab, Marni masih melongo antara perasaan kaget dan leganya yang bercampur aduk. Begitupun dengan Hanum, perasaannya sama dengan ibunya saat ini. Campur aduk atas kedatangan keluarga Bima yang tiba-tiba.

“Boleh kami masuk dulu Mar?” Tanya Pak Mahmud.

Marni dan Hanum mundur agar ketiga orang yang ada di hadapannya bisa masuk kedalam rumah, kini semua orang sudah duduk. Tak seperti biasanya, Marni masih menempel dengan Hanum di kursi panjang. Ia tak duduk di kursi kepunyaannya.

Marini menuangkan air untuk tuan rumah yang masih dalam keadaan shock. Ia langsung menyerahkan dua gelas itu masing-masing kepada Marni dan Hanum. Mereka meminumnya dalam beberapa tegukan dan kembali meletakkan gelasnya.

“Jadi… kalian nggak apa-apa?” Tanya Marini lagi.

“Yang apa-apa ibu, bude” jawab Hanum “tapi gimana kalian bisa datang kesini?”

“Kamu nelpon aku Num.” Bima mengangkat HP nya dan menunjukan panggilan dari Hanum yang bahkan belum dimatikan.

“Loh…” Hanum celingukan mencari ponselnya yang tertinggal di kursi. Ia menemukannya dan melihat tanda panggilan kepada Bima, ia segera mematikan sambungannya.

“Kayaknya kepencet Bim pas chat tadi.” Lanjut Hanum yang memang tidak berniat menelpon Bima.

“Tapi untungnya kepencet Num” sela Marini “jadi kami bisa kesini.”

“Iya… tadi Bima panik banget ngasih tau kalau di rumah ada suara teriakan yang kenceng, kami takut kalian kenapa-napa. Suaranya juga masih kedengeran pas nyusul kesini.” Jelas Pak Mahmud.

“Aku minta maaf ya mbak, mas. Bikin kalian jadi khawatir, Bima juga.” Marni akhirnya bersuara.

“Ibu tadi mimpi buruk sampai ngigaunya parah.” Sambung Hanum.

“Aku nggak tau kenapa bisa gitu.” Marni mengurut dahinya pelan.

“Memang kamu mimpi apa sih Mar?” Tanya Pak Mahmud.

Marni tak berbicara, matanya menatap setiap orang yang ada di ruang tamu saat itu. Ia enggan menceritakannya, ini karena ia tak mau membuat Hanum khawatir.

“Kayaknya cuma mimpi biasa mas. Tapi karena aku cape jadi bisa ngigau parah.”

“Aku sama Mas Mahmud ngerasa itu bukan mimpi biasa Mar.” Marini menanggapi.

Hening.

“Semua orang pasti pernah mimpi buruk mbak” sanggah Marni “kalian sebaiknya pulang, besok masih harus ke ladang kan.” Sambungnya.

“Yaudah kalo gitu. Kami pamit dulu ya” Marini bangkit untuk mengajak keluarganya pulang “Bim, kamu nginep sini ya.” Kecuali Bima.

Semua diam.

“Amit-amit kalau ada apa-apa, tapi kalau ada apa-apa seenggaknya ada laki-laki disini Mar.” saran Marini.

“Iya Mar. Kami khawatir ada apa-apa nantinya.” Pak Mahmud setuju seraya memegang bahu isitrinya.

“Aku berterima kasih atas niat baiknya mbak, mas. Tapi beneran nggak usah. Nanti jadi omongan tetangga lagi, saya agak malas.” Marni menjelaskan situasinya.

Pak Mahmud dan Marini hanya saling tatap, mereka memang khawatir pada Marni dan Hanum. Tapi mereka juga tak bisa mengesampingkan perasaan dan kondisinya saat ini. Ditambah lagi Bima memang bukan anak 7 tahun lagi yang bisa menginap sembarangan di rumah seorang janda dan anak gadis.

“Hanum sama ibu insha alloh nggak apa-apa bude. Nanti kalau ada apa-apa Hanum janji telpon Bima duluan.” Hanum melirik Bima untuk mendapat persetujuannya.

“Yaudah kalau gitu kami pamit.” Bima mengerti dan menggiring orang tuanya untuk pergi.

Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 11. Setelah mengunci pintu dan mematikan lampu, Hanum dan ibunya kembali ke kamar untuk beristirahat. Masih sesuai rencana Hanum tidur di kamar ibunya. Mereka sudah berbaring dan bersiap berpindah dunia.

Jam 5 subuh alarm Marni berbunyi, waktunya ia bangun untuk bekerja. Janjinya dengan klien tak bisa dibatalkan begitu saja. Marni membuka matanya dan hendak turun dari ranjang, tapi ia tiba-tiba mengalami serangan pusing dan terbatuk-batuk.

“Ibu…” seru Hanum.

Hanum yang sudah bangun dan sedang menyapu ruang tamu segera mendatangi kamar ibunya yang masih gelap. Ia menyalakan lampunya dan melihat kondisi ibunya yang tak karuan.

“Ibu…” kali ini suara Hanum terdengar lemah.

“Ibu nggak apa-apa nak.” Balas Marni yang masih duduk di bibir ranjang sambil menutup mulutnya.

Dihempaskan sapu yang tak sengaja di bawanya dan Hanum segera menghambur ke arah ibunya yang saat ini kondisinya… mengenaskan. Ia menyambar cermin kecil berukuran 20X20 cm dari nakas di sebelah ranjang, lalu ia menyodorkan cermin itu pada ibunya.

Marni menerima cermin itu dan tanpa instruksi segera melihat pantulan dirinya dan cermin kecil itu. Marni mendelik, pantas saja anaknya begitu kaget saat melihat dirinya. Ia bangun dalam keadannya yang mengerikan, seperi orang dalam gangguan jiwa.

Wajakhnya kumal, rambutnya acak-acakan, bajunya berantakan, dan kini ia menyadari bercak merah dekat bibirnya. Itu… darah. Dengan sembarangan Marni menyeka darah yang keluar dari mulutnya. Namun bukannya menjadi bersih, noda darah malah semakin belepotan di wajahnya.

“Marni perlu nelpon pakde sama bude Mahmud nggak bu?” Tanya Hanum hati-hati.

“Nggak usah nduk. Ibu bersih-bersih dulu.”

Marni memaksakan langkahnya untuk pergi ke kamar mandi meski kepalanya masih sangat pening, ia batuk sesekali dalam perjalanannya ke kamar mandi. Hanum membiarkannya sendiri karena ibunya menolak diantar.

Setelah ibunya keluar kamar, Hanum juga mengikutinya. Ia kembali menyelesaikan pekerjaannya yang belum selesai. Menyapu lalu mengepel seisi rumah, kegiatan harian yang sudah ia kerjakan sejak usia 10 tahun.

Baru saja ia membuka tirai dapur untuk mengambil kain pel dan ember, ia dikejutkan ibunya yang sudah tak sadarkan diri di depan pintu kamar mandi. Marni pingsan.

“Ibu….” Panggil Hanum sambil berlari mendatangi ibunya.

“Bu….” Hanum mengguncangkan tubuh Marni agar ia menyadari kebaradaannya dan segera sadar.

“Bu….” Panggilan ini tak juga membangunkan Marni.

Dengan berurai air mata, Hanum pergi ke kamarnya secepat yang ia bisa untuk mendapatkan poselnya. Ia mengetik sebuah dan mengusap tanda panggil, setelah nada tunggu beberapa saat panggilan akhirnya tersambung.

“Bim…. Kamu harus ke rumah sekarang. Tolong aku, aku perlu bantuan.” Kata Hanum dengan suara yang serak menyatu dengan tangisannya.

Tanpa menjawab perkataan Hanum, Bima segera bangkit dari kasurnya. Ia keluar kamar dan mencari ayah ibunya yang sudah pasti ada di dapur pada saat ini.

“Bu, pak. Kita harus ke rumah bude Marni.”

Tanpa bertanya situasinya, suami istri itu meninggalkan kegiatan mereka di dapur dan segera beriringan pergi ke rumah Marni.

Hari masih gelap saat mereka berjalan dengan langakah-langkah panjang menuju rumah Marni, mereka tahu pasti ada yang tidak beres dan sesuatu akan terjadi. Dan kekhawatiran mereka terjadi.

Tak sampai sepuluh menit, Bima, Pak Mahmud dan istrinya sudah ada di rumah Marini. Mereka segera masuk tanpa ketukan pintu dan hanya mengucap salam. Ketiganya berpencer mencari keberadaan Marni dan Hanum.

Marini menemukan mereka pertama kali di dapur, ia segera berteriak memanggil suami dan anaknya. Ia menemukan Hanum yang sedang terisak menangisi ibunya yang tak sadarkan diri. Segera ia menarik Hanum dan memeluknya agar suami dan anaknya bisa menggotong tubuh Marni untuk dipindahkan ke kamar.

Hanum masih menangis saat melihat ibunya dibaringkan diatas kasur, ia duduk di bibir ranjang dan mengusap lembut lengan ibunya. Ia benar-benar tak mengerti apa yang sedang terjadi saat ini, pada ibunya, pada dirinya, atau pada rumahnya.

Belum ada yang bersuara setelah tubuh Marni dipindahkan, kini hanya tangisan Hanum yang memecah keheningan pagi di rumah itu.

“Bu…. Bangun bu….” Pinta Hanum lirih

Marini terus mengusap lembut kepala gadis itu yang tak mau bergerak dan terus memperhatikan ibunya. Ia menanti ibunya untuk membuka mata.

“Num…. Kamu harus tenang.” Kata Bima akhirnya dan membujuk gadis itu menjauh dari ibunya.

Kini yang tersisa di kamar Marni hanyalah Marini. Ia sudah membawa baskom berisi air hangat untuk membersihkan Marini yang terlihat kotor dan berantakan. Sementara Hanum duduk di kursi rotan bersama Bima disisinya dan Pak Mahmud di seberang tempat ia duduk.

“Gimana kejadiannya nduk?” Tanya Pak Mahmud memulai percakapan mereka.

Hanum masih sesunggukan meski ia sudah minum dan Bima terus mengusap lembut punggung gadis itu agar lebih tenang.

“Hanum nggak tau pakde. Pas tadi mau ambil lap pel sama ember ibu udah pingsang di depan kamar mandi.” Hanum hamir menangis kembali mengingat kejadian yang dialaminya beberapa saat lalu.

“Selain itu?” selidik Pak Mahmud.

“Sebenarnya ibu udah aneh dari bangun tidur. Tadi pagi Hanum samperin ibu ke kamar karena ibu batuk, tapi pas liat ibu Hanum sedikit takut. Ibu kayak orang yang nggak waras pakde” jeda “rambut ibu kusut, mukanya kusam dan bajunya berantakan.” Sambung Hanum.

Pak Mahmud termenung mendengar pernyataan Hanum yang memang kondisinya tak biasa. Semua ini terlalu mencurigakan baginya.

Saat semua termenung di ruang tamu, Marini datang dengan ponsel Marni di tangannya. Ia bergerak mendekati Hanum dan menyerahkan ponsel ibunya.

“Dari tadi bunyi terus Num. Mungkin penting.” Kata Marini.

Tangan Hanum menerima ponsel ibunya dan melihat nama kontak yang menghubungi ibunya.

‘Bu Arum Desa Kalibening’

Hanum terkesiap saat membaca nama kontaknya, ia segera mengangkat panggilan itu dan kini mereka terhubung.

“Assalamualaikum.” Sapa suara di seberang telepon yang begitu lembut, Hanum mengenalinya. Ia mendengar suara itu kemarin, di desa Kalibening.

“Waalaikumsalam bu.”

“Bu Marni jadi ngerian kan ya? Ini sudah telat setengah jam bu.”

Wajah Hanum mendongak, ia melihat jam di dinding rumah tuanya, ternyata keributan tadi memakan waktu yang cukup lama.

“Ibu…. Sebelumnya mohon maaf, ini saya anaknya Bu Marni, ibu saua sedang sakit dan tidak bisa berangkat. Apa bisa dibatalkan untuk rias hari ini?” Tanya Hanum memberi tahukan situasi dan kondisi ibunya.

“Oh…. Hanum ya. Kalau kamu aja bisa nggak neng? Kemarin hasilnya bagus, anak-anak suka. Riasannya sama seperti riasan ibu kamu. Nggak apa-apa kalau telat, asal jangan dibatalkan, nggak tau kapan dapat jadwal foto di studio. Lagi rame soalnya, ini aja pesennya udah dari satu bulan lalu.” Bu Arum pun sama, ia memiliki situasi dan kondisi sendiri.

“….” Hening. Hanum tak tahu harus menjawab apa.

Marini menepuk pundak Hanum pelan yang membuat Hanum menoleh ke arahnya, ia melihat mulut Marini berkata ‘pergi saja’ tanpa suara. Gerak mulut Marini terbaca jelas oleh Hanum, ia akhirnya mengiyakan pekerjaan untuk menggantikan ibunya. Bu Arum tidak keberatan kalau terlambat.

Episodes
1 SATU (PELANGGAN LAMA)
2 DUA (DESAS-DESUS WARGA)
3 TIGA (IKATAN)
4 EMPAT (PELANGGAN!)
5 LIMA (PERMULAAN)
6 ENAM (IBU BUKANLAH IBU)
7 TUJUH (UANG)
8 DELAPAN (MIMPI BURUK IBU)
9 SEMBILAN (KECURIGAAN)
10 SEPULUH (CEMBURU)
11 SEBELAS (AKU MILIKMU)
12 DUA BELAS (BUKAN IBU LAGI)
13 TIGA BELAS (PERJODOHAN)
14 EMPAT BELAS (RANGKAIAN)
15 LIMA BELAS (MBAH UTI)
16 ENAM BELAS (AYU)
17 TUJUH BELAS (PENGAKUAN)
18 DELAPAN BELAS (PERCOBAAN PENGUSIRAN)
19 SEMBILAN BELAS (KESEPAKATAN)
20 BONUS CHAPTER (VISUAL BIMA DAN HANUM)
21 DUA PULUH (KEMATIAN BU TEJO)
22 DUA PULUH SATU (CALON BESAN)
23 DUA PULUH DUA (MANTAN SUAMI)
24 DUA PULUH TIGA (BUKAN ANAK PAK MAHMUD)
25 DUA PULUH EMPAT (PENGAKUAN YANG TERLAMBAT)
26 DUA PULUH LIMA (POHON PISANG)
27 DUA PULUH ENAM (JAM TANGAN PAK LURAH)
28 DUA PULUH TUJUH (PENCARIAN MAYAT BU TEJO)
29 DUA PULUH DELAPAN (MASIH ADA GANGGUAN)
30 DUA PULUH SEMBILAN (PERINGATAN)
31 TIGA PULUH (RUMAH BARU)
32 TIGA PULUH SATU - MASIH BELUM DITEMUKAN
33 TIGA PULUH DUA - INGKAR
34 TIGA PULUH TIGA - MASIH INGKAR
35 TIGA PULUH EMPAT - KAMIS MALAM
36 TIGA PULUH LIMA - LANGKAH KAKI MISTERIUS
37 TIGA PULUH ENAM - PELIHARAAN
38 TIGA PULUH TUJUH - OSPEK
39 TIGA PULUH DELAPAN - MUSHOLLA TAK KASAT MATA
40 TIGA PULUH SEMBILAN - LAGI-LAGI AYU
41 EMPAT PULUH - PENGANTIN TANPA PENGANTIN
42 EMPAT PULUH SATU - SEMUANYA MEMBAIK
43 EMPAT PULUH DUA - NYAI MELATI
44 EMPAT PULUH TIGA - KEMATIAN MBAH UTI
45 EMPAT PULUH EMPAT - PENGANTIN TANPA PENGANTIN
46 EMPAT PULUH LIMA - UNDANGAN DARI ALAM GAIB
47 EMPAT PULUH ENAM - KISAH MBAH UTI
48 EMPAT PULUH TUJUH - MAHENDRA
49 EMPAT PULUH DELAPAN - PERNIKAHAN GAIB MBAH UTI
50 EMPAT PULUH SEMBILAN - MULAI PEKA
51 LIMA PULUH - BANTUAN TAK KASAT MATA
52 LIMA PULUH SATU - MENJELANG SEMESTER BARU
53 LIMA PULUH DUA - RUMAH SAKIT TUA
54 LIMA PULUH TIGA - LINGLUNG
55 LIMA PULUH EMPAT - HAMPIR JADI KORBAN PESUGIHAN
56 LIMA PULUH LIMA - SEMESTER BARU
57 LIMA PULUH ENAM - MEMANFAATKAN 'TEMAN'
58 LIMA PULUH TUJUH - DIMANA-MANA ADA AYU
59 LIMA PULUH DELAPAN - BU TEJO DITEMUKAN
60 LIMA PULUH SEMBILAN - KAMBING HITAM
61 ENAM PULUH - PESUGIHAN DAN PELET ASIHAN
62 ENAM PULUH SATU - SIAPAKAH PAK GONDO
63 ENAM PULUH DUA - PERTENGKARAN
64 ENAM PULUH TIGA - RENCANA PERTUNANGAN
65 ENAM PULUH EMPAT - RENCANA PERTUNANGAN II
66 ENAM PULUH LIMA - SIHIR UNTUK HANUM
67 ENAM PULUH ENAM - RAYHAN SAMUDRA
68 ENAM PULUH TUJUH - CEMBURU
69 ENAM PULUH DELAPAN - PENYEMBUHAN
70 AUTHOR MENYAPA
71 ENAM PULUH SEMBILAN - DUA MANGKUK INDOMIE DI PAGI HARI
72 TUJUH PULUH - BAKSO MANG ASEP
73 TUJUH PULUH SATU - KELAPA MUDA DADAKAN
74 TUJUH PULUH DUA - MARTABAK MANIS DAN TELUR
75 TUJUH PULUH TIGA - INI TENTANG PAK GONDO
76 TUJUH PULUH EMPAT - MENCARI DUKUN BARU
77 TUJUH PULUH LIMA - KEBENARAN KEMATIAN BU TEJO
78 I am Back
79 TUJUH PULUH ENAM - INI MASIH TENTANG PAK GONDO
80 PENGUMUMAN LAGII
81 TUJUH PULUH TUJUH - CINCIN
82 TUJUH PULUH DELAPAN - MAAF DAN TERIMAKASIH
83 TUJUH PULUH SEMBILAN - HAMPIR SAJA
84 DELAPAN PULUH - PERASAAN BARU
Episodes

Updated 84 Episodes

1
SATU (PELANGGAN LAMA)
2
DUA (DESAS-DESUS WARGA)
3
TIGA (IKATAN)
4
EMPAT (PELANGGAN!)
5
LIMA (PERMULAAN)
6
ENAM (IBU BUKANLAH IBU)
7
TUJUH (UANG)
8
DELAPAN (MIMPI BURUK IBU)
9
SEMBILAN (KECURIGAAN)
10
SEPULUH (CEMBURU)
11
SEBELAS (AKU MILIKMU)
12
DUA BELAS (BUKAN IBU LAGI)
13
TIGA BELAS (PERJODOHAN)
14
EMPAT BELAS (RANGKAIAN)
15
LIMA BELAS (MBAH UTI)
16
ENAM BELAS (AYU)
17
TUJUH BELAS (PENGAKUAN)
18
DELAPAN BELAS (PERCOBAAN PENGUSIRAN)
19
SEMBILAN BELAS (KESEPAKATAN)
20
BONUS CHAPTER (VISUAL BIMA DAN HANUM)
21
DUA PULUH (KEMATIAN BU TEJO)
22
DUA PULUH SATU (CALON BESAN)
23
DUA PULUH DUA (MANTAN SUAMI)
24
DUA PULUH TIGA (BUKAN ANAK PAK MAHMUD)
25
DUA PULUH EMPAT (PENGAKUAN YANG TERLAMBAT)
26
DUA PULUH LIMA (POHON PISANG)
27
DUA PULUH ENAM (JAM TANGAN PAK LURAH)
28
DUA PULUH TUJUH (PENCARIAN MAYAT BU TEJO)
29
DUA PULUH DELAPAN (MASIH ADA GANGGUAN)
30
DUA PULUH SEMBILAN (PERINGATAN)
31
TIGA PULUH (RUMAH BARU)
32
TIGA PULUH SATU - MASIH BELUM DITEMUKAN
33
TIGA PULUH DUA - INGKAR
34
TIGA PULUH TIGA - MASIH INGKAR
35
TIGA PULUH EMPAT - KAMIS MALAM
36
TIGA PULUH LIMA - LANGKAH KAKI MISTERIUS
37
TIGA PULUH ENAM - PELIHARAAN
38
TIGA PULUH TUJUH - OSPEK
39
TIGA PULUH DELAPAN - MUSHOLLA TAK KASAT MATA
40
TIGA PULUH SEMBILAN - LAGI-LAGI AYU
41
EMPAT PULUH - PENGANTIN TANPA PENGANTIN
42
EMPAT PULUH SATU - SEMUANYA MEMBAIK
43
EMPAT PULUH DUA - NYAI MELATI
44
EMPAT PULUH TIGA - KEMATIAN MBAH UTI
45
EMPAT PULUH EMPAT - PENGANTIN TANPA PENGANTIN
46
EMPAT PULUH LIMA - UNDANGAN DARI ALAM GAIB
47
EMPAT PULUH ENAM - KISAH MBAH UTI
48
EMPAT PULUH TUJUH - MAHENDRA
49
EMPAT PULUH DELAPAN - PERNIKAHAN GAIB MBAH UTI
50
EMPAT PULUH SEMBILAN - MULAI PEKA
51
LIMA PULUH - BANTUAN TAK KASAT MATA
52
LIMA PULUH SATU - MENJELANG SEMESTER BARU
53
LIMA PULUH DUA - RUMAH SAKIT TUA
54
LIMA PULUH TIGA - LINGLUNG
55
LIMA PULUH EMPAT - HAMPIR JADI KORBAN PESUGIHAN
56
LIMA PULUH LIMA - SEMESTER BARU
57
LIMA PULUH ENAM - MEMANFAATKAN 'TEMAN'
58
LIMA PULUH TUJUH - DIMANA-MANA ADA AYU
59
LIMA PULUH DELAPAN - BU TEJO DITEMUKAN
60
LIMA PULUH SEMBILAN - KAMBING HITAM
61
ENAM PULUH - PESUGIHAN DAN PELET ASIHAN
62
ENAM PULUH SATU - SIAPAKAH PAK GONDO
63
ENAM PULUH DUA - PERTENGKARAN
64
ENAM PULUH TIGA - RENCANA PERTUNANGAN
65
ENAM PULUH EMPAT - RENCANA PERTUNANGAN II
66
ENAM PULUH LIMA - SIHIR UNTUK HANUM
67
ENAM PULUH ENAM - RAYHAN SAMUDRA
68
ENAM PULUH TUJUH - CEMBURU
69
ENAM PULUH DELAPAN - PENYEMBUHAN
70
AUTHOR MENYAPA
71
ENAM PULUH SEMBILAN - DUA MANGKUK INDOMIE DI PAGI HARI
72
TUJUH PULUH - BAKSO MANG ASEP
73
TUJUH PULUH SATU - KELAPA MUDA DADAKAN
74
TUJUH PULUH DUA - MARTABAK MANIS DAN TELUR
75
TUJUH PULUH TIGA - INI TENTANG PAK GONDO
76
TUJUH PULUH EMPAT - MENCARI DUKUN BARU
77
TUJUH PULUH LIMA - KEBENARAN KEMATIAN BU TEJO
78
I am Back
79
TUJUH PULUH ENAM - INI MASIH TENTANG PAK GONDO
80
PENGUMUMAN LAGII
81
TUJUH PULUH TUJUH - CINCIN
82
TUJUH PULUH DELAPAN - MAAF DAN TERIMAKASIH
83
TUJUH PULUH SEMBILAN - HAMPIR SAJA
84
DELAPAN PULUH - PERASAAN BARU

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!