DUA (DESAS-DESUS WARGA)

Marni bangkit dan mempersilakan Bu Ambar untuk duduk di kursi rias yang ada di belakang kursi tamu. Rumahnya sejak dulu tak berubah. Ibu Marni yang meninggalkan rumah dan salon ini untuk diteruskan Marni, ada tiga meja rias lengkap dengan kursinya.

Beberapa etalase terpajang sebagai rumah bagi baju-baju pengiring pengantin, sementara gaun-gaun untuk pengantin khusus digantung di lemari kaca dekat pintu ke arah dapur.

“Tunggu sebentar ya bu, saya ambil peralatan dulu.”

“…” Tak ada jawaban dari Bu Ambar.

Marni mengambil peralatan riasnya dan menyempatkan untuk mencuci wajahnya agar lebih segar. Ia kembali dari kamar mandi dan mulai merias Bu Ambar setelah terlebih dahulu membersihkan tangannya.

Dengan seksama dan hati-hati Marni memulai pekerjaan sebagai seorang perias yang telah digelutinya selama dua puluh tahun lamanya. Ia memoles wajah Bu Ambar yang sempat pucat menjadi kembali berseri.

“Ini sesuai dengan yang saya harapkan. Kamu memang bisa diandalkan.” Komentar Bu Ambar saat riasannya sudah selesai.

“Terima kasih bu.”

“Berapa untuk biaya riasnya?”

“Lima ratus ribu saja.” Jawab Marni.

Bu Ambar merogoh tas tangannya dan mengeluarkan lima lembar uang seratus ribu. Ia langsung menyerahkannya pada Marni yang masih berdiri di sisi kirinya. Setelah itu ia bangkit dan berjalan menuju pintu keluar.

Marni mengikuti langkah tamunya menuju pintu keluar, ia mengantar kepulangan Bu Ambar sampai ke depan halaman rumahnya. Marni menganggukan wajahnya saat mobil melaju tanda perpisahan.

Dengan hati yang lega namun sempat panik Marni kembali ke dalam rumah. Berulang kali ia menarik nafas panjang untuk menenangkan diri dari pengalaman anehnya malam ini. Marni kembali ke kamar, ia berbaring dan siap tidur setelah meletakan uang yang diterimanya di nakas kecil samping ranjang.

Cicit burung begitu riuh terdengar, desa Kalijati yang dikelilingi hutan dan perkebunan tentu saja masih menjadi tempat yang nyaman bagi hewan-hewan liar. Pagi ini matahari kembali bersinar cerah. Pertengahan bulan Agustus yang masih cerah tanpa curah hujan.

Namun pagi itu Marni bangun terlambat, bahkan ia melewatkan solat subuhnya. Ini hal yang tak biasa, begitupun dengan gelas yang masih ada di atas meja. Marni sudah tak sempat dan tak sanggup untuk membereskannya dinihari tadi.

“Siapa yang namu bu?” Tanya Hanum.

“Ada… orang.” Sahut Marni seraya menggeliat, badannya terasa begitu pegal.

Marni berjalan menuju ke arah kamar mandi yang bersebelahan dengan dapur untuk mencuci wajahnya dan bersiap untuk pergi belanja. Sementara Hanum masih duduk di meja tamu dan melanjutkan kegiatan memayetnya dengan perasaan yang masih penasaran.

Pertanyaannya belum terjawab dengan tuntas, ia masih merasa janggal dan perlu tahu siapa yang bertamu hari ini. Rasanya tak pernah ada tamu yang datang sepagi itu.

“Ibu ke warung Bu Tejo dulu ya.” Marni keluar dari kamarnya setelah merapikan diri. Kehadirannya mengejutkan Hanum yang sedang melamun.

“Iya bu.”

Hanum masih gelisah, pikirannya masih melayang pada tamu yang tak ditemuinya. Bahkan payet ditangannya ternyata tak bergerak, ia tak membuat perubahan pada kain brokat berwarna putih itu.

Dengan sekali gerakan Hanum menghempaskan baju pengantin setengah jadi yang ada di tangannya. Entah bagaimana masalah sekecil ini bisa sangat menganggunya, karena ini tak pernah terjadi. Perasaannya begitu kusut dan kalut.

Padahal, siapapun yang bertamu ke rumahnya tak pernah ia pedulikan. Siapa dan kapan tamu itu datang ia akan acuh. Apakah ini pengaruh dari hormon remajanya? Mungkin saja.

Tahun ini Hanum tamat dari SMA dan sedang menunggu untuk masuk perkuliahan awal bulan September nanti. Masa senggangnya ia gunakan untuk membantu ibunya, meski ia tak berniat untuk melanjutkan pekerjaan ibunya sebagai perias atau yang saat ini lebih dikenal sebagai Make Up Artist.

Bukan tak menyukainya, hanya saja ini sudah berlangsung lama. Ia melihat ibu dan neneknya sering merias wajah-wajah yang mereka tak kenal. Hanum merasa harus menyudahinya, dan akhirnya dia mengambil jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia untuk menjadi seorang guru.

Keriuhan sudah terdengar oleh Marni dari jarak lima langkah menuju warung Bu Tejo. Ini adalah hal yang paling biasa, ibu-ibu yang datang berbelanja juga sekalian mengobrol ria adalah pemandangan sehari-hari yang tak bisa terelakan.

Tampak Bu Asih, Bu Inem dan Bu Parti yang sedang memilah sayuran dan lauk lainnya saat Marni datang dengan senyuman seperti biasanya. Ia dikenal sangat ramah dan baik hati.

“Selamat pagi ibu-ibu.” Sapa Marni.

“Eh Bu Marni. Belanja apa bu hari ini?” tanya Bu Asih.

“Biasa aja, saya mau bikin tumis sawi sama goreng iwak asin.”

“Bu Marni, semalam dapat tamu yang spesial ya.” Sambar Bu Tejo yang berada di belakang dagangan.

Marni kikuk dan salah tingkah, ia tak percaya bahwa kedatangan pelanggannya di malam hari akan menjadi perbincangan di warung pagi ini. Dan yang lebih ia tak percayai adalah Pak Mahmud dan Bima tak mungkin menceritakannya, mereka bukan tipe lelaki yang suka bergosip.

“Oh …”

“Kata Cakra, dia saja di kasih seratus ribu loh cuma nunjukin rumah Bu Marni.” Sekarang Bu Parti yang ikut menimpali.

Helaan nafas Marni terdengar jelas. Tentu saja dugaannya pada Pak Mahmud dan Bima salah, tapi tidak pada Cakra. Dia hampir sama seperti ibunya, Bu Tejo. Senang sekali dengan urusan orang lain.

“Iya bu betul, pelanggan lama dan kemalaman sampai disini. Ibu tau kan kalau desa kita ada di ujung gunung, sulit dijangkau.” Marni masih menanggapi dengan baik-baik.

“Pelanggang dari mana bu?” Tanya Bu Asih yang penasaran.

“Dari kota” jawab Marni “tolong dihitung ya bu.” Marni segera menyerahkan belanjaannya dan sudah siap untuk membayar.

“Terima kasih.” Kata Marni yang sudah membayar dan menerima kantong belanjaannya.

Tak ingin menanggapi keingintahuan ibu-ibu yang ada di warung, Marni segera melenggang. Ia merasa tak harus menjawab semua yang ditanyakan ibu-ibu itu, kecuali Bu Inem yang tak bertanya.

Langkah Marni terus mengayun sampai ia sudah tiba di depan rumahnya, ia memasuki pintu yang setengah terbuka. Hanum tak terlihat, yang ada hanya baju pengantin yang belum jadi tergeletak di atas kursi tamu.

“Udah pulang bu.” Suara Hanum mengejutkan Marni. Kali ini Marni yang tenggelam dalam lamunan.

“Kamu nih ngagetin aja sih.” Marni berbalik dan menepuk halus pundak anaknya.

“Habis ibu ngapain berdiri kayak patung gitu, orang keliatan dari luar kok.” Jelas Hanum yang melihat ibunya berdiri cukup lama dari jendela rumah.

“Ini loh, ibu liat baju nya belum jadi…” telunjuk Marni terarah pada baju berbahan brokat itu.

“Ohh… iya bu. Hanum laper banget jadi ke warung Mbah Uti dan jajan ini….” Hanum menggoyangkan kantong plastik bening dengan alas koran “sarapan gorengan dulu aja bu, masaknya nanti aja. Ibu pasti cape.”

Marni yang sejak tadi berdiri akhirnya duduk dan meletakkan belanjaannya diatas meja, ia kembali menghela nafas panjang dan mulai mengurut keningnya yang berkedut karena cukup pusing dan kelelahan.

“Ibu nggak apa-apa?”

“Kamu denger apa di warung Mbah Uti?” Marni malah menjawab pertanyaan anaknya dengan pertanyaan.

“Katanya ada tamu malam sekali, terus Cakra bilang dia dikasih uang sama tamu itu karena ngasih tau rumah kita. Ini juga gorengannya di bayarin sama Cakra bu.” Jelas Hanum.

“Hufft…” Nafas berat Marni kian sering terdengar.

“Tamunya siapa bu?” Tanya Hanum lagi.

“Pelanggan nenek, dia minta di rias untuk acara. Yasudah ibu rias saja.”

“Ohh pantes” Hanum yang terduduk kembali berdiri “ibu makan dulu gorengannya, Hanum bikinin teh hangat ya.” Gadis itu pun bangkit dan meninggalkan ibunya.

Kepala Marni terasa begitu berat setelah kedatangan Bu Ambar, bukan karena pekerjaannya yang berat. Namun lebih kepada mengapa ia harus datang saat tengah malam lewat.

Apa Bu Ambar tidak tahu saat sesuatu yang kecil terjadi maka akan menjadi besar dan semakin besar di desa itu. Desa Kalijati adalah desa di ujung gunung yang masih sangat senang dengan rumor atau desas-desus yang terjadi pada warganya.

Bahkan saat ayah Hanum kabur, Marni harus menahan omongan warga yang belum tentu benar sampai enam bulan lamanya. Itupun karena ada salah satu warga yang anaknya hamil diluar nikah dan diusir. Jika masalah itu tidak ada, mungkin Marni masih menjadi topik pembicaraan.

Hanum datang dengan dua gelas teh melati yang di belinya di toko dekat sekolah, ia sangat menyukainya. Gelas pertama ia letakkan tepat di hadapan ibunya. Sedangkan ia masih memegang gelas lainnya untuk ia minum sendiri.

“Diminum bu… nggak usah dipikir. Disini kan emang kayak gini. Apa-apa juga jadi bahan gosip.” Hanum ternyata mengerti perasaan ibunya saat ini.

Senyum terlukis di wajah Marni, yang menandakan ia setuju dengan pernyataan Hanum. Yang lebih penting lagi ia merasa sangat beruntung dan bahagia menjadi ibu dari seorang anak yang mandiri dan pengertian.

Hanum tak menangis saat ayahnya pergi tanpa kejelasan, ia hanya berkata ‘Hanum sama ibu pasti bisa hidup bahagia’. Itu adalah obat dari kepahitan hidup yang dijalani Marni saat itu, hingga ia melupakannya dan terus bekerja agar bisa membiayai Hanum bagaimanapun caranya.

Gelas terangkat dan Marnipun menghirup teh yang masih mengepul, nikmat. Teh yang tak terlalu manis dan pisang goreng Mbah Uti adalah suguhan yang tak bisa ditolak. Perpaduan keduanya membuat ia tak membutuhkan makanan lain.

Makanan yang dibawa Hanum dari Mbah Uti adalah makanan legendaris desa, perempuan yang dipanggil Mbah Uti sudah menjual aneka gorengan sejak ia masih gadis dan bertahan hingga kini. Itu adalah usaha yang sangat hebat, kalau ibu Marni masih hidup mungkin ia akan seperti Mbah Uti, masih menjalankan usaha riasnya.

Ketukan pintu membuat Marni dan Hanum menoleh ke arah sumber suara, itu Bima. Ia mengucap salam setelah pemilik rumah menyadari keberadaannya.

“Mau ngembaliin ini bu.” Bimas menyodorkan piring beling berwarna biru hadiah dari deterjen.

“Oh iya Bim. Makasih ya.” Marni segera menyadari keperluan Bima.

“Sini Bim, gabung makan gorengan Mbah Uti.” Ajak Hanum yang memang teman satu kelasnya.

“Iya sini…” Marni juga mempersilakannya yang membuat Bima sulit untuk menolak.

“Sini-sini” Hanum menyuruh Bima untuk duduk sementara ia berdiri “harus ada tehnya…” lanjut Hanum yang melangkah menuju dapur.

Bima sudah duduk di kursi rotan yang dilapisi bantal tipis yang dijahit Hanum, supaya tidak terlalu sakit katanya.

“Kamu kuliahnya nanti dimana Bim? Bude belum tanya.” Ungkap Marni di sela acara mengunyahnya.

“Bima nanti ke kampus pertanian bude, lumayan ilmunya buat kelola kebun bapak.”

“Oalah, mulia sekali. Berarti nanti pisah dong ya sama Hanum.”

“Iya bisa dibilang gitu tapi nggak juga, kampusnya sama cuma jurusannya aja yang beda.”

“Kurang mudeng bude, maklum ndak mau belajar orangnya. Cuma bisa bikin orang cantik aja.”

“Ibu nih, makanya kalau aku ngobrol tuh di dengerin sampe selesai.” Hanum datang dengan segelas teh di tangannya.

Bima hanya tersenyum berada di tengah obrolan anak dan ibu itu.

“Nanti perginya bareng ya pas ospek.” Sambung Hanum yang menyodorkan teh dan duduk di sebelah Bima.

“Heem. Tapi masih lama kan…”

“Dua minggu mah mana ada lama, bentar tau…” Hanum kembali mengambil pisang goreng favoritnya.

Episodes
1 SATU (PELANGGAN LAMA)
2 DUA (DESAS-DESUS WARGA)
3 TIGA (IKATAN)
4 EMPAT (PELANGGAN!)
5 LIMA (PERMULAAN)
6 ENAM (IBU BUKANLAH IBU)
7 TUJUH (UANG)
8 DELAPAN (MIMPI BURUK IBU)
9 SEMBILAN (KECURIGAAN)
10 SEPULUH (CEMBURU)
11 SEBELAS (AKU MILIKMU)
12 DUA BELAS (BUKAN IBU LAGI)
13 TIGA BELAS (PERJODOHAN)
14 EMPAT BELAS (RANGKAIAN)
15 LIMA BELAS (MBAH UTI)
16 ENAM BELAS (AYU)
17 TUJUH BELAS (PENGAKUAN)
18 DELAPAN BELAS (PERCOBAAN PENGUSIRAN)
19 SEMBILAN BELAS (KESEPAKATAN)
20 BONUS CHAPTER (VISUAL BIMA DAN HANUM)
21 DUA PULUH (KEMATIAN BU TEJO)
22 DUA PULUH SATU (CALON BESAN)
23 DUA PULUH DUA (MANTAN SUAMI)
24 DUA PULUH TIGA (BUKAN ANAK PAK MAHMUD)
25 DUA PULUH EMPAT (PENGAKUAN YANG TERLAMBAT)
26 DUA PULUH LIMA (POHON PISANG)
27 DUA PULUH ENAM (JAM TANGAN PAK LURAH)
28 DUA PULUH TUJUH (PENCARIAN MAYAT BU TEJO)
29 DUA PULUH DELAPAN (MASIH ADA GANGGUAN)
30 DUA PULUH SEMBILAN (PERINGATAN)
31 TIGA PULUH (RUMAH BARU)
32 TIGA PULUH SATU - MASIH BELUM DITEMUKAN
33 TIGA PULUH DUA - INGKAR
34 TIGA PULUH TIGA - MASIH INGKAR
35 TIGA PULUH EMPAT - KAMIS MALAM
36 TIGA PULUH LIMA - LANGKAH KAKI MISTERIUS
37 TIGA PULUH ENAM - PELIHARAAN
38 TIGA PULUH TUJUH - OSPEK
39 TIGA PULUH DELAPAN - MUSHOLLA TAK KASAT MATA
40 TIGA PULUH SEMBILAN - LAGI-LAGI AYU
41 EMPAT PULUH - PENGANTIN TANPA PENGANTIN
42 EMPAT PULUH SATU - SEMUANYA MEMBAIK
43 EMPAT PULUH DUA - NYAI MELATI
44 EMPAT PULUH TIGA - KEMATIAN MBAH UTI
45 EMPAT PULUH EMPAT - PENGANTIN TANPA PENGANTIN
46 EMPAT PULUH LIMA - UNDANGAN DARI ALAM GAIB
47 EMPAT PULUH ENAM - KISAH MBAH UTI
48 EMPAT PULUH TUJUH - MAHENDRA
49 EMPAT PULUH DELAPAN - PERNIKAHAN GAIB MBAH UTI
50 EMPAT PULUH SEMBILAN - MULAI PEKA
51 LIMA PULUH - BANTUAN TAK KASAT MATA
52 LIMA PULUH SATU - MENJELANG SEMESTER BARU
53 LIMA PULUH DUA - RUMAH SAKIT TUA
54 LIMA PULUH TIGA - LINGLUNG
55 LIMA PULUH EMPAT - HAMPIR JADI KORBAN PESUGIHAN
56 LIMA PULUH LIMA - SEMESTER BARU
57 LIMA PULUH ENAM - MEMANFAATKAN 'TEMAN'
58 LIMA PULUH TUJUH - DIMANA-MANA ADA AYU
59 LIMA PULUH DELAPAN - BU TEJO DITEMUKAN
60 LIMA PULUH SEMBILAN - KAMBING HITAM
61 ENAM PULUH - PESUGIHAN DAN PELET ASIHAN
62 ENAM PULUH SATU - SIAPAKAH PAK GONDO
63 ENAM PULUH DUA - PERTENGKARAN
64 ENAM PULUH TIGA - RENCANA PERTUNANGAN
65 ENAM PULUH EMPAT - RENCANA PERTUNANGAN II
66 ENAM PULUH LIMA - SIHIR UNTUK HANUM
67 ENAM PULUH ENAM - RAYHAN SAMUDRA
68 ENAM PULUH TUJUH - CEMBURU
69 ENAM PULUH DELAPAN - PENYEMBUHAN
70 AUTHOR MENYAPA
71 ENAM PULUH SEMBILAN - DUA MANGKUK INDOMIE DI PAGI HARI
72 TUJUH PULUH - BAKSO MANG ASEP
73 TUJUH PULUH SATU - KELAPA MUDA DADAKAN
74 TUJUH PULUH DUA - MARTABAK MANIS DAN TELUR
75 TUJUH PULUH TIGA - INI TENTANG PAK GONDO
76 TUJUH PULUH EMPAT - MENCARI DUKUN BARU
77 TUJUH PULUH LIMA - KEBENARAN KEMATIAN BU TEJO
78 I am Back
79 TUJUH PULUH ENAM - INI MASIH TENTANG PAK GONDO
80 PENGUMUMAN LAGII
81 TUJUH PULUH TUJUH - CINCIN
82 TUJUH PULUH DELAPAN - MAAF DAN TERIMAKASIH
83 TUJUH PULUH SEMBILAN - HAMPIR SAJA
84 DELAPAN PULUH - PERASAAN BARU
Episodes

Updated 84 Episodes

1
SATU (PELANGGAN LAMA)
2
DUA (DESAS-DESUS WARGA)
3
TIGA (IKATAN)
4
EMPAT (PELANGGAN!)
5
LIMA (PERMULAAN)
6
ENAM (IBU BUKANLAH IBU)
7
TUJUH (UANG)
8
DELAPAN (MIMPI BURUK IBU)
9
SEMBILAN (KECURIGAAN)
10
SEPULUH (CEMBURU)
11
SEBELAS (AKU MILIKMU)
12
DUA BELAS (BUKAN IBU LAGI)
13
TIGA BELAS (PERJODOHAN)
14
EMPAT BELAS (RANGKAIAN)
15
LIMA BELAS (MBAH UTI)
16
ENAM BELAS (AYU)
17
TUJUH BELAS (PENGAKUAN)
18
DELAPAN BELAS (PERCOBAAN PENGUSIRAN)
19
SEMBILAN BELAS (KESEPAKATAN)
20
BONUS CHAPTER (VISUAL BIMA DAN HANUM)
21
DUA PULUH (KEMATIAN BU TEJO)
22
DUA PULUH SATU (CALON BESAN)
23
DUA PULUH DUA (MANTAN SUAMI)
24
DUA PULUH TIGA (BUKAN ANAK PAK MAHMUD)
25
DUA PULUH EMPAT (PENGAKUAN YANG TERLAMBAT)
26
DUA PULUH LIMA (POHON PISANG)
27
DUA PULUH ENAM (JAM TANGAN PAK LURAH)
28
DUA PULUH TUJUH (PENCARIAN MAYAT BU TEJO)
29
DUA PULUH DELAPAN (MASIH ADA GANGGUAN)
30
DUA PULUH SEMBILAN (PERINGATAN)
31
TIGA PULUH (RUMAH BARU)
32
TIGA PULUH SATU - MASIH BELUM DITEMUKAN
33
TIGA PULUH DUA - INGKAR
34
TIGA PULUH TIGA - MASIH INGKAR
35
TIGA PULUH EMPAT - KAMIS MALAM
36
TIGA PULUH LIMA - LANGKAH KAKI MISTERIUS
37
TIGA PULUH ENAM - PELIHARAAN
38
TIGA PULUH TUJUH - OSPEK
39
TIGA PULUH DELAPAN - MUSHOLLA TAK KASAT MATA
40
TIGA PULUH SEMBILAN - LAGI-LAGI AYU
41
EMPAT PULUH - PENGANTIN TANPA PENGANTIN
42
EMPAT PULUH SATU - SEMUANYA MEMBAIK
43
EMPAT PULUH DUA - NYAI MELATI
44
EMPAT PULUH TIGA - KEMATIAN MBAH UTI
45
EMPAT PULUH EMPAT - PENGANTIN TANPA PENGANTIN
46
EMPAT PULUH LIMA - UNDANGAN DARI ALAM GAIB
47
EMPAT PULUH ENAM - KISAH MBAH UTI
48
EMPAT PULUH TUJUH - MAHENDRA
49
EMPAT PULUH DELAPAN - PERNIKAHAN GAIB MBAH UTI
50
EMPAT PULUH SEMBILAN - MULAI PEKA
51
LIMA PULUH - BANTUAN TAK KASAT MATA
52
LIMA PULUH SATU - MENJELANG SEMESTER BARU
53
LIMA PULUH DUA - RUMAH SAKIT TUA
54
LIMA PULUH TIGA - LINGLUNG
55
LIMA PULUH EMPAT - HAMPIR JADI KORBAN PESUGIHAN
56
LIMA PULUH LIMA - SEMESTER BARU
57
LIMA PULUH ENAM - MEMANFAATKAN 'TEMAN'
58
LIMA PULUH TUJUH - DIMANA-MANA ADA AYU
59
LIMA PULUH DELAPAN - BU TEJO DITEMUKAN
60
LIMA PULUH SEMBILAN - KAMBING HITAM
61
ENAM PULUH - PESUGIHAN DAN PELET ASIHAN
62
ENAM PULUH SATU - SIAPAKAH PAK GONDO
63
ENAM PULUH DUA - PERTENGKARAN
64
ENAM PULUH TIGA - RENCANA PERTUNANGAN
65
ENAM PULUH EMPAT - RENCANA PERTUNANGAN II
66
ENAM PULUH LIMA - SIHIR UNTUK HANUM
67
ENAM PULUH ENAM - RAYHAN SAMUDRA
68
ENAM PULUH TUJUH - CEMBURU
69
ENAM PULUH DELAPAN - PENYEMBUHAN
70
AUTHOR MENYAPA
71
ENAM PULUH SEMBILAN - DUA MANGKUK INDOMIE DI PAGI HARI
72
TUJUH PULUH - BAKSO MANG ASEP
73
TUJUH PULUH SATU - KELAPA MUDA DADAKAN
74
TUJUH PULUH DUA - MARTABAK MANIS DAN TELUR
75
TUJUH PULUH TIGA - INI TENTANG PAK GONDO
76
TUJUH PULUH EMPAT - MENCARI DUKUN BARU
77
TUJUH PULUH LIMA - KEBENARAN KEMATIAN BU TEJO
78
I am Back
79
TUJUH PULUH ENAM - INI MASIH TENTANG PAK GONDO
80
PENGUMUMAN LAGII
81
TUJUH PULUH TUJUH - CINCIN
82
TUJUH PULUH DELAPAN - MAAF DAN TERIMAKASIH
83
TUJUH PULUH SEMBILAN - HAMPIR SAJA
84
DELAPAN PULUH - PERASAAN BARU

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!