Bekal yang komplit. Nasi, lauk, salad dan potongan buah yang rapi. Sepertinya disiapkan khusus oleh seorang wanita
Zalynda memakannya perlahan. Rasanya sangat enak. Saladnya juga sangat segar. Zalynda tersenyum getir, siapapun yang membuat bekal ini, Zalynda acungi jempol karena rasanya yang luar biasa
Handphone Zalynda bergetar, sebuah pesan masuk dari Ray
"Bagaimana makanannya?"
Zalynda menarik ujung bibirnya sambil membalas pesan Ray
"Enak. Kamu buat sendiri?"
"Bukan aku."
"Siapa?"
"Seseorang. Nanti kamu akan aku kenalkan padanya."
"Haah.. dari bekal saja aku tidak bisa menandinginya, bagaimana yang lain." Bisik Zalynda sambil menghela nafas
Kembali handphone nya bergetar, pesan dari Ray
"Za, nanti aku jemput. Tunggu aku ya."
Zalynda menggigit bibirnya. Tidak ada salahnya di jemput, toh Zalynda juga tidak membawa kendaraan. Tetapi hati Zalynda bimbang, bagaimana kalau Ray mengingkari janjinya?
Zalynda menarik dan menghembuskan nafasnya
"Baiklah.." Balas Zalynda
***
Toko kue bu Edah hari itu sangat ramai dengan pesanan. Eclairs dan coffee buns buatan Zalynda yang paling laris di toko hari ini. Beberapa pesanan coffee buns untuk meeting pagi di beberapa kantor pun masuk
Seharian Zalynda hanya membuat eclairs dan coffee buns karena banyaknya pesanan. Di ujung hari barulah gadis itu merasa sedikit pegal, namun hatinya bahagia karena bu Edah akan segera memberikan sertifikat kelulusan dari tempat kursusnya
Zalynda melihat handphonenya. Belum ada telepon dari Ray. Zalynda melirik jam, hampir jam tujuh malam. Zalynda memutuskan untuk menunggu Ray
"Belum pulang?" Tanya bu Edah saat melihat Zalynda yang masih duduk di dekat kasir
"Belum bu. Nunggu di jemput." Kata Zalynda melihat ke arah bu Edah
Bu Edah tersenyum lebar "Waah, dijemput pacar bukan?"
Zalynda hanya tersenyum menanggapi. Gadis itu kembali melihat keluar. Sayup-sayup terdengar adzan Isya. Zalynda segera pergi ke mushola toko kue untuk melaksanakan kewajiban lima waktunya
Detik demi detik berlalu. Semua pegawai toko kue bu Edah sudah bersiap pulang karena jam menunjukkan pukul setengah sembilan malam.
Zalynda masih setia menunggu di bangku dekat kasir sambil menatap keluar. Gadis itu mulai gelisah saat rintik hujan mulai turun
"Apa aku ke apartemen Ray saja? Tapi aku nggak tahu kuncinya." Pikir Zalynda
"Za, kamu nggak dijemput?" Tanya bu Edah yang sudah bersiap pulang
"Belum bu.." kata Zalynda sambil meringis. Gadis itu merasa tidak enak karena bu Edah juga ikut menunggui dirinya. Akhirnya Zalynda memutuskan menunggu di luar toko
"Kamu nggak pulang aja Za?" Tanya bu Edah sambil mengunci tokonya
"Sebentar lagi bu. Nanti kalau belum datang, Za naik taksi aja." Kata Zalynda.
Bu Edah menghela nafas. Wanita itu menepuk pundak Zalynda pelan
"Baiklah, ibu duluan ya Za."
Zalynda mengangguk. Gadis itu melihat bu Edah masuk ke dalam mobilnya. Kini tinggal Zalynda seorang diri duduk di bangku panjang depan toko kue
Jawaban Zalynda sebenarnya hanyalah untuk menenangkan bu Edah. Zalynda sendiri tidak punya cukup uang untuk naik taksi, sedangkan untuk jalan ke halte bis cukup jauh dari toko bu Edah. Terpaksa Zalynda menunggu hujan mereda untuk bisa jalan ke halte terdekat
Waktu hampir menunjukkan setengah sepuluh malam. Gerimis makin menderas. Udara semakin dingin. Zalynda menggigit bibirnya sambil memeluk tubuhnya untuk menghalau dingin. Zalynda memandangi langit yang kelam. Sesekali terdengar gemuruh petir
Zalynda tersenyum sedih. Apakah Ray mungkin melupakan dirinya? Apakah Ray mungkin sedang menghangatkan diri bersama istrinya?
"Sudah kubilang, Za..jangan bergantung pada orang. Jangan mempercayai orang lain.." bisik Zalynda
Rasa sedih membuncah di hatinya. Baru kemarin ia merasakan kebahagiaan mendekati dirinya. Namun ternyata kembali Zalynda menelan pil kekecewaan karena sudah mempercayai seseorang.
Zalynda menarik nafasnya perlahan. Dipandangnya layar handphonenya yang gelap.
"Ray.. harusnya kamu menghubungi aku.." bisik Zalynda
Tiba-tiba terlihat sosok yang menembus lebatnya hujan. Hati Zalynda sedikit bersorak, ternyata Ray tidak melupakan dirinya
Sosok itu makin dekat. Zalynda berdiri sambil tersenyum. Namun senyumnya menghilang digantikan dengan tatapan ketakutan saat sosok orang itu makin terlihat jelas
"O-om Yono.."
Petir terdengar bersahutan, hujan turun makin deras
***
Ray melirik jam yang melingkar di tangannya. Sudah setengah sembilan malam dan dirinya masih menemani Aya untuk periksa ke dokter
Aya melakukan pemeriksaan bulanan. Biasanya Ardhi yang mengantarkannya, namun Ardhi sedang ada meeting dengan klien sehingga Ray yang diminta Ardhi menemani Aya
Mereka datang sore hari. Ternyata dokter yang memeriksa Aya ada operasi dadakan sehingga mereka harus menunggu.
Mereka sedang berada dalam perjalanan pulang. Ray mulai gelisah saat gerimis turun. Pikirannya tertuju pada Zalynda. Handphone Ray pun tertinggal di kantor sehingga Ray tidak bisa menghubungi Zalynda. Tanpa sadar Ray menambah kecepatan mobilnya
"Jangan ngebut-ngebut bang. Jalanan licin." Kata Aya
Ray tersadar, langsung menurunkan kecepatannya
"Maaf bunda.."
Aya memperhatikan putra sulungnya yang terkesan lebih pendiam, seperti sedang memikirkan sesuatu
"Bang.."
"Ya bunda?"
"Maaf ya bang, jadi nemenin bunda."
Raya menoleh sekilas ke arah Aya "Kok bunda bicara begitu? Sudah kewajiban abang untuk nemenin bunda."
Aya tersenyum "Memang kewajiban anak lelaki menjaga bunda dan ayah, tapi bunda perhatikan kamu dari tadi kayak kepikiran sesuatu bang."
Ray mendesah. Aya memang sangat jeli, namun Ray belum bisa bercerita banyak tentang Zalynda ke Aya
"Abang nggak mau cerita ke bunda?" Tanya Aya lagi
Ray hanya tertawa kaku. Bagaimana dia harus bercerita? Ray juga bingung darimana dia harus memulai bercerita
"Ng..abang bingung mau ngomongnya, bunda." Kata Ray
"Kamu ada janji ketemu sama seseorang?" Tanya Aya lagi
Ray sedikit terkejut dengan tebakan Aya. Ray hanya terdiam sambil tersenyum kecil
"Perempuan ya?"
Kali ini Ray menoleh sekilas ke Aya. Wajahnya sedikit memerah. Aya tertawa kecil melihat ekspresi putra sulungnya
"Fokus bang, lihat jalan." Kata Aya
Ray segera mengalihkan kembali perhatiannya ke jalan raya
"Kenapa nggak bilang sama bunda sih kalau kamu ada janji? Kan bunda bisa minta temenin Ian atau Endra."
Aya membelai bahu Ray lembut
"Bang, bunda tahu kamu dan adik-adik kamu dididik dengan baik. Kamu tahu kewajiban anak laki-laki menjaga orang tuanya. Tapi bunda juga bukan orangtua kolot yang nggak bisa diajak negosiasi. Kamu tinggal bilang kalau kamu ada janji. Beres kan?"
Ray tersenyum "Abang nggak mau kesannya abang nggak mentingin ayah dan bunda."
Aya tersenyum "Bunda sama ayah nggak pernah mikir negatif begitu ke anak-anak, bang. Kalau kamu bilang ke ayah sama bunda kami pasti ngerti kok karena kami tahu abang dari kecil. Tapi temen abang kan belum tentu ngerti karena nggak kenal abang dari kecil."
Ray tersenyum lega. Dalam hati Ray sangat bersyukur memiliki ibu sepengertian Aya
"Iya bunda. Habis nganter ke rumah, abang langsung pergi nggak apa-apa?" Tanya Ray
"Nggak apa-apa. Inget jangan ngebut ya."
"Siap bunda."
"Sebentar ya Za, tolong tunggu sebentar.." bisik Ray dalam hati
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments