Kamar VVIP di Club XX tergolong mewah untuk standar club, bukan hotel. Sepertinya memang disediakan sebagai sarana para pasangan memadu kasih di tempat privasi
Ray menatap punggung Zalynda yang sedari tadi duduk terdiam di ujung ranjang. Tangannya meremas rok mini hitamnya. Ray tahu tangan itu pasti sedingin es
Ray berjongkok di hadapan Zalynda. Gadis itu langsung menyilangkan tangannya di dada, merasa tidak nyaman dengan apa yang ia kenakan
Melihat itu, Ray segera melepaskan jasnya dan memakaikannya ke tubuh Zalynda yang hanya berbalut tanktop ketat. Terlihat gadis itu meneteskan air mata
Bukan pertemuan seperti ini yang diharapkan Zalynda setelah sekian lama berpisah dari Ray. Terakhir saat tahu bahwa keluarga Al Farobi tidak bersalah atas kegilaan Farah, Zalynda belum sempat meminta maaf pada Ray
"Apa yang terjadi, Za?"
Ah, suara Ray masih tetap lembut saat berbicara dengannya. Walau setiap orasi, suara Ray tegas dan berapi-api namun saat berbicara dengan Zalynda selalu berada dalam mode lembut
"Za.." panggil Ray lagi
Zalynda menghapus air matanya dan memberanikan diri menatap Ray
"Apa kau akan melakukannya?"
"Hah?" Kening Ray berkerut
"Melakukan apa?"
Zalynda menggigit bibirnya, menguatkan hatinya mengucapkan kalimat yang tidak pernah terbesit dalam pikirannya
"Kau sudah membeliku. Aku milikmu malam ini. Segera tuntaskan perjanjian jual beli kita sehingga aku tidak berhutang sepeserpun padamu."
Rahang Ray terlihat mengeras. Pemuda itu segera berdiri
"Kau pikir aku pria seperti itu?"
Zalynda mendongak menatap Ray. Sorot mata Ray menyiratkan kemarahan dan kekecewaan
"Lalu untuk apa kau menghamburkan uang sebanyak itu? Apa kau berniat membelitku dengan hutang?"
Zalynda teringat kata-kata Yono yang selalu memojokkannya dengan mengungkit semua pemberian tuan Wijaya pada Zalynda sebagai hutang sehingga pada akhirnya Zalynda terpuruk di tempat ini
Air mata Zalynda tidak tertahankan. Gadis itu kembali menangis memikirkan bagaimana nasibnya nanti.
Ray mendesah, kembali pemuda itu berjongkok di hadapan Zalynda. Ray menangkup pipi Zalynda dan mengangkat wajah gadis itu. Terlihat lebam membiru di tulang pipi sebelah kiri
"Apa yang terjadi?" Tanya Ray lagi
Zalynda hanya menggeleng. Percuma menceritakan pada Ray apa yang menimpa dirinya.
"Kau tidak akan bisa menolongku." Bisik Zalynda sambil terisak
Ray menghela nafas. Perlahan Ray mendorong bahu Zalynda, merebahkan gadis itu ke atas ranjang. Zalynda sedikit terkejut dengan perlakuan Ray. Bukankah tadi pemuda itu menolaknya?
"R-Ray.." wajah Zalynda memerah
Ternyata Ray hanya merebahkan diri Zalynda ke atas ranjang dan menyelimutinya hingga leher
"Tidur lah Za. Kau kelihatan lelah sekali."
Zalynda meremas selimutnya melihat perlakuan Ray. Masih ada orang baik padanya di penghujung hari
Hari ini tubuh Zalynda memang terasa sangat letih. Gadis itu memiringkan tubuhnya dan mulai memejamkan matanya. Biarlah esok terjadi, malam ini Zalynda hanya ingin beristirahat
Ray memastikan Zalynda sudah terlelap. Pemuda itu mengulurkan tangannya membelai rambut Zalynda yang hitam lebat. Ray tersenyum mengingat dulu gadis ini selalu berdandan rapi dengan rambut berwarna burgundy.
Mata Ray memicing melihat lebam di pipi Zalynda. Apa yang terjadi dengan gadis ini. Perlahan Ray meninggalkan Zalynda dan berbaring di sofa yang ada di kamar
Tangan Ray mendial sebuah nomor
"Hallo, om Beno.."
***
Setiap pagi Zalynda selalu terbangun pada jam 4 shubuh. Namun hari ini alarm tubuhnya tidak membangunkannya.
Zalynda menggeliat lalu perlahan membuka matanya. Hal yang pertama dilihatnya adalah sosok Ray yang sedang duduk di karpet sembari mengangkat kedua tangannya. Ray sedang berdoa
"Shubuh!" Pikiran Zalynda langsung menyentak. Gadis itu segera bangun, namun kembali ia berfikir. Zalynda tidak membawa mukena, bagaimana cara menutup tubuhnya untuk melaksanakan sholat kalau tampilannya terbuka seperti ini.
Rasa sedih kembali membawanya ke realita. Ya, mulai hari ini Zalynda akan bekerja di Club XX sebagai gadis penghibur. Memikirkannya saja sudah membuat Zalynda merasa kotor dan tidak pantas menghadap Sang Pencipta Semesta
"Za, shubuh?" Terdengar suara Ray membuyarkan lamunannya
Zalynda menggeleng
"Haidh?"
Zalynda melotot dengan wajah memerah, sedang Ray tetap dengan wajah datar menanti jawaban Zalynda
"Aku nggak bawa mukena.." Akhirnya jawaban itu yang dikeluarkan Zalynda
Ray berdiri dan mengambil satu paperbag dan memberikannya ke Zalynda. Zalynda melihat isi paperbag itu
Mukena dan baju
Zalynda segera menatap Ray meminta penjelasan
"Sholat dulu, nanti shubuhnya lewat." Kata Ray lagi. Pemuda itu pamit keluar, memberikan privasi untuk Zalynda sebentar
Akhirnya Zalynda menurut. Segera gadis itu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Zalynda juga mengganti bajunya dengan baju yang dibawakan Ray.
Selesai sholat Zalynda melihat Ray sudah duduk di sofa dengan dua mangkuk mie instan dan dua teh panas
"Hanya ini yang bisa di buat di warung depan club XX." Kata Ray sambil meringis
Zalynda tertawa kecil. Masih terlalu pagi untuk memakan semangkuk mie instan. Tetapi demi menghargai Ray, Zalynda tidak berkomentar apa-apa
Keduanya makan dalam diam
"Ng..Ray.." Zalynda mencoba membuka percakapan
"Ya?"
"Kamu semalaman nggak pulang..Nggak ada yang nyariin atau nungguin gitu?"
Ray terdiam sejenak sambil meneguk teh panasnya perlahan
"Nggak ada."
Kening Zalynda berkerut. Dalam pemikiran Zalynda, Ray tergolong pengantin baru. Tidak mungkin istrinya tidak mencarinya
"Kenapa?" Tanya Ray lagi
Zalynda hanya menggeleng perlahan. Mereka kembali makan dalam diam
***
Zalynda melirik jam di dinding. Sudah jam 9 lewat tetapi Ray masih tidak memperbolehkan dirinya meninggalkan kamar VVIP ini
Zalynda mendesah. Sepagian ini dirinya hanya duduk di kasur sambil menonton televisi sementara Ray sibuk dengan handphone nya
Tok..tok..
Seraut wajah cantik muncul di depan pintu. Ray segera berdiri dan menyambutnya
"Tante Ima.."
Ima, sahabat Aya, langsung memeluk Ray sekilas
"Tante langsung datang begitu melihat WA dan belasan missed called darimu Ray. Mana dia?"
Ima mengikuti tatapan mata Ray. Wanita itu mengerutkan kening saat menatap Zalynda. Gadis itu mengingatkannya pada seseorang, namun entah siapa
"Za, ini tante Ima. Pengacara."
Zalynda menatap Ray tidak mengerti, namun tangannya tetap terulur menyalimi Ima. Ima tersenyum
"Tante sudah bicara dengan Alvin. Agak alot juga, tapi Alhamdulillah tante bisa selesaikan walau sepertinya kamu harus mengeluarkan uang lagi. Masih dalam budget kamu kok Ray."
Ray mengangguk "Jangan lupa Ray minta surat perjanjian dan pernyataannya, tante. Boleh fotokopi nya saja, aslinya tetap dipegang tante."
"Beres." Ima mengacungkan jempolnya
"Mm..tante juga jangan cerita-cerita ke bunda ya."
"Nggaklah..belum." kata Ima mencoba menggoda Ray
Ray hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal
"Jangan dulu lah tante. Ray baru cerita ke Ina aja hebohnya minta ampun kemarin."
"Ooh pantesan tadi Alvin pucat pas tadi tante terima telepon dari Lean." Ima terbahak. Orang seperti Alvin memang lebih cocok dilawan dengan ancaman dan kekerasan. Ray ikut tertawa
Ray menatap Zalynda lembut "Ayo kuantar kau pulang."
Kening Zalynda berkerut
"Pulang? Maksudnya?"
Ima tersenyum sambil merangkul bahu Zalynda "Maksudnya, kau bebas nak. Kau tidak perlu bekerja di Club XX ini."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
auliasiamatir
ya Allah, baik banget sih Rey
2021-12-18
1
IG : @thatya0316
syukurlah masih ada orang baik yang menolong
2021-10-24
1