Sudah dua minggu setelah tuan Wijaya membawa pergi bayi Farah. Selama itu pula Farah terlihat selalu melamun. Ia masih berada di rumah sakit kepolisian karena luka jahitan melahirkan yang kembali terbuka saat Farah terjatuh
Bukan tanpa alasan para bidan dan perawat membiarkan Farah berada di rumah sakit. Dengan kondisinya saat ini, jangankan mengurus luka jahitan. Mengurus dirinya pun Farah seperti terlupa. Gadis itu benar-benar hanya melamun dan melamun
"Fa.." Lela datang mengunjungi Farah. Gadis itu tidak bereaksi. Hanya senandung kecil keluar dari mulutnya.
"Istighfar Fa.." lanjut Lela. Wanita itu sangat terenyuh melihat kondisi Farah. Di sisiri nya rambut panjang Farah. Lela mendesah, Farah masih tidak meresponnya
"Bu Bidan, bisa saya melihat bayi Farah?"
Tiba-tiba mata Farah membola mendengar kata bayi
"Bayi..bayiku..anakku! Jangan ambil! Kembalikan! Kembalikaaan!!" Jerit Farah histeris. Para perawat dengan sigap menangkap tangan Farah dan menyuntikkan obat penenang
"Jangan ambil anakku.." ucap Farah sebelum akhirnya tertidur. Lela memandang Farah dengan pandangan iba
"Kenapa dia histeris begitu? Apa yang terjadi?" Tanya Lela pada bidan. Bidan separuh baya itu menghela nafas
"Anaknya di bawa paksa oleh kakeknya. Kondisinya saat itu mungkin sedikit stres karena menjalani kehamilan dan proses melahirkan sendiri. Saat dia merasa ada yang menemani, justru hal itu diambil paksa darinya. Ini yang menyebabkan bu Farah depresi." Jelas bu bidan
"Ya Allah..kasihan sekali nasibmu Fa." Bisik Lela sedih
***
Tuan Wijaya melihat sekali lagi ke arah bayi mungil dalam dekapannya. Air matanya mengalir. Biar bagaimanapun, bayi ini adalah cucunya. Bayi itu menguap lalu menggeliat lucu dan kembali tertidur
Tuan Wijaya melihat sekali lagi sebuah gelang bulat dengan ukiran nama di dalamnya, Farah Afriyani Wijaya sebelum memasukkannya ke dalam kotak. Tuan Wijaya menyelipkan kotak itu di dalam tas bayi
"Bawa dia pergi. Pergi jauh dari sini. Tolong rawat dia." Kata tuan Wijaya sambil menyerahkan bayi mungil itu pada seorang wanita
"Pak.."
"Kau tidak usah khawatir, Rina. Aku akan mengirimkan uang tiap bulan untuk mencukupinya. Kau satu-satunya orang yang kupercaya merawatnya. Bawa ia pergi.."
Rina memandang tuan Wijaya dengan seksama. Sangat terlihat tuan Wijaya pun tidak rela membiarkan bayi ini dibawa pergi
"Pak, anda terlihat sangat menyayanginya. Kenapa bukan anda yang merawatnya?"
Tuan Wijaya mendesah sambil mengusap kasar wajahnya
"Perusahaanku sedang goyah karena Farah masuk penjara. Kalau para investor mencium skandal anakku hamil di luar nikah, mereka akan menarik uangnya dari perusahaan.."
"Perusahaan Frederick kurang ajar. Beraninya mereka memutuskan kontrak setelah sekian lama kita merintis bersama.."
Tuan Wijaya menoleh melihat Yono, keponakannya. Yono seumuran Farah, ia sudah lama ikut tuan Wijaya sementara orangtuanya (yakni adik angkat tuan Wijaya) berada di luar negeri
"Sudahlah Yon, aku faham mereka begitu. Tindakan Farah sudah keterlaluan.."
Tuan Wijaya kembali menatap bayi mungil dalam gendongan Rina
"Pak, siapa namanya?" Tanya Rina sambil memandang bayi mungil itu
Tuan Wijaya berfikir sejenak. Sepertinya kemarin ia mendengar Farah mengucapkan nama bayi itu. Pria itu masuk ke dalam kamarnya dan keluar dengan membawa sebuah buku.
Buku harian Farah
"Aku belum memberikannya nama. Kemarin aku mendengar Farah mengucapkan sebuah nama. Mungkin ada di sini." Tuan Wijaya mulai membolak-balik lembar demi lembar
Pandangannya terhenti pada salah satu lembar berwarna pink
"Dear Bumi Malam ku..
Aku mungkin bukan satu-satunya bintang di langit malam, tetapi aku adalah bintang yang selalu berusaha bersinar lebih terang agar kau perhatikan, walau sebentar
Sayangnya, rembulan telah mencuri semua perhatianmu. Aku tidak akan bisa menyaingi terang dan keindahannya
Aku akan tetap bersinar, disini, menanti secercah perhatian darimu, karena pada dasarnya bintang tidak pernah meninggalkan langit malam, walau langit malam jatuh cinta pada rembulan
Aku lah cahaya, aku lah bintang, aku lah cahaya bintang.. Zalynda Navulia"
***
4 tahun kemudian
Seorang pemuda memicingkan mata saat keluar dari pintu penjara. Tangannya diletakkan ke atas melindungi matanya dari sengatan sang surya
"Aku bebas.." desisnya pelan
Dia, Daniel Pratama. Rambut-rambut yang tumbuh di rahangnya terlihat berantakan. Matanya kini tidak tersirat kesombongan. Kehidupan penjara telah menempanya menjadi seseorang yang jauh lebih baik
Kakinya mengayun ke arah mobil yang sudah menantinya. Terlihat seorang wanita dan seorang pria tersenyum kepadanya
"Kau bebas juga, Niel." Wanita itu memeluk haru Daniel. Daniel balas memeluk wanita itu erat
"Maafkan Niel, mama. Niel selalu bikin repot."
Tuan Pratama, ayah Daniel tersenyum sambil menepuk bahu Daniel.
"Ayo kita pulang. Mama sudah masak banyak untukmu."
Daniel mengangguk. Mereka pun masuk ke dalam mobil dan berjalan meninggalkan rutan
***
Satu nama yang tidak pernah dilupakan Daniel. Seorang gadis yang sukses mencuri hatinya, yang sukses membuatnya merasakan bahagia sekaligus kesedihan dalam satu waktu
Farah Afriyani Wijaya
Selama beberapa hari bebas dari penjara, Daniel akhirnya memutuskan mengunjungi Farah di lapas khusus wanita. Sebelumnya dirapikan penampilannya. Ia ingin terlihat baik-baik saja di depan Farah
***
"Pak, tidak ada yang bernama Farah Afriyani Wijaya di sini."
Daniel mengerutkan keningnya. Hukuman Farah jauh lebih berat dari hukumannya. Tidak mungkin gadis itu dibebaskan terlebih dahulu
"Coba periksa lagi bu." pinta Daniel
"Kami sudah mengecek dengan sistem komputer. Tidak ada tahanan dengan nama Farah Afriyani Wijaya di sini!" Tegas petugas penjara
Daniel mendesah sambil mengedarkan pandangannya
"Apa ku cari saja di rumahnya?" Bisik Daniel
"Mas, nyari Farah ya?" Tanya seorang wanita yang menggunakan seragam polisi
"Iya bu.."
"Sudah empat tahun lalu Farah dipindahkan ke Rumah Sakit Healing Soul."
Daniel tertegun "Healing Soul? Itu kan.."
***
Rumah Sakit Healing Soul, Rumah Sakit Jiwa terbaik di Jakarta
Daniel menatap wanita di depannya. Masih cantik seperti dulu, namun kilatan semangat di matanya menghilang. Terasa kosong dan hampa
"Silahkan pak, saya menunggu di situ untuk berjaga-jaga." Kata seorang petugas rumah sakit. Daniel mengangguk. Perlahan didekatinya Farah. Gadis itu masih menatap lurus ke depan dengan senandung kecil di bibirnya
Daniel menyerahkan seikat bunga Lily di depan Farah. Mata gadis itu mengerjap lalu menoleh memandang Daniel. Mata itu berbinar, dada Daniel bergemuruh
"Apa Farah mengingatku?"
Farah merentangkan tangannya
"Ardhi.. akhirnya kau datang."
***
Ardhi.. hanya Ardhi yang berada di pikiran Farah. Daniel tersenyum kecut. Bahkan di saat begini pun ia kalah dengan Ardhi.
Daniel menatap Farah yang bersenandung kecil. "Apa aku tidak ada dalam ingatan dan hatimu, Fa? Setelah apa yang sudah kita lalui.."
Farah menghentikan senandungnya. Perlahan di toleh kan wajahnya menatap iris coklat milik Daniel. Mata itu terlihat begitu hampa akan cahaya
"Aku selalu mencintaimu, Ardhi. Aku adalah Zalynda Navulia.. Zalynda Navulia.. Zalynda Navulia.."
Kembali Farah menatap lurus, kembali bersenandung kecil. Daniel mendesah pelan. Di belainya rambut Farah lembut
"Besok aku datang lagi. Semoga esok kau mengingatku, sayang." Bisik Daniel
Mata Farah mengerjap, pandangannya tetap kosong lurus ke depan. Daniel mengecup kening Farah kemudian pergi meninggalkannya
Sepeninggalan Daniel, sebutir airmata jatuh dari mata Farah
"Zalynda Navulia.."
***
Selama tiga tahun sejak kebebasannya, Daniel rutin mengunjungi Farah. Namun hari ini adalah hari terakhir Daniel bertemu Farah
Hari ini, orang tua Daniel akan memulai bisnis di Jepang. Daniel pun ikut serta. Pria itu sempat menemui Farah untuk berpamitan. Daniel menatap Farah dari balik kaca
"Tidak peduli berapa lama, aku akan datang lagi Fa. Aku akan membangun perusahaan yang akan mengalahkan perusahaan Ardhi, aku akan membuat perhitungan dengan Ardhi karena membuatmu seperti ini.." Ikrar Daniel
***
Sementara itu, di desa kecil kota Tasikmalaya
Seorang anak perempuan fokus mengerjakan soal-soal di papan tulis saat seseorang guru masuk dan berbicara dengan guru kelasnya. Guru kelasnya terperanjat, lalu melihat sedih ke arahnya. Anak perempuan itu masih fokus mengerjakan soal
"Linda.."
Anak perempuan itu mengangkat kepalanya
"Ya bu?"
"Bereskan buku-bukumu nak. Pak Andri akan mengantar Linda ke rumah sakit."
Kening Linda berkerut. Untuk apa ke rumah sakit?
"Ibu kamu kecelakaan, nak.."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
auliasiamatir
dua bab ini bikin aku mewek....
salam dari novel
CINTA TAK PERNAH MATI
2021-12-16
1
Jo Doang
tidak ada kehidupan yang lebih hancur dibandingkan jauh dari anak.
semangat farah
2021-10-21
3
Emma The@
Menarik kak,semangat terus!!!
2021-10-17
1