Mobil Linda bergerak membelah derasnya hujan. Jalanan terasa lengang. Kebanyakan orang tentunya lebih memilih di dalam rumah memeluk selimut hangatnya atau mungkin meminum kopi panas sambil bercengkerama dengan keluarga tercinta. Memasuki jalanan yang terbuat dari semen Linda sedikit mengurangi laju mobilnya.
"Rumah Mas Pram masih jauh?," Linda membuka pembicaraan setelah beberapa saat lamanya mereka hanya berdiam saja di dalam mobil.
"Lumayan sih, sebenernya nggak jauh jauh banget. Cuma jalannya yang agak rusak, bikin perjalanan jadi lumayan lama," Prambudi menatap air hujan yang terlihat mengalir di kaca bagian luar mobil.
"Mas Pram dulu nikah muda ya? Aku lihat di data karyawan, umur kita nggak terlalu jauh bedanya. Tapi Mas Pram udah nikah tuh, .," Linda semakin mengurangi kecepatan mobilnya, jalanan terasa semakin tidak rata. Kondisi banyaknya genangan air di lubang jalan juga membuat mobil sedan Linda rawan gasruk jika dipacu dengan kecepatan tinggi.
"Udah punya anak juga, " Prambudi menimpali.
"Ah iya itu juga Mas," Linda tersenyum.
"Ya, aku dan Citra nikah muda. Terlalu muda mungkin bagi sebagian orang," Prambudi menjelaskan, pandangannya mengawang jauh.
"Enak Mas nikah muda?," Linda kembali bertanya.
"Enak lah, kan kita saling menyayangi," Prambudi tersenyum, teringat akan Citra.
"Weiisss, jadi iri nih aku," Linda tersenyum masam.
Linda semakin penasaran, seperti apa sebenarnya istri Prambudi. Prambudi begitu menyayangi istrinya hingga mampu menahan diri dari godaan Linda. Linda merasa dirinya sudah cukup cantik, seksi dan menarik. Para mantan kekasihnya dulu pun tak kuasa menahan pesona dirinya. Bahkan ketika hubungan cinta mereka kandas, para mantan itu masih suka menghubungi Linda untuk minta balikan.
Tapi Prambudi berbeda. Dia sudah beristri dan begitu setia menyayangi istrinya. Entah kenapa hati Linda semakin tak menentu. Ada sensasi penasaran yang begitu besar dirasakan Linda untuk bisa menaklukkan laki laki yang ada di sebelahnya itu.
"Mending kamu juga cepetan cari pasangan Lin," Prambudi terdengar memberi saran. Sebuah saran yang sebenarnya sensitif untuk diucapkan. Setiap orang punya hak masing masing untuk menentukan kapan dia harus mencari pasangan hidup. Orang lain tidak perlu memberi saran untuk hal semacam itu. Namun, entah kenapa Prambudi tergelitik untuk berkata demikian.
"Ha ha ha. . .masih enakan sendiri Mas. Lagipula kayaknya sulit nemuin yang cocok," Linda terkekeh.
"Sekalinya ada yang cocok, ternyata sudah ada yang punya," Linda memicingkan mata ke arah Prambudi.
Tiba tiba saja di depan mereka ada seorang pejalan kaki yang menyeberang jalan.
"Awas Lin!," Prambudi setengah berteriak kaget.
Linda buru buru menginjak rem mobilnya. Terdengar bunyi berdecit keras, mobil Linda mati mendadak. Linda kemudian membuka kaca samping kemudi.
"Brengs*k! Mau mati?," Teriak Linda sambil mengacungkan jari tengahnya.
Sosok yang menyeberang tadi diam saja tak menoleh. Pakaiannya serba hitam, memakai payung yang berwarna hitam juga, memunggungi Prambudi dan Linda. Tak bergeming, hanya berdiam mematung di pinggir jalan.
"Dasar aneh!," Linda menghidupkan mobilnya kembali, dan melanjutkan perjalanan. Sementara Prambudi masih mengamati sosok tadi melalui kaca spion. Bulu tengkuknya berdiri, Prambudi merinding. Prambudi kemudian merogoh saku celananya dan memejamkan mata.
Kekuwunge byar padhang ketrawangan
"Mas Pram ngantuk?," Linda bertanya melihat Prambudi yang menutup matanya.
"Nggak kok. Oh, itu Linda. . .rumahku tepat di ujung pertigaan itu," Prambudi menunjuk rumahnya. Linda mengangguk, akhirnya mereka sampai di rumah Prambudi.
Linda menghentikan mobilnya. Hujan masih cukup deras mengguyur, mereka turun dari mobil dan setengah berlari menuju teras depan menghindari hujan. Citra dan Amanda terlihat menunggu Prambudi pulang. Mereka berdua duduk duduk di teras depan rumah.
Linda akhirnya bertemu dengan Citra, istri Prambudi. Linda cukup kaget melihatnya. Pantas saja Prambudi sulit berpaling ke wanita lain. Karena secara fisik dan wajah, kecantikan Citra nyaris sempurna. Linda merasa kesal sendiri.
"Selamat sore anak ayah," Prambudi langsung mencubit pipi Amanda.
"Oh iya Cit, kenalin nih teman kerja aku . . .namanya Linda," Prambudi memperkenalkan Linda pada istrinya. Dua wanita itu akhirnya berjabat tangan yang terasa canggung.
"Linda ini yang kemarin minjemin motornya buat aku Cit," Prambudi menjelaskan.
"Oohhh," Citra bergumam.
"Iya Mbak, soalnya kan motornya nggak ada yang pakai. Tadi Mas Pram ngotot mau mengembalikan motornya. Katanya Mbak yang nyuruh," Linda tersenyum pada Citra.
"Iya, soalnya saya nggak suka suami saya punya utang budi sama orang lain, apalagi orang yang baru dikenalnya," Citra berkata sedikit ketus.
"Ehemm," Prambudi berdehem, menyadari suasana canggung yang membuat tidak nyaman.
"Mari masuk," Prambudi membuka pintu mengajak tamunya masuk ke dalam rumah.
"Silahkan duduk Lin," Prambudi mempersilahkan Linda untuk duduk.
Linda menurut, duduk di kursi ruang tamu menghadap lukisan pengantin yang aneh. Sementara Prambudi menggendong Amanda menuju ke dapur, begitupun Citra mengekor di belakang suaminya itu.
"Buatin minum ya Cit. Teh anget apa gitu," Prambudi menurunkan Amanda dari gendongannya.
"Anak ayah kok tambah berat aja, makin gedhe nih," Prambudi mengusap usap kepala Amanda sedikit kasar saking gemesnya.
"Mas . . . Linda cantik ya," Citra membuka pembicaraan sembari mengambil teh celup yang ada di toples. Prambudi sadar arah pembicaraan Citra, kemudian segera memeluk istrinya itu dari belakang.
"Cantikan kamu kok," Prambudi berbisik lembut. Citra sebenarnya tersipu dipuji demikian, tapi dia masih merasa jengkel dan sedikit cemburu.
"Semua cantik dengan pembawaan masing masing. Nggak boleh ih ngebanding bandingin kayak gitu," Citra menjawab sewot.
"Yaudah deh, apa kata kamu aja," Prambudi masih bergelayut manja pada Citra. Amanda tiba tiba saja menyusul, memeluk Citra. Jadilah keluarga kecil itu berpelukan bersama seperti teletubies.
Citra menghela nafas, melihat anaknya yang masih balita ikut ikutan memeluk dirinya. Dia tersenyum, momen seperti ini merupakan sebuah momen paling berharga dalam hidup berumahtangga.
"Udah ah Mas. Sana, temenin tamumu tuh. Kasihan, masak dicuekin dibiarin sendirian," Citra teringat akan Linda di ruang depan.
"Oh iya ya," Prambudi mengangguk, kemudian beringsut kembali menuju ruang depan.
Sementara itu Linda masih mengamati lukisan di hadapannya. Lukisan yang sebenarnya sangat indah. Seorang pengantin dengan sebuah sanggul, detailnya luar biasa. Namun, bagian wajah dibiarkan kosong, rata. Linda menduga lukisan itu belum selesai.
Duk duk duk
Sebuah suara, seperti langkah kaki menuruni tangga. Linda melongok, melihat siapa yang turun dari lantai dua. Tidak terlihat siapapun, rumah terasa sepi. Linda sedikit kesal, dia merasa sebagai tamu yang dibiarkan sendirian. Tak sepenting itukah dirinya?
Linda berdiri dari duduknya kemudian beranjak menuju ke ruang tengah, mencoba melihat siapa yang baru saja terdengar menuruni tangga. Sedikit lancang sebenarnya, tamu yang baru pertama kali datang ke rumah sudah berani berkeliling sendirian tanpa permisi.
Linda menemukan tangga di ruangan sebelum dapur. Linda sempat melongok ke dapur, tanpa sengaja melihat Prambudi memeluk Citra dari belakang. Linda semakin kesal saja. Tamu dicuekin malah ditinggal mesra mesraan.
Duk Duk Duk
Lagi, terdengar suara orang berjalan di tangga. Linda penasaran, memutuskan untuk naik ke atas, saat sebuah tepukan mendarat di bahunya.
"Ahh," Linda kaget bukan kepalang. Ternyata Prambudi sudah ada di sebelahnya. Menatapnya dengan wajah yang datar dan aneh.
Bersambung . . .
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
FiaNasa
kok aq makin curiga sama Prambudi ini,,siapa sebenarnya dia ini kok bisa tau mantra & tau klau yg nyebrang bukan lah manusia biasa
2024-01-16
0
Blue Love
Prambudi ini sbenernya ada berapa org si? ko sikap nya kdg hangat, kdg datar, tiba2 tempramen
2024-01-02
0
IG: _anipri
Prambudi, pokonya kamu harus jaga jarak sama si palakor Linda!
2023-01-08
0