Hari kedua di tempat kerja, Prambudi merasa kurang bersemangat dan ogah ogahan. Rasa rindu akan istri cantiknya tidak tersalurkan kemarin. Mood Prambudi berantakan, kepala Prambudi terasa penuh dengan bayangan penolakan dari istrinya. Hati dan harga dirinya sebagai seorang laki laki terluka. Memang kemarin adalah pertama kalinya Citra menolak bermesraan dengannya. Apalagi dengan alasan yang tak masuk di akal bagi Prambudi.
"Haahhh," Prambudi mendesah, merasa sangat jengkel saat dirinya seringkali keliru memasukkan angka di komputernya. Konsentrasinya buyar, berantakan.
"Mas Pram kenapa?," Linda bertanya heran melihat Prambudi seperti sedang gelisah dan kesulitan. Meja mereka bersebelahan. Dalam satu ruang kerja, terdapat empat orang karyawan. Prambudi, Linda dan dua teman yang lain.
Linda berjalan ke meja Prambudi. Jalannya yang melenggak lenggok sungguh terlihat centil dan manja. Linda menunduk, merapatkan tubuhnya pada Prambudi. Dia seolah meneliti apa ada yang salah dari pekerjaan Prambudi.
"Ini kan sudah benar Mas, kenapa kok kayaknya uring uringan gitu?," Linda masih menatap layar komputer Prambudi dari dekat.
Prambudi bisa mencium aroma wangi parfum Linda. Jujur saja, sebagai laki laki normal, saat ini Prambudi merasa deg deg an didekati gadis manis dengan cara seperti itu. Apalagi dengan sengaja Linda menyentuhkan bahunya ke bahu Prambudi.
"Ah iya Mbak, ini dari tadi aku sering typo ngetiknya," Prambudi tertunduk tak berani menatap Linda. Dirinya benar benar merasa dikerjai. Linda lebih muda darinya, masih lajang pula, tapi kenapa terasa lebih berpengalaman membuat lawan jenis berdebar debar?
"Konsentrasi dong Mas," Linda mengedipkan sebelah matanya pada Prambudi, kemudian berjalan kembali ke meja kerjanya.
"Nanti pulang kerja, tak traktir minum es teller ya Mas Pram, biar lebih seger dan semangat," Linda tersenyum, menggoda Prambudi dari tempat duduknya.
"Ah nggak usah Mbak. Saya kan pulangnya manggil betor, nanti kalau pulangnya terlalu sore tukang betornya sudah nggak mangkal Mbak," Prambudi menolak ajakan Linda. Apa yang dikatakan Prambudi memang benar adanya.
"Aduh Mas Pram, kalau itu sih gampang. Pokoknya nanti tak atur," Ujar Linda mendesak. Prambudi kehabisan alasan untuk menolak, akhirnya hanya diam saja. Lagipula pekerjaan masih banyak, tak baik juga berlama lama ngobrol. Yang nanti diurus nanti sajalah, begitu pikir Prambudi.
Baru beberapa saat menemukan kembali semangat kerjanya, Prambudi tiba tiba saja merasa ingin buang air kecil. Sedikit tergesa gesa Prambudi berjalan ke toilet karyawan. Toilet untuk karyawan laki laki terletak di dekat gudang penyortiran asbes yang siap dipasarkan. Prambudi buru buru masuk toilet.
Suasana toilet sepi dan hening. Hanya ada Prambudi disana, sendirian. Setelah selesai, Prambudi mencuci tangannya di wastafel. Saat itu lah terasa hawa dingin bertiup dari lubang ventilasi di atas tempat Prambudi berdiri. Hawa dingin dengan aroma wangi semerbak.
"Praaambuuuddiiiiii," sebuah suara seperti berbisik di telinga Prambudi. Prambudi bergeming, tak menggubrisnya.
"Praambuuuddiiiii," Sekali lagi sebuah suara berbisik di telinga Prambudi bersamaan dengan hawa dingin yang menjalar di tengkuknya.
Prambudi merogoh saku celananya, sebuah benda dia genggam. Prambudi memejamkan matanya sekejap.
Ora duwe dimar kurung cumanthol pulung e atiku
Kekuwunge byar padhang
Jdaarrrr
Suara pintu kamar mandi terbanting keras. Setelah beberapa saat, Prambudi membuka matanya. Dan semua sudah kembali normal. Tak ada lagi suara suara aneh, tak ada lagi hawa dingin yang sedari tadi membuatnya merinding.
Prambudi mengusap beberapa keringat di keningnya. Menatap wajahnya sendiri di kaca.
"Tenanglah," gumam Prambudi sendirian.
* * *
Tepat jam empat sore, Prambudi akhirnya pulang bareng dengan Linda. Tak ada lagi alasan untuk menolaknya. Apalagi gadis rekan kerjanya itu hari ini membawa sebuah mobil sedan mungil. Mereka berdua meluncur meninggalkan kantor, ke arah yang berlawanan dari rumah Prambudi.
"Kita mau kemana Mbak?," Tanya Prambudi ketika melihat jalan yang mereka lalui berlawanan arah dengan rumahnya.
"Jangan panggil Mbak, kita sedang di luar kantor. Panggil nama saja," Linda berbicara sambil mengamati jalanan di depannya yang cukup banyak lubang menganga.
"Oh, baiklah. Emm, kita mau kemana? Ini bukan jalan menuju rumah," Prambudi mengulangi pertanyaannya.
"Ini jalan menuju rumah kok. Menuju rumahku," Linda menjawab dengan senyumnya yang nakal.
"Mbak, mau ngapain kita ke rumahmu?," Prambudi sedikit kaget dengan jawaban Linda.
"Jangan panggil Mbak," Linda melotot.
"Ah iya maaf. Mau apa ke rumahmu Linda? Istri dan anakku menunggu di rumah. Nggak baik juga bagimu membawa pulang laki laki beristri," Prambudi menatap Linda dengan wajah serius.
"Ha ha ha ha," Tawa Linda pecah.
"Apanya yang lucu?," Prambudi nggak ngerti sama sekali dengan Linda, kenapa gadis itu malah tertawa terbahak bahak.
"Jangan kaku kaku kayak kanebo kering. Pemikiranmu kolot Mas. Aku hanya mengajakmu pulang. Sebagai rekan kerja, saling mengetahui tempat tinggal satu sama lain adalah hal yang wajar Mas. Tenang saja, aku tinggal sendirian di rumah," Linda mengejek Prambudi.
"Tenanglah, aku nggak akan menggigitmu Mas," Linda menggoda Prambudi. Kali ini Prambudi diam saja.
Mobil Linda berbelok di sebuah jalan dengan aspal yang lebih mulus, kemudian berhenti di sebuah rumah dengan warna tembok putih bersih. Linda turun dari mobil, begitupun Prambudi.
"Mari masuk Mas," Linda mempersilahkan Prambudi untuk masuk ke dalam rumah.
"Ah, aku disini saja ya," Prambudi menolak, memilih duduk di kursi di teras rumah Linda.
"Hmmm, baiklah Mas. Aku ke dalam sebentar ya," Linda masuk ke dalam rumah.
Prambudi mengamati rumah yang sekarang dikunjunginya itu. Terlihat sederhana, tidak terlalu besar. Namun bersih dan tertata rapi. Beberapa tanaman hias juga nampak indah di halaman depan dengan kolam ikan berukuran mini di tengahnya.
"Minum dulu mas," Linda mengagetkan Prambudi yang sedang melamun.
Prambudi cukup kaget melihat Linda. Dia berganti pakaian, memakai kaos tanpa lengan berwarna putih yang menunjukkan kulit halusnya. Prambudi menelan ludah, dia merasa harus segera pulang ke rumah. Dengan cepat Prambudi menenggak habis minuman sirup yang disuguhkan Linda.
"Linda, aku harus segera pulang," Prambudi menegaskan niatnya. Linda mendesah pelan.
"Iya deh. Mas jangan mikir yang aneh aneh tentangku. Aku hanya ingin meminjami ini kok," Linda menyerahkan sebuah kunci motor untuk Prambudi.
"Apa ini?," Prambudi bertanya tidak mengerti.
"Kebetulan kemarin itu aku menang undian motor dari bank tempat aku nabung. Aku kan sudah ada motor, ada mobil juga. Sementara Mas kelihatannya butuh kendaraan untuk pulang pergi kerja. Jadi, sementara tak pinjami. Nanti kalau Mas sudah beli motor sendiri, kembalikan deh," Linda tersenyum menatap Prambudi.
Prambudi jadi benar benar merasa tak enak hati. Tak mungkin menolak tawaran dari Linda. Dalam hati, Prambudi mengutuk dirinya sendiri yang sempat berpikiran negatif pada rekan kerjanya itu.
"Terimakasih Linda, kebaikanmu akan selalu kuingat," Prambudi menerima kunci motor dari Linda.
"Iya Mas, sama sama. Cepatlah pulang, istri dan anakmu menunggu di rumah lho," Linda tersenyum mengingatkan, Prambudi merasa malu sendiri.
Prambudi di hari kedua bekerja, pulang menaiki motor baru. Sepertinya keberuntungan mulai mengikuti kehidupan Prambudi.
Bersambung . . .
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
FiaNasa
kayaknya Prambudi tau sesuatu deh,,buktinya pas ditoilet dia diganggu tp dia buru² ambil sesuatu dr sakunya untuk mengusir gangguan itu,,soal gajian juga gak jujur sama istrinya,,apalagi Pram mudah suka sama wanita cantik,,hadehhhh
2024-01-16
1
novita setya
kyne kudu ati2 karo linda..prambudi apa yg km sembuyikan dr istrimu
2023-10-16
0
Manda Siregar
apa artinya ini Thor
2023-05-20
0