Jam 7 pagi Citra telah selesai menunaikan kewajibannya. Makanan untuk sarapan keluarganya telah tersedia lengkap di atas meja. Prambudi keluar dari kamar memakai baju warna putih bersih, dengan rambut klimis dan aroma parfum yang semerbak manis.
"Mas. . .kamu pakai parfumku ya?," Citra mengendus endus suaminya.
"He he he, Aku nggak punya parfum Cit, daripada bauku apek pas hari pertama kerja ya aku nyoba semprot semprot dikit lah," Prambudi cengengesan.
"Emmm . . . Sini sekalian tak kasih mantra kalau gitu, biar hari pertamamu kerja lancar Mas," Citra menarik kerah baju Prambudi dan hendak mengecup mesra pipi suaminya itu. Prambudi yang sudah menduga akan mendapat kecupan dari sang istri langsung menoleh, sehingga kecupan Citra tidak mengenai pipi Prambudi namun langsung mengenai bibirnya.
"Ihh nakal," Citra memukul bahu prambudi manja. Prambudi membalas mencolek mesra pinggang Citra.
"Sarapan sudah siap Mas," Citra mengajak Prambudi ke meja makan.
"Bahan makanan murah murah Mas disini. Kita juga nggak perlu repot ke pasar, sudah ada pedagang sayur keliling," Citra membuka tudung saji di meja makan. Sayur sop, sambel bawang dan tempe goreng mengeluarkan aroma harum yang menggunggah selera.
"Tapi penjualnya agak aneh, kepo banget, penakut juga. Masak dia ngira aku hantu Mas. Dia kira rumah ini masih kosong nggak ada yang nempati," Citra mengambilkan piring dan nasi untuk Prambudi.
"Kalau ada hantu se cantik kamu, bukannya ditakutin malah dikejar kejar orang, diburu nanti," Prambudi menerima sepiring nasi dari Citra, mengambil sayur dan tempe goreng kesukaannya.
"Ngomong ngomong, Manda dimana Cit?," Prambudi bertanya, mencari cari Amanda yang tidak kelihatan batang hidungnya pagi ini.
"Itu, dia di halaman belakang sama si Kity. Dari tadi Kity lari keluar rumah terus, kayak nggak betah gitu di dalam rumah. Kenapa ya Mas?,," Citra melongok dari jendela dapur, melihat Manda yang masih asyik dengan kucingnya.
"Mungkin si Kity minta kawin," Prambudi menjawab enteng.
"Ya enggak lah Mas. Aku khawatir Mas, jangan jangan rumah ini nggak beres," Citra berbisik pada Prambudi.
"Hush, ngawur. Tidur disini tuh nyenyak, makan juga enak, udara sejuk, segar, jauh dari banjir, longsor dan segala macem nya, nggak beresnya dimana coba?," Prambudi menatap Citra dengan tajam. Citra nggak mampu membalas ataupun menjawab pertanyaan suaminya. Karena apa yang dikatakan memang benar adanya.
"Mas, bunda tadi WA aku . . .kekeuh nanyain alamat kita sekarang. Gimana Mas? Mungkin Bunda sudah kangen sama Amanda," Citra mengalihkan pembicaraan, terlihat sedih dari sorot matanya.
"Jangan kasih tahu dulu Cit. Baru juga dua hari. Biarkan Amanda, dan semuanya adaptasi dulu. Kalau Bundamu datang kemari sekarang, kemungkinan besar Amanda bakalan ngajak pulang ke rumah Bundamu. Memangnya kamu mau pisah sama Amanda, atau kamu mau LDR an sama aku?," Prambudi sekali lagi menatap Citra dengan tatapan yang tajam.
Citra menggeleng pelan. Memang tidak ada pilihan lain. Semuanya harus menahan diri saat ini, demi keutuhan rumah tangga tercinta. Citra sadar selama ini Prambudi selalu tertekan hidup di rumah sang mertua. Bagaimana tidak? caci maki, dan perkataan yang menghina ibarat makanan sehari hari untuk Prambudi. Dan saat ini Prambudi memiliki kesempatan untuk membangun keluarga kecilnya dengan tenang, saat ini adalah giliran Citra untuk menahan diri, berbakti pada suami.
"Aku mau berangkat dulu ya Cit. Doa in kerjaanku hari ini dan seterusnya lancar," Prambudi sudah menyelesaikan sarapannya. Citra segera membereskan piring kotor di meja.
"Manda, sini Nak. . .ayah mau berangkat kerja nih," Citra memanggil Amanda.
Dengan menggendong si Kity Amanda berjalan tergopoh gopoh menghampiri ayahnya.
"Hati hati ya Ayah," Amanda tersenyum polos memandang ayahnya.
"Baik princess kuu, jangan rewel ya di rumah sama Mamah," Prambudi mendaratkan kecupan di pipi dan kening Amanda.
"Lha untukku mana Mas?,"'Citra bertanya manja.
Dada Prambudi berdesir setiap melihat istrinya bermanja manja seperti itu. Prambudi merasa enggan untuk pergi bekerja, inginnya sih seharian sama istri cantiknya itu.
"Tadi kan udah," Prambudi tersenyum ke arah Citra.
Akhirnya Prrambudi tetap mendaratkan satu dua kecupan untuk istrinya, kemudian bersiap berangkat kerja. Prambudi berangkat menggunakan jasa becak motor yang telah dia pesan kemarin untuk antar jemput.
* * *
Setelah Prambudi berangkat kerja, Citra membereskan meja makan dan dapur. Kemudian setelahnya, Citra mencuci beberapa pakaian kotor. Meskipun dia anak konglomerat kaya raya, nyatanya dia bisa menjadi istri yang baik untuk Prambudi. Istri yang nyaris sempurna dan Prambudi wajib rasanya untuk bersyukur akan hal itu.
Selesai beberes, Citra duduk duduk di halaman belakang menemani Amanda yang bermain boneka doraemon salah warna bersama si Kity.
"Anak pinterr, nggak pernah rewel. Tahun depan daftar sekolah ya Nak," Citra mengusap usap rambut Amanda.
"Mah Mamah tahu nggak," Amanda berbicara tanpa melihat mamahnya, masih sibuk menimang nimang boneka doraemonnya.
"Apa sayang?," Citra bertanya lembut pada Amanda.
"Yang tinggal di rumah ini bukan hanya ayah, Mamah dan Manda lhoo," Amanda tersenyum pada Citra.
"Iya Mamah juga tahu Nak, ada si Kity kan," Citra membalas senyuman Amanda. Sementara Kity terlihat berguling guling di rerumputan.
"Bukan Maahh, ada lagiii," Amanda menggeleng gelengkan kepalanya.
Perasaan Citra langsung tidak enak. Ada rasa dingin yang mulai menjalar di lehernya.
"Mandaa, Manda jangan aneh aneh deh. Siapa lagi yang tinggal disini. . .Mbah Kadir maksudmu?," Citra menyangkal apa yang disampaikan Amanda.
"Bukan Maahh, tadi Manda lihat kamar atas dari sini. Ada tante cantiikkk banget, tangannya da da da da ke Manda. dari atas situ," Amanda menunjuk nunjuk balkon yang kemarin sempat dipuji Citra akan keindahannya.
Citra dengan cepat menoleh, melihat balkon yang ditunjuk oleh Amanda. Tidak ada apapun, kosong. Pintu pun tertutup rapat. Tapi tak bisa dipungkiri rasa takut mulai menjalar di lubuk hati, membuat tubuh Citra merasakan hawa dingin yang ganjil.
"Manda sayang, mungkin kamu salah lihat Nak. Itu lho nggak ada apa apa disana," Citra berusaha meyakinkan dirinya sendiri.
"Tapi Mah," Amanda hendak membantah, ketika mamahnya meletakkan jari telunjuk di mulutnya.
"Sudah, ini waktunya kita sarapan. Yuk makan. Manda mau roti apa nasi?," Citra mengalihkan pembicaraan.
"Roti aja ya Mah," Amanda tersenyum kemudian menggandeng Mamahnya menuju ke dapur.
Citra berjalan mengiringi Amanda dan sesekali melongok ke balkon untuk memastikan tidak ada apa apa disana. Citra tahu tak mungkin Amanda berbohong, anak se usia Amanda selalu berkata jujur.
Citra merasa perlu untuk menyelidiki sejarah rumah yang ditempatinya ini. Mungkin dia perlu berjalan jalan ke tetangga sekitar. Atau besok dia juga bisa mengorek informasi dari Rohmat si tukang sayur.
Bersambung . . .
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Rose_Ni
aku lebih milih LDR an
2024-02-02
0
Widodo Wilujeng
Narsih blm musnah kali
2023-11-02
0
Adellin Zandra
aduuuhh, saya kok jd deg deg an sndiri ya mbacanya 😄
2023-04-13
0