Setibanya dari luar kota mengurus perluasan bisnisnya, Pak Doto langsung menuju ke rumah. Biasanya laki laki berusia 55 tahun itu lebih suka main tenis atau karaokean terlebih dahulu sebelum pulang ke rumah. Namun hari ini moodnya sedang berantakan. Sang istri telepon kalau menantunya telah membawa lari anak dan cucu cantiknya.
Pak Doto, laki laki dengan sikap dan sifat yang keras, laki laki yang pernah masuk majalah lokal sebagai salah satu milyarder dengan bisnis yang semakin menggurita. Pak Doto tidak segan segan menghancurkan saingan bisnisnya dengan cara cara kotor. Dia memiliki pasukan tukang pukul sendiri di kantornya, yang siap bergerak sewaktu waktu saat dibutuhkan.
Pada saat tahu anaknya dihamili oleh Prambudi mantan tukang kebunnya, sebenarnya Pak Doto sudah bersiap mengirimkan tukang Jagal untuk menghabisi si Prambudi. Namun, ternyata anaknya mengiba memohon pengampunan dan nengatakan dia tak bisa hidup tanpa Prambudi.
Kini setelah Prambudi dijadikannya menantu, dibiarkan olehnya merasakan hidup bermewahan, tiba tiba saja dengan begitu lancang Prambudi membawa lari anak dan cucunya. Pak Doto geram bukan kepalang. Giginya beradu menimbulkan suara gemeretak, bagaikan singa yang siap menerkam apapun di hadapannya.
"Wiryo! Kamu nyetir jangan lelet!," Pak Doto membentak Wiryo, sopir pribadinya.
"Ba baik Pak," Wiryo menjawab tergagap.
Wiryo tahu betul, majikannya ini sedang marah besar. Dia tadi sempat menguping pembicaraan Pak Doto dan istrinya di telepon. Anak dan cucunya dibawa pergi oleh menantunya.
Wiryo sudah mengabdi selama tiga tahun pada Pak Doto. Meskipun awalnya dia tidak tahu kenapa Pak Doto begitu membenci menantunya, lama lama Wiryo mengerti ternyata sang menantu adalah orang seperti dirinya, rakyat jelata.
Beberapa kali Wiryo sempat membayangkan betapa enaknya jadi menantu orang kaya dengan istri se cantik bidadari. Bagaikan sebuah cerita indah di sinetron. Namun nyatanya, hidup tak seindah sinetron. Wiryo tahu betul Prambudi si menantu miskin sangat tersiksa batinnya. Dan kini si Prambudi membawa anak dan istrinya pergi dari rumah? Cari mampus.
Saat sampai di rumah, Wiryo buru buru turun dari mobil hendak membukakan pintu untuk Pak Doto. Namun Pak Doto sudah membuka pintu sendiri dan membantingnya dengan kasar. Pak satpam tergopoh gopoh menghadap Pak Doto.
"Tuan, maafkan saya Tuan. Neng Citra dan Mas Budi keluar lewat pintu belakang tuan. Saya tidak tahu Tuan," Pak satpam yang sudah tua itu mengiba.
"Kerjamu nggak becus! Kupingmu sudah budeg? Atau kau lagi tidur pules sampai nggak denger ada orang buka pintu belakang terus keluar dari rumah ini?," Pak Doto melotot membentak satpam tua itu.
"Maafkan saya Tuan," Pak satpam bersimpuh mengiba. Wiryo sebenarnya tak tega melihatnya.
"Atau jangan jangan kau bersekongkol sama b*jing*n Budi itu? Hah?," Pak Doto membentak, mengumpat, meluapkan amarahnya pada orang yang salah.
"Tidak Tuan. Demi Gusti Pangeran saya tidak tahu apa apa Tuan," Pak Satpam menangkupkan tangannya, memohon ampun. Pak Doto tidak peduli, berjalan pergi begitu saja tanpa menoleh pada satpam tua yang masih mengiba.
"Citra dan Amanda dibawa pergi sama si Budi itu Yaaah," Nyonya Doto berjalan terburu buru menyambut kedatangan suaminya.
"Dasar orang tak tahu diuntung!," Pak Doto melemparkan tas kantornya.
"Dikasih hati minta jantung. Kamu bisa menghubungi Citra?," Pak Doto bertanya pada istrinya, merebahkan badannya di sofa.
"Bisa Yah. Tapi Citra nggak mau ngasih tahu dimana mereka tinggal sekarang. Gimana kalau sampai si Budi itu bikin anak dan cucu kita sengsara Yah? Mereka makan apa?," Nyonya Doto terlihat menangis, menambah amarah Pak Doto semakin menjadi.
"Aku mau lihat kamar mereka," Pak Doto bergegas menuju kamar Prambudi dan Citra. Nyonya Doto mengekor di belakang.
Dengan kasar Pak Doto membuka dan setengah membanting daun pintu kamar. Kosong, kamar benar benar kosong. Tak ada sehelai pakianpun milik Prambudi yang tertinggal. Sementara beberapa gaun mahal milik Citra masih tergantung dalam lemari. Baju baju Amanda pemberian dari Nyonya Doto juga terlihat ditinggalkan di salah satu sudut lemari.
"Budiiiii . . . berani sekali kau Budi. Bangs*t," Pak Doto memukul mukul lemari.
Plok
Sebuah benda jatuh dari atas lemari. Sebuah bungkusan kecil berwarna putih. Pak Doto mencoba berjongkok, agak kesulitan karena perutnya yang buncit besar. Pak Doto memungut bungkusan kecil tersebut dan membukanya. Ada aroma anyir dan wangi yang secara bersamaan menusuk indera penciumannya. Buru buru Pak Doto memasukkan benda itu ke saku celananya, sebelum istrinya mengetahui.
"Sedang apa Yah?," Tanya Nyonya Doto melihat suaminya yang berjongkok.
"Nggak pa pa. Aku mau keluar dulu. Mau ngajak anak buahku buat nyari itu si cecunguk Budi. Setidaknya akan kubuat wajahnya hancur supaya Citra nggak mau lagi sama dia," Pak Doto mendengus kesal. Namun emosinya sedikit mereda, ada sedikit ke khawatiran dari gurat wajahnya.
Pak Doto keluar dari rumah hendak memanggil Wiryo saat tanpa sengaja melihat motor bebek butut menantunya terparkir di garasi bagian belakang. Dengan tergesa gesa Pak Doto menggelandang motor itu, menyeretnya ke halaman depan.
"Wiryooooo," Teriak Pak Doto memanggil Wiryo.
"Iya Tuan," Wiryo tergopoh gopoh menyahut, dia sedang makan saat sang majikan memanggilnya. Ada beberapa butir nasi menempel di pipinya.
"Cari bensin, minyak tanah, solar atau apapun yang ada!," Pak Doto memberi perintah.
"Untuk apa Tuan?," Wiryo bertanya tidak mengerti.
"Jangan banyak tanya bangs*t!," Pak Doto menoyor kepala Wiryo dengan kasar.
Wiryo merasa bodoh. Seharusnya dia tidak bertanya, cukup melaksanakan perintah saja. Wiryo menepuk nepuk mulutnya sendiri beberapa kali.
Wiryo segera berlari pontang panting. Wiryo berlari ke toko kelontong depan jalan raya. Membeli satu jerigen besar pertamax yang ada disana. Penjualnya merasa beruntung dagangannya ada yang memborong hari ini. Wiryo memanggul satu jerigen besar pertamax itu dan segera kembali ke rumah.
"Ini Tuan," Wiryo terengah engah kecapek an.
"Tuang dan siram!," Pak Doto memberi perintah sambil menunjuk motor Prambudi.
Tidak ada pilihan lain bagi Wiryo. Dia menuangkan dan menyirami motor Prambudi dengan Pertamax. Ada rasa kasihan di hatinya. Wiryo tahu, hanya motor inilah harta benda Prambudi satu satunya.
Pak Doto menyalakan cerutu, menghisapnya dua kali dan melemparkan cerutu yang masih menyala itu ke motor Prambudi.
Buggghhh Bwooosshhhh
Api berkobar. Motor Prambudi dibakar. Ada letupan letupan kecil yang terdengar, tapi motor butut itu tak bisa mengelak dari nasib sialnya.
"Satpaamm," Teriak Pak Doto. Pak Satpam dengan tertunduk mendekat.
"Kamu beresin rongsokan ini nanti!," Pak Doto menunjuk motor yang sedang terbakar.
"Baik Tuan," Pak Satpam menjawab dengan ketakutan.
"Wiryo ayo kita pergi!," Pak Doto mengajak Wiryo untuk bergegas pergi.
Pergi kemana? Wiryo tak berani bertanya. Ada beberapa tempat yang mungkin dikunjungi Tuannya, dia hafal betul. Kantor, markas tukang pukul milik Tuannya itu, tempat karaoke, atau. . .lokalis*si langganannya.
Bersambung. . .
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Yulay Yuli
kl banyak duit mah bebas mau kemana aja, istri udh peot jajan aja ya pak😂😂😂
2025-01-10
0
Rose_Ni
kasar bener jdi majikan
2024-02-02
0
Rose_Ni
Pak Doto anda mencurigakan
2024-02-02
0