Sebatang rokok telah disesapnya hingga habis. Kopi pahit juga tinggal menyisakan ampasnya saja yang mengendap di dasar cangkir. Matanya bagaikan elang yang siap menerkam mangsa, mencari segala hal yang mencurigakan baginya. Namun, hasilnya nihil. Pengintaiannya malam ini tak membuahkan hasil.
Mas Adi, seorang polisi yang sedang bertugas menangani kasus kriminal di wilayah kota T. Dalam dua minggu ini sudah ada lima orang 'wanita malam' yang dilaporkan menghilang. Dan hampir setiap malam Mas Adi melakukan pengintaian di lok*lis*si terbesar di kota tersebut. Namun sampai saat ini belum ada perkembangan ataupun titik terang dari kasus yang sedang ditanganinya itu.
"Wajahmu tegang amat Mas, lemesin dong ah," Mak Ati menepuk bahu Mas Adi, menyadarkannya dari lamunan. Mak Ati adalah pemilik warung di tengah tengah pusat rumah 'malam'.
"Yang hilang nggak usah dicari Mas, toh yang lain juga banyak," celetuk Mak Ati lagi.
"Jangan asal ngomong Mak. Kalau barang bisa diganti, kalau nyawa tidak akan ada meski kau cari," Mas Adi bersungut sungut kesal.
"Lha kan yang hilang, belum tentu mati Mas. Bisa saja kan dia lari, nggak betah disini," Mak Ati berkata setengah berbisik.
Apa yang dikatakan Mak Ati ada benarnya. Awalnya Mas Adi dan rekan rekan polisi yang lain pun berpikir demikian. Namun, setelah dipikirkan ulang hal itu menjadi janggal. Barang barang mereka yang hilang masih utuh di kamarnya. Bahkan, ada yang menyimpan emas dan uang di lemarinya pun tidak dibawa. Artinya, mereka yang hilang, pergi tanpa persiapan dan sekarang sedang entah dimana, lenyap begitu saja.
"Ada beberapa orang hilang disini, tapi kok semuanya biasa saja sih Mak? Kok nggak ada yang merasa kehilangan atau gimana gitu?," Mas Adi kali ini bertanya pada Mak Ati yang sedang menonton acara TV tengah malam.
"Ya sebenarnya sih kehilangan ya. Tapi kan ya itu, kita semua berpikir positif, mereka yang hilang mungkin sedang bersama pria kaya diajak liburan kemana, seneng seneng gitu. Soalnya dulu juga pernah kan ada yang 'pesen' sampek beberapa hari," Mak Ati menjawab enteng.
"Iya kah? Dipesen siapa Mak?," Mas Adi seperti mendapat sedikit petunjuk. Mak Atik celingak celinguk sebentar.
"Pak Doto, konglomerat kaya raya itu lho, tapi ini rahasia lho Mas," Mak Ati berbisik pada Mas Adi, seakan dia lupa orang yang di hadapannya ini adalah seorang polisi.
Mas Adi manggut manggut. Ternyata konglomerat kelas kakap itu suka ke tempat ini.
"Mas, kok kamu serius amat sih pegang kasus orang hilang disini? Toh mereka yang hilang kebetulan nggak punya sanak family yang bakalan nyari," Mak Ati terlihat menguap lebar. Tengah malam telah terlewati.
"Ya karena itu, kasihan kan," Mas Adi mendesah pelan.
Mas Adi tahu betul, 5 wanita yang hilang memiliki beberapa kesamaan. Semuanya adalah wanita penghibur yang tidak memiliki anggota keluarga satupun. Mereka adalah orang orang yang sedari kecil berada di tempat ini, tanpa identitas yang jelas. Dibesarkan oleh wanita penghibur lain yang lebih tua untuk kemudian melanjutkan bisnis ini ketika mereka dewasa.
Ada rasa iba di hati Mas Adi. Ada rasa tanggungjawab di benaknya. Kehidupannya dulu juga tak senyaman sekarang. Dulu dia juga sebatang kara, yatim piatu yang dibesarkan di sebuah panti asuhan. Kini ketika dia tahu ada orang orang yang bernasib sama dengannya dulu, sebatang kara dan sedang mengalami kesulitan dia tidak bisa tinggal diam.
Lima orang hilang di tempat ini, namun seolah olah tidak terjadi apa apa. Hati Mas Adi terasa perih, kenapa dunia ini semakin banyak terisi manusia yang hilang rasa kemanusiaannya? Mas Adi mendesah pelan. Mas Adi beranjak dari tempat duduknya, hendak pulang.
"Mau kemana Mas?," Mak Ati bertanya, melihat Mas polisi baik hati itu sudah berdiri merogoh dompet di saku celananya.
"Mau pulang Mak udah ngantuk," Jawab Mas Adi sambil menyodorkan selembar uang lima puluh ribu.
"Nggak ada kembaliannya Mas. Hari ini Emak lagi sepi," Mak Ati memasang wajah cemberut.
"Yaudah kembaliannya ambil saja Mak," Mas Adi menghela nafas.
"Asyikkk," Mak Ati segera memasukkan uang ke dalam laci, Mas Adi geleng geleng kepala.
Mas Adi berjalan ke tempat parkir motor saat dia melihat seorang perempuan mondar mandir di salah satu rumah 'malam' ber cat hijau. Perempuan itu terlihat kebingungan. Mas Adi akhirnya berjalan mendekatinya.
"Maaf Mbak, Mbak nya kok kelihatan bingung. Ada apa?," Mas Adi bertanya pada perempuan tersebut. Perempuan tersebut menatap Mas Adi sekilas, terlihat enggan bercerita. Mungkin dia ragu berbicara dengan orang asing.
"Nama saya Adi Mbak. Saya anggota kepolisian yang sedang berkeliling di tempat ini," Mas Adi memperkenalkan diri, menunjukkan identitasnya.
"Ah iya, nama Saya Sinta," Perempuan yang bernama Sinta itu terlihat lebih lega ketika mengetahui Mas Adi adalah seorang polisi.
"Mbak nya kenapa kok kelihatan panik?," Mas Adi kembali bertanya pada Sinta.
"Rumah ini kan dihuni dua orang. Saya dan satu lagi teman saya. Sore tadi saya keluar, saya baru saja pulang ini tadi. Tapi teman saya nggak ada Mas. Saya khawatir dia kenapa kenapa," Sinta menjelaskan, terlihat tidak tenang.
"Mungkin dia sedang keluar juga Mbak," Mas Adi berusaha menenangkan.
"HP nya ada di kamar Mas, kalau dia pergi berkencan nggak mungkin HP nya ditinggal. Dan juga. . .," Sinta terlihat ragu ragu untuk bercerita.
"Juga apa Mbak?," Mas Adi bertanya, meminta penjelasan.
"Anu Mas, ada sesuatu yang aneh di dalam kamarnya," Sinta setengah berbisik.
"Aneh gimana? Bolehkah saya melihatnya?," Mas Adi menatap Sinta dengan wajahnya yang tegas dan serius. Sinta mengangguk setuju.
Mereka berdua masuk ke dalam rumah dan memasuki kamar yang dimaksud Sinta. Kamar kecil bercat kuning dengan poster poster seksi tertempel disana. Sebuah meja di sudut ruangan, dengan HP dan dompet tergeletak di atasnya. Mas Adi membuka dompet dan melihat identitas si pemilik. Namanya Vira usianya baru dua puluh empat tahun.
"Yang Mbak maksud aneh tadi, yang mana Mbak?," Mas Adi bertanya kembali pada Sinta yang berdiri di ambang pintu kamar. Sinta kemudian menunjuk salah satu sudut ruangan.
Mas Adi memperhatikan sudut ruangan yang ditunjuk oleh Sinta. Ada sebuah benda, semacam pecahan batu kerikil kecil disana. Mas Adi mendekat, membungkus tangannya dengan sarung tangan dan mengambil benda tersebut. Tercium aroma wangi menyengat yang aneh.
"Ini bukan batu," gumam Mas Adi lirih.
Sebuah petunjuk dia dapatkan malam ini. Mungkinkah selama ini di kamar setiap perempuan yang dilaporkan hilang selalu ada benda ini? Tapi luput dari pengamatan karena ukurannya yang kecil dan semua mengira bahwa itu adalah kerikil.
Bersambung. . .
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
pioo
bukan hilang kemanusiaan sbnrnya, terus org2 hrus apa? harus sedih berlarut larut? kan ga mungkin, ingat ya life must go on
2024-11-04
0
Rose_Ni
Prambudi kah pelakunya
2024-02-02
0
wulanzahira
tp bisa jd itu perbuatany pak doto buat tumbal pesugihanya kali🤣🤣
2022-10-14
1