"Aahhhh," Prambudi menggeliat.
Jam 4 sore, waktunya pulang. Hari pertama kerja seharian menatap layar komputer, nyatanya membuat mata Prambudi cukup lelah. Ingin rasanya segera pulang dan melihat wajah cantik istrinya menyambut dengan senyum bibirnya yang merah merekah.
Prambudi mengelus elus dadanya sendiri. Ada getaran di dadanya. Dan itulah rindu, rindu untuk Citra. Padahal kurang lebih 8 jam saja tidak bertemu, tapi kenapa sudah datang rindu?
Prambudi mengambil HP di dalam tasnya. Ada beberapa WA masuk, dari Citra. Semua WA Citra isinya menyuruh untuk segera pulang.
"Dasar, kau sudah kangen juga rupanya," Prambudi bergumam dan tersenyum sendiri.
"Selamat sore Mas Pram," Linda, salah satu rekan kerja Prambudi menyapa. Gadis manis berkulit sawo matang, yang belum terlalu lama lulus kuliah, menjadi rekan kerja satu ruangan Prambudi.
"Sore Mbak," Prambudi tersenyum ramah. Meskipun Linda lebih muda, namun Linda bisa dikatakan lebih senior di tempat kerja.
"Kok Mbak? Aku kan lebih muda darimu Mas. Panggil saja Dik ya," Linda terlihat centil. Prambudi sedikit banyak menyadari bahwa gadis itu tertarik padanya. Tapi hanya Citra yang ada di hati Prambudi.
"Nggak sopan nanti Mbak. Oh iya, saya permisi dulu, istri sudah nungguin di rumah," Prambudi membereskan meja kerjanya, kemudian bergegas meninggalkan Linda.
"Oh, oke. Sampai jumpa besok," ujar Linda masam.
Tukang becak motor sudah menunggu Prambudi di seberang jalan depan pintu masuk kantor.
"Langsung pulang Mas?," tanya si tukang betor ketika Prambudi sudah naik di kursi penumpang.
"Emmm. . .ke swalayan dulu Pak. Ada yang mau saya beli," Prambudi menjawab ramah.
"Oke, siap," Si tukang betor menarik gasnya pelan. Terdengar suara mesin yang meraung, seakan protes dengan modifikasi yang telah dilakukan si tukang betor pada dirinya.
Sesampainya di swalayan, Prambudi segera turun dan berpesan pada si tukang betor untuk menunggunya. Prambudi memilih beberapa barang di swalayan. Ada roti tawar, selai kacang dan cokelat kesukaan Amanda, tak lupa beberapa snack untuk anaknya itu, juga beberapa keripik untuk teman ngobrol Prambudi dan Citra nanti malam. Prambudi juga membeli sebuah k*nd*m. Ya, Prambudi dan Citra memutuskan untuk belum menambah anak terlebih dahulu saat ini.
Prambudi membayar di kasir, dan setelahnya segera mengajak tukang becak motor untuk cepat cepat pulang. Di sepanjang jalan Prambudi tak henti hentinya bersiul dan berdendang, terlihat jelas dia sedang bahagia sekarang.
"Mas nya baru menang lotere?," Tanya si tukang betor melihat penumpangnya yang begitu riang gembira.
"Ha ha ha, enggak Pak. Ya lagi seneng aja sih, kehidupan yang seperti sekarang ini yang ku impikan. Jam segini pulang kerja, pulang ke rumah disambut istri dan anak, seperti mimpi jadi nyata," Prambudi menatap langit yang terlihat semburat jingga nan indah.
"Emang e kehidupan yang dulu nggak seperti sekarang ini to Mas, nggak bahagia gitu?," si Tukang betor bertanya lebih lanjut.
"Nggak, kemarin kemarin saya tinggal ikut mertua. Nggak enak banget Pak. Kayak di neraka," Prambudi merasa kesal sendiri mengingat kembali kehidupannya di rumah Pak Doto.
"Ha ha ha, Mas nya kayak tahu neraka aja," Si Tukang betor tertawa terbahak bahak.
"Ya begitulah Mas kehidupan berumah tangga. Karena saat kita menikahi seseorang itu artinya kita juga menikahi keluarganya," Si Tukang betor memberi nasehat, menirukan kalimat yang dia dengar di TV beberapa waktu yang lalu.
"Lha masalahnya, keluarganya nggak mau saya nikahi. . .ha ha ha ha," Prambudi tertawa lepas.
Tanpa terasa becak motor yang ditumpangi sudah sampai di rumah.
"Nggak mampir ngopi dulu Pak?," Tanya Prambudi ketika turun dari becak motor.
"Nggak Mas. Istri dan anak saya juga nungguin di rumah," Si tukang betor menjawab setengah tertawa, seakan menirukan dan mengejek Prambudi yang nggak sabar pulang ke rumah karena ditunggu istri dan anak. Setelah penumpangnya turun dengan selamat, si tukang betor segera berbalik arah dan menarik gas becak motornya dalam dalam.
Prambudi segera masuk ke dalam rumah. Namun, tak seperti angan dan harapannya, tidak ada sambutan apapun di rumah. Istri dan anaknya tidak terlihat sama sekali. Rumah terasa lengang dan sepi.
"Citra? Manda? Kalian dimana?," Prambudi memanggil manggil, namun tak ada sahutan.
"Ayah pulang nih," Sekali lagi, Prambudi setengah berteriak. Masih saja sepi, Prambudi merasa sedikit kesal.
Prambudi merogoh HP di tasnya, kemudian mencoba menghubungi nomor HP Citra. Detik berikutnya terdengar dering HP memecahkan kesunyian dari arah dapur. Saat Prambudi hendak menuju dapur terdengar langkah kaki memasuki rumah, Citra dan Amanda datang dari luar.
"Darimana kalian?," Prambudi bertanya, sedikit merasa jengkel karena tak ada yang menyambutnya saat pulang kerja.
"Dari tetangga Mas," jawab Citra pendek.
"Ngapain? Aku baru pulang, rumah malah sepi kayak kuburan," Prambudi dongkol, entah kenapa dia merasa mudah marah saat ini. Mungkin karena capek atau ekspektasinya yang tidak sesuai realita.
"Itu dia Mas. Aku dan Manda nggak mau berlama lama di rumah kalau nggak ada kamu," Ada rasa takut di sorot mata Citra.
"Kenapa sih? Itu Manda kenapa matanya sembab?," Prambudi bertanya melihat mata Amanda yang sembab habis menangis.
"Kity mati Mas. Jatuh dari balkon, aneh deh Mas," Citra menatap suaminya.
"Aneh gimana? Ada kucing mati kok kamu bilang aneh. Lukisan jatuh kamu juga bilang aneh. Sedikit sedikit aneh, yang aneh itu kamu jadinya Cit," Prambudi semakin meninggikan nada bicaranya.
"Kok Mas marah marah sih?," Citra bertanya tak mengerti.
"Aku nggak marah kok, kamu aja kalau ngomong suka nggak masuk akal," Prambudi mengelak.
"Yaudah yaudah, Mas Pram mau dibuatin kopi? Tapi nanti kalau udah hilang capeknya tolong Kity dikuburin ya di halaman belakang," Citra berjalan menuju ke dapur. Prambudi sebenarnya hendak memprotes perintah istrinya itu, tapi dia menahan diri.
Prambudi dan Amanda menyusul Citra ke dapur. Prambudi duduk di kursi dan memberikan snack yang telah dibelinya tadi di swalayan pada Amanda. Anak itu cukup senang menerima oleh oleh ayahnya, meskipun rasa sedih karena kematian Kity masih nampak di sorot matanya.
"Jangan sedih sayang, hari minggu nanti kita beli kucing baru yang lebih lucu," Prambudi membelai lembut rambut Amanda.
"Ini Mas kopinya," Citra menyuguhkan secangkir kopi untuk Prambudi.
"Mas, aku kalau kamu pas kerja nggak mau di rumah ini sendirian," Citra kembali menyampaikan isi hatinya. Prambudi mendesah pelan.
"Yaudah maumu gimana? Nyari pembantu gitu biar ada temen? Aku belum punya uang Cit," Prambudi meniup niup kopinya yang masih panas.
"Kamu jangan manja Cit," Entah kenapa rasa jengkel di hati Prambudi kembali meluap. Citra diam tertegun, dia tidak berani menjawab, tidak ingin berdebat. Mungkin nanti saja pembicaraan ini dilanjutkan saat suaminya sudah lebih santai, begitu pikir Citra.
Bersambung . . .
Bab ini terinspirasi dari perasaann saya ketika hari pertama pulang kerja, pengen banget disambut, tapi sampai rumah ternyata rumah kosong. Semua orang pada entah kemana, ndongkol banget rasanya.. . .😅😅😅😅
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Yuli a
🤣🤣🤣🤣🤣
2025-01-19
0
FiaNasa
author lagi curhat nih 😀😀
2024-01-16
0
ꜰᴀꜰꜰᴀ x ᴄᴀʀᴀᴍᴇʟ
hahaha ternyata di balik cerita terbesit curhatan author 😂
2023-03-24
1