Drrttt Drrtttt Drrtttt
HP di atas meja, samping tempat tidur bergetar hebat. Citra membuka mata, melihat jam di dinding pukul empat pagi. Citra mengambil HP suaminya yang tetap meraung raung itu. Sebuah telepon dari nomor yang diberi nama Panti Asuhan.
“Mas, Mas Pram,” Citra mengguncang guncangkan tubuh suaminya.
“Hmmmm,” Prambudi hanya berdehem saja, belum juga membuka mata.
“Ada telepon, dari Panti,” Citra masih mengguncang guncangkan tubuh Prambudi.
Mendengar hal itu, Prambudi langsung bangun, berdiri dan menyambar HP nya. Dengan sedikit terburu buru Prambudi menerima telepon dan berjalan keluar kamar.
“Hallo Mbah . . .,” Prambudi keluar kamar dan menutup pintu.
Citra mengernyitkan dahi. Seingatnya, jika menerima telepon dari panti asuhan suaminya itu selalu terlihat terburu buru dan wajahnya nampak ketakutan. Citra belum pernah sekalipun diajak Prambudi ke tempat masa kecil suaminya itu. Prambudi juga tidak begitu suka jika membahas kehidupannya dulu. Seakan Prambudi ingin melupakan kenangan masa lalunya. Citra kembali merebahkan badannya, melihat Amanda yang tidur di sebelahnya memeluk boneka doraemon salah warna. Boneka doraemon dengan warna pink mencolok.
Beberapa saat kemudian, Prambudi kembali masuk ke dalam kamar. Wajahnya nampak tenang, tidak seperti saat mengangkat telepon tadi. Prambudi memegang segelas air putih kemudian menyodorkan pada Citra.
“Terimakasih,” Ucap Citra menerima segelas air putih pemberian suaminya itu.
Hal hal kecil seperti inilah yang membuat Citra begitu sayang pada Prambudi. Suaminya itu sangat perhatian meskipun tidak bermewah mewahan.
“Kamu mau bangun atau tidur lagi?,” Bisik Prambudi lembut. Citra meneguk air putih di tangannya hingga tandas.
“Emm, kayaknya aku mau tidur lagi saja ya Mas,” Citra masih merasakan kantuk.
“Aku mau ke Panti,” Prambudi berbicara masih setengah berbisik.
“Sekarang?,” Citra sedikit kaget, karena saat ini masih sangat pagi.
“Iya, soalnya kata pengurus panti ada yang sangat penting,” Jawab Prambudi dengan cepat.
“Nggak bisa nanti saja?,” Citra kembali bertanya, namun rasa kantuk semakin menjadi jadi.
“Kamu tidur saja ya Sayang . . .,” Prambudi membelai lembut Citra. Citra mengangguk, menurut pada suaminya. Citra cepat sekali tertidur, langsung terlelap.
Prambudi menatap wajah tidur istrinya. Tetap cantik dan mempesona tanpa riasan. Prambudi mendaratkan kecupan di kening Citra, kemudian tak lupa mengecup bibir istrinya yang semerah kelopak mawar itu. Prambudi menyambar jaket jeans butut di gantungan baju kemudian berjingkat keluar kamar.
Rumah mewah dan megah yang terasa sangat sepi di pagi hari. Prambudi bergegas mengambil motornya di garasi. Pak Satpam sedikit kaget melihat menantu majikannya pagi buta sudah bersiap keluar rumah. Dengan tergesa gesa Pak satpam membuka pintu gerbang.
“Mau kemana Tuan?,” Sapa pak Satpam ramah.
“Mau keluar bentar Pak. Cari angin,” Prambudi tersenyum menatap Pak Satpam yang berusia senja itu. Rumah sebesar ini dijaga satu orang satpam yang sudah mulai menua dengan badan kurus kering, Prambudi sedikit heran karenanya.
“Pak, kan sudah saya ingatkan berkali kali, jangan panggil saya Tuan. Panggil saja Budi, seperti waktu dulu ya,” Prambudi menghidupkan motornya, kemudian segera berlalu membelah dinginnya udara pagi.
“Kamu orang baik, meskipun kurang beruntung,” Pak Satpam bergumam sendiri menyaksikan kepergian Prambudi. Rekan kerjanya dulu, yang sekarang telah menjadi anak menantu majikannya.
* * *
Pukul sebelas siang, Prambudi pulang dari Panti Asuhan. Baju dan celananya entah kenapa kotor penuh lumpur. Badannya juga basah kuyup penuh keringat.
“Mas darimana sih?,” Citra bertanya pada Prambudi yang menghidupkan kran air yang biasanya digunakan untuk menyiram tanaman. Prambudi membasuh badannya di taman depan.
“Dari Panti Asuhan, kan tadi pagi aku sudah ijin sayang,” Jawab Prambudi santai.
“Kau pantas seperti itu Budi. Tempatmu cocok di lumpur,” Sahut Nyonya Doto dengan ketus. Nyonya Doto sedang memberi makan Kity bersama Amanda di teras rumah. Citra menoleh pada ibunya hendak memprotes, namun diurungkan niatnya daripada terjadi adu mulut yang tidak berguna.
“Kenapa badan Mas kotor banget?,” Citra bertanya, mendekati suaminya.
“Saluran air di Panti mampet, makanya ini tadi kerja bakti dan beberes disana,” Jawab Prambudi sambil menatap istrinya yang nampak cantik memakai kaos oblong kuning dengan celana jeans putih yang memperlihatkan lekuk tubuhnya. Terlihat seksi dan tidak berubah sejak pertama Prambudi mengenal istrinya itu.
“Tolong ambilkan Handuk dong sayang,” Prambudi tersenyum manja pada Citra. Citra mengangguk dan segera pergi mengambil handuk di samping rumah. Nyonya Doto terlihat tidak senang dengan kemesraan anak dan menantunya itu.
Setelah dirasa bersih, Prambudi berjalan masuk ke dalam rumah menuju kamar, meninggalkan anak dan mertuanya yang masih asyik mengurus kucing anggoranya itu. Citra menyusul Prambudi tidak lama setelahnya.
Prambudi membuka baju, memperlihatkan otot perutnya yang terbentuk alami. Mungkin orangtuanya dulu memiliki otot tubuh yang bagus pula hingga menurun ke anaknya. Sayang Prambudi tidak pernah tahu siapa dan seperti apa orangtuanya. Citra masuk ke dalam kamar, membawakan handuk.
“Amanda dimana?,” Tanya Prambudi, melihat Citra datang sendirian ke dalam kamar.
“Di luar, mainan Kity sama Bunda Mas,” Citra menyerahkan handuk pada Prambudi.
Tanpa disangka Prambudi langsung mengangkat badan Citra dan menjatuhkannya ke kasur empuk di depannya.
“Mas?,” Citra terpekik pelan.
Prambudi tersenyum sekilas, kemudian mendekap istrinya. Mencium dan mengecup bibir merah istrinya dengan terengah engah.
“Maassss?,” Citra tersenyum sambil menjauhkan wajah Prambudi darinya.
“Apa?,” Prambudi menatap Citra dengan tulus.
“Nanti malam saja,” Citra berbisik lembut, Prambudi tertawa.
“Ngomong ngomong, aku dapat panggilan kerja pagi tadi,” Prambudi mengalihkan pembicaraan.
“Iya kah? Dimana?,” Citra bertanya dengan antusias.
“Di Kecamatan K. Di pabrik pembuatan asbes. Aku ditempatkan di gudangnya, bagian input barang datang dan keluar,” Jawab Prambudi sambil memakai kaos yang diambilnya dari lemari.
“Itukan cukup jauh dari sini Mas. Hampir dua jam perjalanan lho,” Citra khawatir jika harus ditinggalkan suaminya untuk bekerja. Dia merasa tidak bisa menahan rindu jika harus berlama lama tidak bertemu dengan Prambudi.
“Maka dari itu, ini kesempatan kita Cit,” Prambudi tersenyum penuh arti.
“Maksud Mas?,” Citra bertanya tidak mengerti.
“Aku mau nyari kontrakan di daerah sana. Kita pindahan kesana, kita bangun rumah tangga bahagia Citra, tanpa ada yang mengganggu dan menghinaku,” Prambudi terlihat bersemangat. Citra diam saja, ada keraguan di hatinya. Mungkinkah orangtuanya akan melepasnya begitu saja? Terasa sulit.
“Kenapa kamu diam saja? Nggak mau?,” Tanya Prambudi melihat istrinya yang diam mematung.
“Mau Mas, tapii . . .Apa mungkin ayah dan bunda mengijinkan?,” Tanya Citra ragu ragu.
“Kamu adalah istriku. Kamu tanggungjawabku, milikku. Bukan tanggungan orangtuamu lagi. Kita akan pergi diam diam. Akan kusewakan mobil dan kita akan pindah dari rumah ini. Gimana? Kamu siap ikut denganku nyonya Prambudi?,” Prambudi tersenyum menggoda istrinya.
“Emmm, kapan Mas?,” Citra bertanya dalam keraguan.
“Mungkin lusa. Aku mau lihat lihat dulu rumah kontrakan yang cocok untuk kita,” jawab Prambudi yakin, Citra mengangguk, menuruti kehendak suaminya. Prambudi begitu bahagia dan kembali mendaratkan kecupan di bibir Citra. Kali ini mereka berciuman dengan panas.
BERSAMBUNG . . .
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
pioo
dikasih obt tidur ga tuh?
2024-11-04
0
Zaya
hello kitty kali yang warnanya pink /Grin/
2023-12-29
0
Lisea ocellyne`-!!.
Doraemon salah warna ga tuh😭😭😭
2023-07-07
0