Jam setengah 6 pagi, Citra sudah berada di teras depan menunggu Rohmat si tukang sayur. Beberapa saat ditunggu, akhirnya dengan suara klakson motor yang khas, Rohmat datang bersama senyumnya yang terkembang.
"Pagi Mbak Citra," Sapa Rohmat ramah, dia turun dari motornya.
"Pagi Bang," Citra menjawab pendek, langsung memilih milih sayuran yang mungkin disukai suaminya.
Rohmat menunggu sambil memperhatikan pembelinya itu. Rohmat geleng geleng kepala melihat betapa cantiknya Citra. Bahkan baru bangun tidurpun, kalau orang biasa seperti dirinya akan semrawut, bau dan nggak karu karuan. Namun Citra berbeda, wanita itu tetap cantik, anggun dan wangi.
"Bang?," Citra memanggil Rohmat yang terlihat melamun.
"Ah, iya Mbak. Ada apa? Wot hepen?," Rohmat bertanya sedikit gelagapan.
"Abang tahu soal penghuni rumah ini dulu, sebelum saya? Kalau nggak salah namanya Mbak Retno," Citra bertanya sedikit berbisik. Rohmat jadi terlihat malas mendengar pertanyaan dari Citra.
"Yaaahh, tau sih Mbak. Dulu kan juga sering belanja ke saya orangnya," jawab Rohmat.
"Kira kira Abang tahu kemana perginya Mbak Retno?," Citra kembali bertanya setengah berbisik.
"Nggak ada yang tahu Mbak, ada yang bilang minggat dari rumah ini. Tapi dulu seingat saya, pagi itu seperti biasa saya kan juga keliling jualan sayur. Saya nggak ketemu siapa siapa tuh di jalan. Kalau misalkan Mbak Retno itu pergi dari rumah, seharusnya saya juga berpapasan Mbak. Kan saya pagi banget udah keliling tuh, sebelum orang orang rame nyari Mbak Retno," Rohmat terlihat celingak celinguk, Citra manggut manggut.
"Anu Mbak, satu hari sebelum kejadian hilangnya Mbak Retno saya juga keliling jualan. Mbak Retno kebetulan masih belanja ke saya. Waktu itu.. . .emm gimana ngomongnya ya, Mbak harus janji dulu nggak cerita ke siapa siapa ya?," Rohmat menatap Citra serius, meminta Citra untuk berjanji terlebih dahulu.
"Iya, aku janji Bang," Citra mengiyakan.
"Waktu itu Mbak Retno belanja ke saya, wajah dan tangannya lebam lebam. Seperti habis dipukuli Mbak," Ujar Rohmat lirih.
"Apa mungkin terjadi KDRT ya bang?," Citra kembali bertanya.
"Nggak tahu Mbak. Padahal dulu sebelum tinggal di rumah ini suami istri itu akur akur saja lho," Rohmat menimpali.
"Berarti menurut abang semua itu gara gara rumah yang disebut warga sebagai rumah tusuk sate ini ya Bang?," Citra bertanya lagi, menatap Rohmat dengan serius. Rohmat jadi salah tingkah, merasa telah salah berbicara.
"Ya anu Mbak. Kalau soal itu sih tergantung keyakinan saja. . .he he," Rohmat tersenyum kikuk.
"Kalau keyakinan abang gimana?," Citra terus bertanya.
"Hah? Apanya yang gimana Mbak," Rohmat balik bertanya.
"Rumah ini. Menurut abang gimana?," Citra menunggu jawaban Rohmat. Rohmat menggaruk garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Emmm, anu Mbak. Kalau saya sih, setahu saya, kata orang dulu nih. . .Rumah tusuk sate itu 'ora ilok' Mbak. Kurang baik untuk ditempati," Tukas Rohmat setengah berbisik.
"Eheemmm. . .," Sebuah deheman terdengar dari depan pintu rumah. Prambudi berdiri disana, geleng geleng kepala melihat istrinya bergosip dengan tukang sayur.
"Kamu kok jadi suka bergosip sih sayang, masih pagi padahal," Prambudi berjalan mendekat.
Rohmat mengamati Prambudi dari ujung rambut sampai ujung jempol kaki. Baru kali ini dia melihat suami Citra. Ternyata memang ganteng luar biasa. Badan tegap, dan gagah. Kulit putih bersih, dengan rambut hitam legam.
"Selamat pagi Mas," Rohmat menyapa Prambudi dengan ramah. Rohmat merasa pasangan suami istri di hadapannya itu memang cocok. Bagaikan Rama dan Sinta, atau Arjuna dan Sumbadra.
"Selamat pagi Bang," Prambudi tersenyum.
"Aku mau masak kangkung ya Mas," Ujar Citra pada suaminya.
"Apa aja deh, asal kamu yang masak," Jawab Prambudi dengan tersenyum pada Citra.
"Eh, ngomong ngomong tadi nge gosip apa sih, kok kayaknya asyik banget," Prambudi bertanya, penasaran dengan obrolan istrinya dengan tukang sayur.
"Ah, itu anu," Rohmat bingung hendak menjawab.
"Itu lho Mas, aku nanyain kalau petshop yang bagus di daerah sini tuh dimana," Citra buru buru menimpali. Rohmat hanya cengar cengir saja.
"Ohh begitu, . . .ayuk masuk kalau udah belanjanya. Aku pengen kamu buatin kopi," Prambudi meminta Citra untuk cepat kembali ke rumah.
Citra bertanya total belanjanya pada Rohmat dan segera membayar, kemudian bergegas masuk ke rumah. Rohmat pun segera menghidupkan motornya dan melanjutkan menjajakan dagangannya. Prambudi menatap Rohmat si penjual sayur dari kejauhan. Entah kenapa tatapannya terlihat bengis.
"Mas Pram, ini kopinya," Citra meletakkan kopi di atas meja dapur. Prambudi berjalan mendekati Citra, dan mendaratkan kecupan di kening istrinya itu.
"Iihh, cium cium. Emangnya Mas udah cuci muka dan gosok gigi tadi?," Citra mencubit lengan suaminya.
"Lha kenapa? Apa aku bau?," Prambudi meniup niup nafasnya di telapak tangan.
"Bauuuu," Citra terkekeh.
"Enak aja," Prambudi bersungut sungut.
Prambudi duduk di kursi, dan meminum satu teguk kopi buatan istrinya yang masih mengeluarkan asap tipis.
"Aahhh, seger bener," Ujar Prambudi, meskipun rasa kopi buatan Citra sebenarnya sedikit pahit.
"Mas, jangan lupa nanti motornya temenmu dikembalikan lho ya," Citra menatap Prambudi.
"Iyaaa, aku nggak lupa kok," Prambudi mengiyakan perintah istrinya.
"Lho Mas, tangan Mas Pram kenapa itu?," Citra bertanya saat melihat lengan kanan Prambudi lebam dan ada sedikit luka seperti bekas tercakar sesuatu.
"Ah, iya. Nggak tahu nih Cit. Bangun tidur tiba tiba saja ada kayak gini. Mungkin nggak sih aku tadi malem mimpi terus kena sudut ranjang atau semacamnya?," Prambudi bertanya balik pada Citra.
Citra mendekat, melihat dengan seksama lengan Prambudi. Dia teringat dengan cerita Rohmat tentang badan Mbak Retno yang lebam lebam.
"Hei, kenapa? Kok malah ngelamun?," Prambudi menngocang goncangkan bahu Citra dengan pelan.
"Mungkin nggak sih Mas, lebam ini karena Mas Pram disakiti makhluk halus pada waktu tidur," Citra berbisik pada Prambudi, seolah ada orang lain disana dan Citra takut perkataannya didengar.
"Hah? Ha ha ha ha," Prambudi tergelak, tawanya pecah menggelegar dipagi yang masih sepi ini.
"Ssttt. . .Manda masih tidur Maass, jangan kenceng kenceng," Citra meletakkan telunjuknya di depan bibir.
"Ya habisnya kamu itu ngawur Cit. Mana ada makhluk halus bisa bikin lengan lebam," Prambudi masih terkekeh, tawanya belum mereda.
"Jangan mikir yang aneh aneh deh," Prambudi kembali meminum kopinya, ketika tiba tiba saja HP di sakunya bergetar hebat. Sebuah telepon masuk.
"Siapa Mas pagi pagi kok telepon?," Citra bertanya penasaran.
"Ah, ini dari panti," Jawab Prambudi pendek.
Prambudi beranjak dari duduknya, dengan tergesa gesa menuju halaman belakang dan mengangkat telepon. Citra penasaran, memperhatikan Prambudi dari dapur. Suaminya itu terlihat begitu serius berbicara di telepon. Citra juga merasa akhir akhir ini, cukup sering Prambudi menerima telepon dari panti.
Tiba tiba saja tercium aroma hangus di hadapan Citra. Oseng oseng kangkung yang sedang dimasaknya ternyata gosong. Citra lupa mengecilkan api, dan dia kebanyakan melamun.
"Hadduuuhhh," Citra menggerutu, kesal.
Bersambung. . .
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Karin Nurjayanto
gak beres ini si pram
2024-12-23
0
Rose_Ni
yaelah Mbak, gosong terus
2024-02-02
0
Rose_Ni
karna makhluk halus kali
2024-02-02
0